Buah Syukur

Buah Syukur

Syukur merupakan salah satu sifat seorang mukmin. Oleh karena itu, Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam pernah bersabda tentang keadaan seorang mukmin, “Sungguh menakjubkan keadaan (urusan) seorang mukmin. Semua urusannya baik baginya. Dan yang demikian itu tidak terjadi, kecuali pada seorang mukmin. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia tertimpa kesusahan, ia bersabar, dan itu baik baginya.” (HR. Muslim no. 7692)

Syukur mempunyai banyak buah (faedah) yang dapat dipetik. Semuanya kembali kepada hamba dan tiada satu pun yang kembali kepada Allah. Apabila seorang hamba bersyukur, maka sejatinya dia telah bersyukur untuk kebaikan dirinya sendiri.

Sebaliknya, apabila seorang hamba kufur (mengingkari) nikmat, maka kekufurannya itu akan merugikan dirinya sendiri pula. Nabi Sulaiman ‘alaihis salam pernah berkata sebagaimana yang diabadikan dalam Al-Qur’an,

هَٰذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ ۖ وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ

“Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya lagi Mahamulia”. (QS. An-Naml: 40)

Buah-buah dari syukur antara lain adalah sebagai berikut:

Selamat dari azab (siksa) Allah

Allah tidak akan mengazab seseorang selama ia mau beriman dan bersyukur. Allah Ta’ala berfirman,

مَا يَفْعَلُ اللَّهُ بِعَذَابِكُمْ إِنْ شَكَرْتُمْ وَآمَنْتُمْ ۚ وَكَانَ اللَّهُ شَاكِرًا عَلِيمًا

“Allah tidak akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nisa’: 147)

Ibnu Jarir rahimahullah berkata, ”Sesungguhnya Allah Jalla Tsanaauhu tidak akan menyiksa orang yang bersyukur dan beriman.” (Tafsir Ath-Thabari, 4: 338)

Mendapatkan rida Allah

Buah syukur yang kedua sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa akan mendapatkan rida dari Allah Ta’ala. Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

“Sungguh Allah benar-benar rida kepada seorang hamba yang memakan suatu makanan, lalu mengucapkan alhamdulillah atas makanan tersebut, atau meminum suatu minuman, lalu mengucapkan alhamdulillah atas minuman tersebut.” (HR. Muslim no. 2734)

Dikhususkan dengan nikmat dan anugerah hidayah

Sungguh Allah telah mengabarkan kepada hamba-Nya yang senantiasa bersyukur dengan dikhususkan sebagai hamba yang mendapat hidayah.

Allah Ta’ala berfirman,

وَكَذَٰلِكَ فَتَنَّا بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لِيَقُولُوا أَهَٰؤُلَاءِ مَنَّ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنْ بَيْنِنَا ۗ أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَعْلَمَ بِالشَّاكِرِينَ

“Dan demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka (orang-orang kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang miskin), supaya (orang-orang yang kaya itu) berkata, ‘Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah (hidayah) Allah kepada mereka?’ (Allah berfirman), ‘Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepada-Nya)?’” (QS. Al-An’am: 53)

Ibnu Jarir rahimahullah berkata, “Allah lebih mengetahui mana di antara hamba-hamba-Nya yang bersyukur maupun kufur. Dan nikmat hidayah diberikan kepada mereka yang senantiasa bersyukur.” (Tafsir Ath-Thabari, 5: 204)

Terpelihara dan terjaganya nikmat

Syukur adalah penjaga (pengawal) nikmat dari segala sebab yang mengakibatkan hilangnya nikmat tersebut. Oleh karena itu, sebagian ulama menamakan syukur itu sebagai pengikat nikmat karena syukur itu mengikat nikmat sehingga tidak lepas dan kabur.

Umar bin Abdul Azis rahimahullah berkata, ”Ikatlah nikmat-nikmat Allah dengan bersyukur kepada Allah.” (Syu’abul Iman, no. 4546)

Ditambahkannya nikmat

Allah Ta’ala telah menjanjikan dalam kitab-Nya yang mulia bahwa Allah akan memberikan tambahan nikmat kepada orang-orang yang bersyukur. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7)

Mungkin ada orang-orang di sekitar kita yang usahanya tidak sekeras kita, namun Allah berikan nikmat yang banyak kepadanya. Hal ini bisa jadi disebabkan karena besarnya rasa syukurnya kepada Allah.

Balasan syukur tidak terikat kehendak Allah

Allah Ta’ala menggantungkan banyak balasan (pahala) suatu amal dengan kehendak, seperti firman Allah,

بَلْ إِيَّاهُ تَدْعُونَ فَيَكْشِفُ مَا تَدْعُونَ إِلَيْهِ إِنْ شَاءَ

“(Tidak), tetapi hanya Dialah yang kamu seru, maka Dia menghilangkan bahaya yang karenanya kamu berdoa kepada-Nya, jika Dia menghendaki.” (QS. Al-An’am: 41)

يَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ

“Dia memberi ampun kepada siapa yang Dia kehendaki.” (QS. Ali Imran: 129)

وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS. Al-Baqarah: 212)

وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَىٰ مَنْ يَشَاءُ

“Dan Allah menerima tobat orang yang dikehendaki-Nya.” (QS. At-Taubah: 15)

Adapun syukur, maka Allah tidak gandengkan dengan kehendak, tetapi langsung Allah balas. Allah Ta’ala berfirman,

وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ

“Dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran: 144)

وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ

“Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran: 145).

Dikabulkannya doa

Ibrahim bin Adham, seorang tokoh tabi’in pernah ditanya, “Mengapa kami berdoa, namun tidak dikabulkan?” Dia menjawab,

“Karena kalian mengenal Allah, tetapi tidak menaati-Nya.”

“Kalian mengenal Rasulullah, tetapi kalian tidak mengikuti sunnahnya.”

“Kalian mengetahui Al-Quran, tetapi tidak mengamalkannya.”

“Kalian memakan nikmat-nikmat Allah, namun kalian tidak mensyukuri nikmat-nikmat tersebut.”

“Kalian mengetahui surga, namun tidak memburunya. Dan kalian mengetahui neraka, namun tidak berlari darinya.”

“Kalian mengetahui setan, namun tidak memeranginya malah menyepakatinya.”

“Kalian mengetahui kematian, namun tidak bersiap untuknya dan kalian menguburkan orang mati, namun tidak mengambil pelajaran dan kalian meninggalkan aib-aib kalian sendiri, namun sibuk dengan aib-aib orang lain.” (Tafsir Ath-Thabari, 2: 303)

Semoga Allah Ta’ala senantiasa memudahkan kita dan seluruh kaum muslimin untuk bisa menjadi hamba yang bersyukur dan menjadikan kita termasuk ke dalam golongan hamba yang pandai bersyukur. Aamiin.

***

Penulis: Arif Muhammad N.

Arikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

Disarikan dari A’malul Qulub bab As-Syukur, hal. 306-308 karya Syekh Muhammad Shalih Al Munajjid hafizhahullah.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/84953-buah-syukur.html