cara menyikapi atribut bertuliskan kalimat tauhid

Cara Menyikapi Atribut Bertuliskan Kalimat Tauhid

Bagaimana cara menyikapi atribut bertuliskan kalimat tauhid? Apakah boleh digunakan atau bagaimana? Simak penjelasannya pada artikel berikut ini! Semoga bermanfaat.

Cara Menyikapi Atribut Bertuliskan Kalimat Tauhid

Tanya Jawab Grup WA Akhawat Bimbingan Islam

Pertanyaan:

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُه

Afwan,ada titipan pertanyaan dari Sahabat BiAS,

Ustadz, berkaitan dengan banyaknya baju / topi yang bertuliskan kalimat tauhid bagaimana kita menyikapinya? Apakah memang di perbolehkan kita memakai seperti itu?

Jazaakallaahu Khoyron

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

(Disampaikan oleh Admin BiAS)

Jawaban:

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillāh

Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in.

Sebelum kita jawab, perlu ditelusuri dulu apa niat dan latar belakang memakai atribut tauhid itu? sebagai pertanda keimanan? atau untuk syiar islam?

Jika tujuannya sebagai pertanda keimanan, maka tidak perlu. Kenapa? Memakai atribut tauhid tidak menunjukkan level keimanan seseorang, tidak berbanding lurus dengan kualitas keimanan seseorang. Walaupun ia memakai atribut tauhid mulai dari kaos, rompi, syal, sampai topi, tidak akan otomatis membuatnya jadi ahli tauhid. Lebih baik ia buktikan kualitas keimanannya dengan memahami atau mempelajari tentang tauhid dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Adapun jika mengenakan atribut untuk syiar, ini juga tidak perlu. Kenapa? Walaupun disana ada sisi positifnya, namun banyak diantara kita yang masih belum tau batasan-batasannya. Bisa jadi saat ia berusaha mensyiarkannya pada khalayak, yang ada justru merendahkannya.

Sejatinya memakai atribut tauhid dapat mempersempit ruang gerak, atau malah berpotensi melakukan kesalahan. Misal para pemakai atribut tauhid jika akan menunaikan buang hajat, masuk kamar mandi harus dilepas, dan ini tentu saja merepotkan. Kalau sekedar topi mungkin tidak masalah, tapi kalau kaos? Saat sedang jalan ke mall dan butuh ke kamar mandi, maka ia pun harus melepas kaosnya sebelum masuk kamar mandi, repot kan? Dan andai ia terlanjur masuk kamar mandi dengan memakai atribut tauhid ‘Laa Ilaaha Illallah’, tercatat baginya dosa karena merendahkan kalimat tauhid. Karenanya, lebih baik hal ini dihindari.

Apakah lantas dilarang memakai antribut secara mutlak?

Berarti tidak boleh kita pakai atribut tauhid apapun tujuannya? Boleh, tapi harus paham konsekuensinya dan ada hal lain yang harus lebih diprioritaskan. Dan ini harus dipahami bukan dari sisi konsumen atribut tauhid saja, tapi juga produsennya. Ia harus memahami bahwa kalimat tauhid adalah kalimat yang mulia, sebagaimana mulianya Al-Quran. Maka tidak boleh ia meremehkan dan merendahkannya, bahkan terlarang pula baginya untuk melakukan sesuatu yang berpotensi merendahkan kalimat mulia tersebut.

Para ulama telah menjelaskan tentang hal ini,

قال الإما فخر الدين الزيلعي الحنفي رحمه الله : وَيُكْرَهُ كِتَابَةُ الْقُرْآنِ وَأَسْمَاءِ اللَّهِ تَعَالَى على ما يُفْرَشُ ، لِمَا فيه من تَرْكِ التَّعْظِيمِ ، وَكَذَا على الْمَحَارِيبِ وَالْجُدْرَانِ ، لِمَا يُخَافُ من سُقُوطِ الْكِتَابَةِ ، وَكَذَا على الدَّرَاهِمِ وَالدَّنَانِيرِ

Imam Fakhruddin Az-Zaila’i Al-Hanafi rahimahullah berkata, “Dimakruhkan menulis Al-Qur’an dan Nama-nama Allah Ta’ala (lafadz Allah) di sesuatu yang dihamparkan. Karena hal itu termasuk meninggalkan pengagungan terhadapnya (meremehkan atau merendahkan). Begitu juga (menulis) di mihrab dan dinding. Karena dikhawatirkan tulisannya jatuh. Begitu juga di koin dirham dan dinar.” (Tabyinul Haqaiq, 1/58) .

وقال الشيخ محمد بن عليش المالكي رحمه الله : وينبغي حُرمة نقش القرآن ، وأسماء الله تعالى مطلقاً ، لتأديته إلى الامتهان ، وكذا نقشها على الحيطان

Syaikh Muhammad bin Ulaisy Al-Maliky rahimahullah berkata, “Seyogyanya diharamkan mengukir Al-Qur’an dan Nama-nama Allah secara mutlak. Karena bisa menuju penghinaan, begitu juga mengukir di dinding.” (Minahul Jalil, 1/517-518).

Bahkan Imam An-Nawawi rahimahullah yang mewakili pendapat Syafi’iyyah juga mengatakan hal yang sama,

قال الإمام النووي رحمه الله : وتكره كتابته على الجدران عندنا

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Dan dimakruhkan menulisnya di dinding menurut (madzhab) kami.” (At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’an, hal 110)

Cara memuliakan lafal Tauhid adalah dengan mengamalkannya di kehidupan sehari-hari

Nah, jika kalimat mulia seperti Lafal Allah, Kalimat Tauhid, atau bahkan Al-Quran saja tidak dianjurkan untuk diletakkan/ditulis di sembarang tempat karena khawatir adanya potensi diremehkan, apalagi jika mengenakannya. Jangan sampai saat mengenakan pakaian beratribut tauhid namun dibarengi dengan maksiat, dibarengi dengan merokok, dan aktivitas maksiat lainnya. Kecuali jika ia bisa menjaga adab-adabnya dan paham batasan-batasannya. Dan kecuali pula jika itu untuk hal yang sifatnya syiar dan urgent, seperti lafal mulia yang terpampang pada bendera suatu negara (Saudi Arabia), karena memang sifatnya sebagai lambang identitas dan pembeda dengan yang lain, atau pada bendera perang di zaman dahulu. Karena memang tidak ada kita dapati dalam literatur-literatur sejarah, bahwa para sahabat menuliskan lafal tauhid di pakaian mereka, di kain jubah atau gamis mereka. Justru dengan tidak menuliskan dan meletakkan di sembarang tempat itulah yang dikatakan sebagai bentuk pemuliaan lafal tauhid. Sebab para salafus sholeh telah paham, bahwa yang terpenting bukan mengenakan atribut berlafalkan tauhid, tapi memahami, memuliakan, dan mengamalkannya di kehidupan sehari-hari.

Wallahu A’lam

Wabillahittaufiq.

BIMBINGAN ISLAM