Buah Manis Keikhlasan

Buah Manis Keikhlasan

Ikhlas mengandung faedah yang luar biasa banyaknya. Apabila ikhlas benar-benar tertanam dalam hati seorang hamba, maka akan menghasilkan buah manis sebagai berikut:

Pertama: Diterimanya Amal

Dari sahabat Abu Umamah Al-Baahily radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إنَّ اللهَ لا يقبلُ من العملِ إلَّا ما كان خالصًا وابتُغي به وجهُه

Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak akan pernah menerima amal, kecuali amal yang ikhlas mengharap wajah-Nya.“ (HR. An Nasa-i, shahih)

Kedua: Mendapatkan  Pahala

Dari sahabat Sa’ad bin Abi Waqosh radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا 

Sesungguhnya tidaklah Engkau memberikan nafkah dengan niat ikhlas mengharap wajah-Nya, melainkan Engkau akan mendapat pahala kebaikan.“ (HR. Bukhari)

Ketiga: Amalan Kecil Bisa Menjadi Besar

Ibnul Mubarak rahimahullah mengatakan,

رب عمل صغير تعظمه النية، ورب عمل كبير تصغره النية

Betapa banyak amal yang kecil menjadi  besar nilainya karena niat. Dan betapa banyak amal yang besar menjadi kecil nilainya karena niat.“ (Jaami’ul ‘Uluuum wal Hikam)

Keempat: Mendapatkan Ampunan Dosa

Ikhlas adalah sebab terbesar diampuninya dosa-dosa. Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan bahwa ada satu jenis amal yang apabila dilakukan oleh seorang hamba dengan penuh keikhlasan, maka Allah Ta’ala akan mengampuni dosa-dosa besar yang pernah dilakukan dengan sebab amalan tersebut. Ini seperti yang terdapat dari hadis ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, dari Nabi shallallahu ‘alahi wasallam, beliau bersabda,

يُصَاحُ بِرَجُلٍ مِنْ أُمَّتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ فَيُنْشَرُ لَهُ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ سِجِلاًّ كُلُّ سِجِلٍّ مَدَّ الْبَصَرِ ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَلْ تُنْكِرُ مِنْ هَذَا شَيْئًا فَيَقُولُ لاَ يَا رَبِّ فَيَقُولُ أَظَلَمَتْكَ كَتَبَتِى الْحَافِظُونَ ثُمَّ يَقُولُ أَلَكَ عُذْرٌ أَلَكَ حَسَنَةٌ فَيُهَابُ الرَّجُلُ فَيَقُولُ لاَ. فَيَقُولُ بَلَى إِنَّ لَكَ عِنْدَنَا حَسَنَاتٍ وَإِنَّهُ لاَ ظُلْمَ عَلَيْكَ الْيَوْمَ فَتُخْرَجُ لَهُ بِطَاقَةٌ فِيهَا أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ قَالَ فَيَقُولُ يَا رَبِّ مَا هَذِهِ الْبِطَاقَةُ مَعَ هَذِهِ السِّجِلاَّتِ فَيَقُولُ إِنَّكَ لاَ تُظْلَمُ. فَتُوضَعُ السِّجِلاَّتُ فِى كِفَّةٍ وَالْبِطَاقَةُ فِى كِفَّةٍ فَطَاشَتِ السِّجِلاَّتُ وَثَقُلَتِ الْبِطَاقَةُ

Ada seseorang dari umatku pada hari kiamat nanti yang dihadapkan di hadapan manusia pada hari kiamat. Lalu, dibentangkan kartu catatan amalnya yang berjumlah 99 gulungan. Setiap gulungan jika dibentangkan panjangnya sejauh mata memandang. Kemudian Allah menanyakan padanya, ‘Apakah Engkau mengingkari sesuatu dari gulungan catatanmu ini?’ Ia menjawab, ‘Tidak sama sekali wahai Rabbku.’ Allah bertanya lagi, ‘Apakah yang mencatat hal ini berbuat zalim padamu?’ Lalu ditanyakan pula, ‘Apakah Engkau punya uzur atau ada kebaikan di sisimu?’ Dipanggillah laki-laki tersebut dan ia berkata, ‘Tidak.’ Allah pun berfirman, ‘Sesungguhnya ada kebaikanmu yang masih kami catat. Dan sungguh tidak akan ada kezaliman atasmu hari ini.’

Lantas dikeluarkanlah satu bitoqoh (kartu) yang bertuliskan syahadat laa ilaha ilallah wa anna muhammadan ‘abduhu wa rosuluh. Lalu ia bertanya, ‘Apalah artinya kartu ini dibanding dengan catatan-catatanku yang penuh dosa tadi?’ Allah berkata padanya, ‘Sesungguhnya Engkau tidak dizalimi.’ Lantas diletakkanlah gulungan catatan dosa di salah satu daun timbangan dan kartu ‘laa ilaha illallah’ di daun timbangan lainnya. Ternyata daun timbangan penuh dosa tersebut terkalahkan dengan beratnya kartu ‘laa ilaha illalah’ tadi. ” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, shahih)

Demikianlah kondisi orang yang mengucapkan kalimat tauhid dengan ikhlas dan jujur, seperti yang dialami orang dalam hadis ini. Meskipun demikian, pelaku dosa yang masuk neraka dan mereka mengucapkan laa ilaaha illallah tidak otomatis akan mengalami seperti yang didapatkan oleh pemilik kartu yang disebutkan dalam hadis.

Disebutkan pula dalam sebuah hadis, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَنَّ امْرَأَةً بَغِيًّا رَأَتْ كَلْبًا فِى يَوْمٍ حَارٍّ يُطِيفُ بِبِئْرٍ قَدْ أَدْلَعَ لِسَانَهُ مِنَ الْعَطَشِ فَنَزَعَتْ لَهُ بِمُوقِهَا فَغُفِرَ لَهَا

Ada seorang wanita pezina melihat seekor anjing di hari yang panasnya begitu terik. Anjing itu mengelilingi sumur tersebut sambil menjulurkan lidahnya karena kehausan. Lalu, wanita itu melepas sepatunya (lalu menimba air dengannya). Ia pun diampuni karena amalnya tersebut.” (HR. Muslim)

Wanita ini menolong anjing tersebut karena iman dan keikhlasan di dalam hatinya, maka Allah Ta’ala mengampuninya. Akan tetapi, tidak setiap orang yang menolong anjing akan mendapat ampunan seperti dirinya.

Dua kisah di atas menunjukkan bahwa amalan yang dilakukan dengan jujur dan penuh ikhlas dalam hatinya bisa menghapus dosa-dosa besar yang banyak. Inilah buah manis kekuatan ikhlas.

Kelima: Tetap Mendapat Pahala Amal, Meskipun Belum Mampu Melaksanakan

Keenam: Amalan Mubah dan Adat Kebiasaan Menjadi Bernilai Ibadah

Ketujuh: Terjaganya Diri dari Gangguan Setan

Ketika setan berjanji kepada dirinya sendiri akan mengganggu seluruh hamba Allah, maka dikecualikan darinya orang-orang yang ikhlas sebagaimana ucapan iblis yang disampaikan di dalam Al-Qur’an,

إِلاَّ عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ

kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka“ (QS. Al Hijr: 40)

Setan tidak akan mampu menyesatkan orang-orang yang dirinya telah dijaga dengan keikhlasan.

Kedelapan: Terhindar dari Was-Was dan Terjauhkan dari Riya’

Abu Sulaiman Ad-Daarany rahimahullah  berkata,

إذا أخلص العبد انقطعت عنه كثرة الوساوس والرياء

Jika seorang hamba ikhlas, maka akan hilang dari dirinya berbagai sikap was-was dan riya’.”

Kesembilan: Selamat dari Fitnah

Seseorang akan selamat dari fitnah dengan sebab ikhlas. Selain itu juga akan mendapat penjagaan dari terjerumus pada godaan syahwat dan terjatuh dalam gangguan orang fasik. Dengan sebab ikhlas, maka Allah Ta’ala menyelamatkan Nabi Yusuf dari fitnah istri raja sehingga tidak terjerumus dalam godaannya. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلا أَن رَّأَى بُرْهَانَ رَبِّهِ كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاء إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ

Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu. Andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang ikhlas.“ (QS. Yusuf :24)

Kesepuluh: Hilangnya Kegalauan dan Mendapat Banyak Rezeki

Dari sahabat Anas bin Malik , bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi  wasallam bersabda,

مَنْ كَانَتِ الآخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ ، وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ ، وَمَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ ، وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهُ ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلا مَا قُدِّرَ لَهُ 

Barangsiapa akhirat menjadi tujuan utamanya, maka Allah menjadikan kecukupan pada hatinya, mengumpulkan urusannya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan terhina. Namun, barangsiapa dunia menjadi tujuan utamanya, maka Allah menjadikan kefakiran di depan matanya, menjadikan urusannya bercerai-berai, dan tidaklah dunia datang kepadanya, kecuali sesuatu yang telah ditakdirkan baginya.” (HR Tirmidzi, shahih)

Kesebelas: Terhindar dari Kesulitan

Hal ini seperti kisah yang dialami oleh tiga orang yang terjebak dalam gua. Masing-masing berdoa kepada Allah degan berwasilah meyebut amalan kebaikannya. Orang pertama menyebut tentang kebaikannya berbakti kepada kedua orang tua. Orang kedua menyebut mengenai amalnya menjaga diri dari zina. Orang ketiga menyebut amalnya menjaga amanah yang dititipkan kepadanya. Ketiganya melakukannya dengan ikhlas karena Allah Ta’ala. Maka, dengan sebab amalan ikhlas ketiga orang tersebut, Allah Ta’ala pun membuka pintu gua dan meyelamatkan mereka bertiga. Hadis tentang kisah ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.

Kedua Belas: Mendapat Pahala Meskipun Keliru

Orang yang berijtihad dengan sungguh-sungguh berdasarkan ilmu yang dimilikinya, jika dia niatkan karena Allah Ta’ala, maka meskipun salah, dia akan tetap mendapatkan pahala atas usahanya tersebut.

Ketiga Belas: Ikhlas Mencakup Seluruh Kebaikan

Dawud Ath-Thaa’i rahimahullah mengatakan,

رأيت الخير كله إنما يجمعه حسن النية ، وكفاك بها خيراً وإن لم تنصب

Aku melihat seluruh kebaikan semuanya terkumpul dalam niat yang benar dalam hati. Cukuplah dengan ini, maka Engkau akan mendapat kebaikan, meskipun Engkau belum mampu melakukannya.“

Semoga Allah mejadikan kita semua temasuk hamba-hamba yang senantiasa ikhlas kepada-Nya.

***

Penulis: dr. Adika Mianoki, SpS.

Sumber: https://muslim.or.id/72916-buah-manis-keikhlasan.html