Bulan Penajaman Karakter

Dalam kitab Ihya Ulumuddin Imam Ghazali menyebutkan bahwa puasa adalah ibadah yang tidak bisa dipisahkan dengan kesabaran, “Dan karena puasa itu termasuk sabar dan bahwa puasa itu sebagian sabar, maka Allah SWT berfirman (dalam hadis qudsi), ‘Puasa itu bagi-Ku dan Aku akan membalasnya’.” (HR Bukhari).

Penjelasan tersebut semakin menegaskan bahwa takwa adalah karakter yang tidak mungkin dicapai melainkan diupayakan dengan penuh kesabaran. Dengan demikian, menjadi sangat mudah untuk dipahami, mengapa bulan suci Ramadhan benar-benar dijadikan momentum emas oleh Rasulullah untuk taqarrub kepada Allah SWT.

Selama Ramadhan, Rasulullah benar-benar produktif dalam banyak hal, mulai dari ibadah, muamalah, sampai jihad fi sabilillah. Dalam hal ibadah, beliau tidak pernah melalui malam-malam Ramadhan melainkan dengan ibadah. Siang harinya beliau selalu isi dengan sedekah. Dalam kesempatan jihad, beliau menorehkan kemenangan luar biasa pada saat bulan Ramadhan. Yang pada hakikatnya, semua amalan itu memerlukan kekuatan iman dan kesabaran dalam menjalankannya.

Dengan demikian, target akhir puasa agar kaum Muslimin menjadi pribadi bertakwa benar-benar dapat dicapai dengan baik. Untuk itu, sangat tidak dianjurkan selama Ramadhan seorang Muslim lalai dengan mengedepankan alasan lelah, mengantuk, dan malas. Sebab, hal itu hanya menjadi bukti bahwa ternyata kita belum memahami makna dan tujuan dari Allah menghadiahkan umat Islam keistimewaan bulan Ramadhan. 

Lebih dari itu, mesti dipahami dengan baik bahwa takwa bukanlah konsep abstrak dari aktualisasi iman yang merupakan target final dijalankannya ibadah puasa. Takwa itu menjadikan diri kita gemar bersedekah baik dalam kondisi lapang maupun sempit. Berhenti menjadi pribadi yang gampang marah dan suka memberi maaf alias tidak pendendam, serta gemar dengan segala aktivitas kebaikan yang Allah dan Rasul-Nya ridhai (QS Ali Imran [3]: 133-134).

Di sisi lain, takwa adalah berkata jujur, berkata benar (QS al-Ahzab [33]: 70). Jika puasa masih belum mampu mencegah diri berkata bohong, maka sesungguhnya target dari puasa itu masih amat jauh dari tercapai. Maka, sangat mungkin, puasa yang dilakukan hanya sebatas menahan lapar dan dahaga alias sia-sia.

Mengingat takwa di dalam Islam begitu jelas aplikasinya, maka takwa menjadi induk terbentuknya karakter dalam diri Muslim, yakni hadirnya pengejawantahan nilai-nilai iman dalam perilaku keseharian. Sehingga, identitas sebagai Muslim benar-benar memancar dalam kehidupan. Ditambah dengan puasa, sudah semestinya setiap Muslim menjadi pribadi-pribadi yang berkarakter sebagaimana makna operatif dari takwa itu sendiri.

Oleh karena itu, mari jadikan puasa sebagai bulan perubahan karakter atau penajaman karakter. Sehingga Islam tidak sekadar menjadi identitas, tetapi mewujud dalam realitas. Sabar mengisi Ramadhan dengan amalan-amalan yang Rasulullah teladankan adalah bagian dari proses perubahan karakter itu sendiri.

Oleh: Imam Nawawi

sumber:Republika Online