Bukti Toleransi Islam Terhadap Agama Lainnya

Berikut beberapa bukti bahwa Islam adalah agama yang menjunjung toleransi terhadap agama lainnya dan tentunya bukan toleransi yang kebablasan

Agama Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi keadilan. Kedalian bagi siapa saja, yaitu menempatkan sesuatu sesuai tempatnya dan memberikan hak sesuai dengan haknya. Begitu juga dengan toleransi dalam beragama. Agama Islam melarang keras berbuat zalim dengan agama selain Islam dengan merampas hak-hak mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ.

Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” (QS. Al-Mumtahah: 8)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullah menafsirkan, “Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik, menyambung silaturrahmi, membalas kebaikan , berbuat adil kepada orang-orang musyrik, baik dari keluarga kalian dan orang lain. Selama mereka tidak memerangi kalian karena agama dan selama mereka tidak mengusir kalian dari negeri kalian, maka tidak mengapa kalian menjalin hubungan dengan mereka karena menjalin hubungan dengan mereka dalam keadaan seperti ini tidak ada larangan dan tidak ada kerusakan.” [1]

Akan tetapi toleransi ada batasnya dan tidak boleh kebablasan. Semisal mengucapkan “selamat natal” dan menghadiri acara ibadah atau ritual kesyirikan agama lainnya. Karena jika sudah urusan agama, tidak ada toleransi dan saling mendukung.

Berikut beberapa bukti bahwa Islam adalah agama yang menjunjung toleransi terhadap agama lainnya dan tentunya bukan toleransi yang kebablasan, diantaranya:

1. Ajaran berbuat baik terhadap tetangga meskipun non-muslim

Berikut ini teladan dari salafus shalih dalam berbuat baik terhadap tetangganya yang Yahudi. Seorang tabi’in dan beliau adalah ahli tafsir, imam Mujahid, ia berkata, “Saya pernah berada di sisi Abdullah bin ‘Amru sedangkan pembantunya sedang memotong kambing. Dia lalu berkata,

ياَ غُلاَمُ! إِذَا فَرَغْتَ فَابْدَأْ بِجَارِنَا الْيَهُوْدِي

Wahai pembantu! Jika anda telah selesai (menyembelihnya), maka bagilah dengan memulai dari tetangga Yahudi kita terlebih dahulu”.

Lalu ada salah seorang yang berkata,

آليَهُوْدِي أَصْلَحَكَ اللهُ؟!

(kenapa engkau memberikannya) kepada Yahudi? Semoga Allah memperbaiki kondisimu”.

‘Abdullah bin ’Amru lalu berkata,

إِنِّي سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوْصِي بِالْجَارِ، حَتَّى خَشَيْنَا أَوْ رُؤِيْنَا أَنَّهُ سَيُوّرِّثُهُ

‘Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat terhadap tetangga sampai kami khawatir kalau beliau akan menetapkan hak waris kepadanya.” [2]

2. Bermuamalah yang baik dan tidak boleh dzalim terhadap keluarga dan kerabat meskipun non-muslim

Misalnya pada ayat yang menjelaskan ketika orang tua kita bukan Islam, maka tetap harus berbuat baik dan berbakit kepada mereka dalam hal muamalah. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15)

3. Islam melarang keras membunuh non-muslim kecuali jika mereka memerangi kaum muslimin.

Dalam agama Islam orang kafir yang boleh dibunuh adalah orang kafir harbi yaitu kafir yang memerangi kaum muslimin. Selain itu semisal orang kafir yang mendapat suaka atau ada perjanjian dengan kaum muslimin semisal kafir dzimmi, kafir musta’man dan kafir mu’ahad, maka dilarang keras untuk dibunuh. Jika melanggar maka ancamannya sangat keras.

مَنْ قَتَلَ قَتِيلًا مِنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ لَمْ يَجِدْ رِيحَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا

Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun. ”[3]

4. Adil dalam hukum dan peradilan terhadap non-muslim

Contohnya ketika Umar bin Khattab radhiallahu’anhu membebaskan dan menaklukkanYerussalem Palestina. Beliau menjamin warganya agar tetap bebas memeluk agama dan membawa salib mereka. Umar tidak memaksakan mereka memluk Islam dan menghalangi mereka untuk beribadah, asalkan mereka tetap membayar pajak kepada pemerintah Muslim. Berbeda ketika bangsa dan agama lain mengusai, maka mereka melakukan pembantaian.

Umar bin Khattab juga memberikan kebebasan dan memberikan hak-hak hukum dan perlindungan kepada penduduk Yerussalem walaupun mereka non-muslim.

Ajakan toleransi agama yang “kebablasan”

Toleransi berlebihan ini, ternyata sudah ada ajakannya sejak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammemperjuangkan agama Islam.
Suatu ketika, beberapa orang kafir Quraisy yaitu Al Walid bin Mughirah, Al ‘Ash bin Wail, Al Aswad Ibnul Muthollib, dan Umayyah bin Khalaf menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka menawarkan tolenasi kebablasan kepada beliau, mereka berkata:

يا محمد ، هلم فلنعبد ما تعبد ، وتعبد ما نعبد ، ونشترك نحن وأنت في أمرنا كله ، فإن كان الذي جئت به خيرا مما بأيدينا ، كنا قد شاركناك فيه ، وأخذنا بحظنا منه . وإن كان الذي بأيدينا خيرا مما بيدك ، كنت قد شركتنا في أمرنا ، وأخذت بحظك منه

Wahai Muhammad, bagaimana jika kami beribadah kepada Tuhanmu dan kalian (muslim) juga beribadah kepada Tuhan kami. Kita bertoleransi dalam segala permasalahan agama kita. Apabila ada sebagaian dari ajaran agamamu yang lebih baik (menurut kami) dari tuntunan agama kami, maka kami akan amalkan hal itu. Sebaliknya, apabila ada dari ajaran kami yang lebih baik dari tuntunan agamamu, engkau juga harus mengamalkannya.”[4]

Kemudian turunlah ayat berikut yang menolak keras toleransi kebablasan semacam ini,

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ. لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ. وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ. وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ. وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ. لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

Katakanlah (wahai Muhammad kepada orang-orang kafir), “Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku”. (QS. Al-Kafirun: 1-6).

Demikian semoga bermanfaat.

@Perpus FK UGM

 

Catatan kaki

[1] Taisir Karimir Rahman hal. 819, Dar Ibnu Hazm, Beirut, cet. Ke-1, 1424 H
[2] Al Irwa’ Al-ghalil no. 891
[3] HR. An Nasa’i. dishahihkan oleh Syaikh Al Albani
[4] Tafsir Al Qurthubi 20: 225, Darul Kutub Al-Mishriyyah, cet. Ke-II, 1386 H

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel Muslim.or.id