Kisah Panjang Pengacara Michael Jackson yang Masuk Islam

Mark Shaffer, seorang pengacara dan jutawan Amerika, memutuskan untuk memeluk Islam pada 17 Oktober 2009 silam. Saat itu, Mark tengah berlibur di Arab Saudi untuk mengunjungi beberapa kota terkenal seperti Riyadh, Abha, Jeddah. Ia berlibur selama 10 hari di Saudi.

Mark adalah seorang jutawan terkenal dan juga seorang pengacara yang terlatih di Los Angeles, yang mengkhususkan diri dalam kasus-kasus hukum perdata. Kasus besar terakhir yang ia tangani ialah kasus penyanyi pop terkenal Amerika, Michael Jackson, sepekan sebelum ia meninggal.

Seorang pemandu wisata yang menemani Mark selama 10 hari di Saudi, Dhawi Ben Nashir, sejak Mark menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Arab Saudi, ia sudah mulai mengajukan pertanyaan tentang Islam dan ibadah shalat. Begitu tiba di Saudi, Mark tinggal di Riyadh selama dua hari. Selama di RIyadh ia sangat tertarik dengan Islam.

Setelah pindah ke Najran, mereka pergi ke Abha dan Al-Ula. Di sana, ketertarikan Mark pada Islam semakin jelas. Terutama, saat mereka pergi ke padang gurun.

“Mark kagum melihat tiga pemuda Saudi yang berada di kelompok kami di Al-Ula, melakukan shalat di hamparan padang pasir yang sangat luas, sebuah panorama yang sangat fantastis,” kata Nashir, dilansir di Saudi Gazette, Ahad (25/3).

Setelah dua hari di Al-Ula, Mark dan Nashir pergi ke Al-Juf. Begitu tiba di Al-Juf, Mark bertanya apakah Nashir bisa memberinya beberapa buku tentang Islam. Nashir kemudian memberikan beberapa buku tentang Islam kepadanya. Menurutnya, Mark membaca semua buku tersebut.

Keesokan paginya, dia meminta Nashir untuk mengajarinya cara melakukan shalat. Nashir kemudian mengajarinya bagaimana beribadah dan melakukan wudhu. Kemudian, Mark bergabung dengan Nashir dan melaksanakan shalat di sampingnya.

“Setelah berdoa, Mark memberi tahu saya bahwa dia merasakan kedamaian di jiwanya,” lanjut Nashir.

Pada Kamis sore, mereka meninggalkan Al-Ula menuju Jeddah. Dikatakan Nashir, Mark tampak sangat serius membaca buku-buku tentang Islam sepanjang perjalanan. Pada Jumat pagi, mereka mengunjungi kota tua Jeddah. Sebelum waktu shalat Jumat mendekat, mereka kembali ke hotel dan Nashir pamit untuk pergi shalat Jumat.

Mark berkata kepada temannya, bahwa ia ingin bergabung dengannya untuk shalat Jumat. Sehingga ia dapat menyaksikan sendiri bagaimana shalat Jumat. Nashir lantas menyambut baik gagasan itu.

Nashir mengatakan, mereka kemudian pergi ke sebuah masjid yang tidak jauh dari hotel tempat mereka tinggal di Jeddah. Karena mereka cukup terlambat, ia dan banyak orang lainnya harus beribadah di luar masjid, karena jumlah jamaahnya yang meluap.

“Saya dapat melihat Mark mengamati orang-orang dalam jamaah, terutama setelah shalat Jumat selesai, ketika semua orang berjabat tangan dan saling berpelukan dengan wajah berseri-seri dan gembira. Mark sangat terkesan dengan apa yang dilihatnya,” ujarnya.

Ketika kembali ke hotel, Mark tiba-tiba mengatakan Nashir bahwa ia ingin menjadi seorang Muslim. Karena itulah, Nashir memintanya untuk mandi terlebih dulu. Setelah Mark mandi, ia membimbingnya mengucapkan syahadat (pernyataan keimanan) dan kemudian Mark shalat dua rakaat. Selanjutnya, Mark mengungkapkan keinginannya untuk mengunjungi Masjidil Haram di Makkah dan melakukan shalat di sana sebelum meninggalkan Arab Saudi.

Untuk memenuhi keinginannya, mereka lantas pergi ke Pusat Dakwah di Jeddah untuk mendapatkan bukti resmi tentang pertaubatannya ke dalam Islam. Sehingga, Mark akan diizinkan memasuki kota Makkah dan Masjidil Haram. Mark kemudian diberi sertifikat sementara tentang mualafnya, dan ia bisa mengunjungi kota suci Makkah.

Setelah Mark menyatakan keyakinan Islamnya, ia memiliki kesempatan untuk mengungkapkan pengalamannya kepada koran Al-Riyadh. Ia mengatakan, bahwa ia tidak dapat mengungkapkan perasaannya saat itu. Namun, ia merasa sedang terlahir kembali dan memulai hidup yang baru.

“Saya sangat senang. Kebahagiaan yang saya rasakan ini tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata, terutama ketika saya mengunjungi Masjidil Haram dan Ka’bah yang mulia,” kata Mark.

Mark pun menceritakan langkah selanjutnya setelah ia masuk Islam. Ia menjelaskan bahwa ia ingin belajar lebih banyak tentang Islam, mempelajari lebih dalam agama Allah (Islam), dan kembali ke Arab Saudi untuk menunaikan ibadah haji. Ia juga mengungkapkan apa yang mendorongnya untuk masuk Islam.

“Saya sudah memiliki informasi tentang Islam, tetapi itu sangat terbatas. Ketika saya mengunjungi Arab Saudi dan secara pribadi menyaksikan orang-orang Muslim di sana, dan melihat bagaimana mereka melakukan shalat, saya merasakan dorongan yang sangat kuat untuk mengetahui lebih banyak tentang Islam. Ketika saya membaca informasi yang benar tentang Islam, saya menjadi yakin bahwa Islam adalah agama haq (kebenaran),” lanjut Mark.

Pada Ahad pagi, 18 Oktober 2009, Mark meninggalkan Bandara King Abdul Aziz Jeddah menuju Amerika. Ketika mengisi formulir imigrasi sebelum meninggalkan Jeddah, Mark menulis Islam sebagai agamanya.

 

REPUBLIKA

Fakta dan Sejarah Mengapa Bulan Rajab Begitu Istimewa

DALAM kalender Islam terdapat beberapa bulan yang dimuliakan. Salah satunya adalah bulan Rajab. Apa artinya bulan Rajab dan apa keistimewaannya?

Seperti dilansir dari AboutIslam, Senin (19/3/2018), dijelaskan bahwa Rajab adalah salah satu Bulan Suci di antara beberapa bulan lain (yaitu Dhul-Qi’dah, Dhul-Hijjah, Muharram, dan Rajab), pada bulan Rajab terjadi peristiwa keajaiban Al Isra ‘dan Al Mi’raj. Peristiwa itu mengingatkan kita untuk melindungi tempat-tempat yang disucikan, yakni di Palestina.

Almarhum cendekiawan Muslim, Sheikh Ahmad Ash-Sharabasi, profesor ilmu kepercayaan dan filosofi Islam di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir menyatakan, Bulan Rajab adalah bulan Arab dan Islam dalam kalender Hijriah. Kata rajab berasal dari kata tarjib, yang dalam bahasa Arab, menunjukkan kemuliaan. Alasan di balik nama ini bagi orang-orang Arab adalah saat yang mulia.

Rajab memiliki keistimewaan, salah satunya adalah bulan yang suci. Rajab disebut juga Rajab Al-Haram yang dalam bahasa Arab artinya Rajab Suci. Disebut demikian karena ini adalah salah satu dari empat Bulan Suci, di mana pada bulan tersebut dilarang menganiaya diri sendiri. Ini sudah menjadi kebiasaan dan praktik tradisional yang dilakukan orang Arab selama berabad-abad.

Ayat dalam Al Qur’an yang merujuk tentang bulan-bulan suci terdapat di Surat At-Tawbah, yang mana Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (QS : At-Tawbah 9:36)

Bulan Suci yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah yang sudah disebutkan sebelumnya, yaitu Dhul-Qi’dah, Dhul-Hijjah, Muharram, dan Rajab. Itulah sebabnya Rasulullah saw bersabda, “Waktu telah kembali ke keadaan semula, yang telah terjadi ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Tahunnya dua belas bulan, empat di antaranya adalah yang suci: Tiga berturut-turut, yaitu Dhul-Qi’dah, Dhul-Hijjah, dan Muharram, dan (yang keempat) Rajab (dari suku) Mudar, yaitu antara Jumada (Thani) dan Sha’ban. (HR : Al-Bukhari dan Muslim)

Bulan Rajab juga disebut Rajab Al-Fard (bahasa Arab artinya Rajab tersendiri) karena bulannya terpisah dari tiga bulan lain yang waktunya berturut-turut, yaitu Dhul-Qi’dah, Dhul-Hijjah dan Muharram. Kemudian 5 bulan setelah itu barulah bulan Rajab.

Rajab juga memiliki nama lain, yaitu Rajab Mudar. Lewat sebuah hadits Rasulullah SAW menjelaskan mengapa disebut demikian, “Dan (yang keempat) Rajab (dari suku) Mudar, yang antara Jumada (Thani) ) dan Sha’ban. (HR : Al-Bukhari dan Muslim).

Maksudnya, Mudar adalah suku di Arab. Dimanai Rajab Mudar karena suku tersebut dulu sangat menghormati bulan ini dan melindungi kesuciannya.

Istilah lain untuk menyebut bulan Rajab adalah Bulan Al-Israa ‘dan Al-Mi`raj. Dikatakan demikian karena Rajab menyaksikan terjadinya Al-Israa ‘dan Al-Mi`raj, perjalanan malam yang istimewa dan kenaikan Nabi ke langit ketika mendapat wahyu dari Allah SWT.

Mengenai perjalanan Isra-Mi’raj, dijelaskan dalam firman Allah SWT di Alquran.

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS : Al-Israa ’17: 1)

Sementara untuk penjelasan Mi’raj, (kenaikan Nabi Muhammad ke langit), dijelaskan dalam surah An-Najm 53:7-18. “Sedang dia berada di ufuk yang tinggi.”

Dari beberapa penjelasn di atas, jelas sudah mengapa bulan Rajab sangat istimewa. Ada peristiwa penting di bulan tersebut, yaitu Isra dan Mi;’raj. Kemudian dimuliakan oleh salah satu suku di Arab, terdapat kebaikan dan keberkahan di dalamnya.

 

OKEZONE.com

Bisikan Setan

“KATAKANLAH: ‘Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. Dari golongan jin dan manusia.” (QS. An-Nas (114]: 1-6)

Dalam surah ini, Allah memerintahkan Nabi Muhammad saw untuk berlindung kepada Allah dari waswas setan. Meski perintah ini ditujukan kepada Nabi Muhammad saw tetapi juga mencakup perintah kepada kita semua, umat manusia. Kita diperintahkan untuk selalu memohon perlindungan kepada Allah Swt dari segala bentuk kejahatan berupa bujuk rayu serta bisikan (waswas) setan.

Di dalam Alquran, kata waswasa dengan beragam bentuknya disebut sebanyak lima kali, yaitu terdapat pada QS. Al-A’raf [7]: 20, QS. Thaha [20]: 120, QS. Qaf [50]: 16, QS. An-Nas [114]: 4 dan 5.

Kata waswasa menurut para ulama tafsir dapat diartikan dengan ucapan yang tersembunyi (al-kalam al-khafi) atau bisikan halus. Adapun pengertian waswasa dalam rangakaian ayat pada surah An-nas di atas adalah bisikan, bujuk rayu, serta tipu daya setan agar manusia ragu kepada Allah, serta melakukan tindak kejahatan berupa maksiat kepada-Nya.

Kata Waswasa ini kemudian diadopsi ke dalam bahasa Indonesia menjadi waswas, yang berarti ragu-ragu, cemas, tidak tenang dan gelisah. Kata ini biasanya digunakan untuk menunjukkan kondisi ketidakmampuan hati untuk melakukan sesuatu, atau keraguan akan sesuatu.

Dalam rangkaian ayat di atas, sosok yang menebarkan benih-benih keraguan melalui bisikan-bisikan halus dalam dada manusia adalah al-Khannas.

Menurut Ath-Thabari dalam tafsirnya, al-Khannas adalah setan yang membisikkan kejahatan ke dalam dada manusia. Dia datang di saat seseorang sedih dan senang. Ketika sedih, setan datang dengan bisikan keraguan akan kekuasaan Allah. Dia membisikkan ke dalam dada manusia agar tidak meyakini takdir Allah. Sedangkan di saat senang setan datang dengan bisikan agar manusia bangga dan sombong atas apa yang didapatnya, sehingga dia melupakan Allah.

Bisikan setan yang demikian halus itu sering kali membuai manusia. Sehingga mereka tidak menyadari bahwa di dalam hatinya telah dipenuhi oleh bisikan dan bujuk rayu setan la’natullah.

Sepasang remaja yang tengah dimabuk asmara, misalnya, maka bisikan halus setan sering kali membuai mereka. Mereka dijanjikan keindahan dan kesenangan. Mereka pun terbuai, hingga akhirnya melakukan tindakan perzinaan. Mereka kelak menyesal setelah menyadari apa yang mereka lakukan.

Seorang pedagang juga tidak luput dari bisikan setan. Setan merayunya untuk melakukan tindak kecurangan dalam proses jual-belinya. Dia janjikan keuntungan yang berlipat-lipat kepad si pedagang asal dia tidak berlaku jujur.

Bahkan, bisikan setan juga menghampiri para ulama. Dia bisikan kepada mereka bahwa ilmu agama yang mereka miliki adalah yang terbaik, sehingga mereka merasa seolah-olah mereka adalah orang yang paling mulia dan paling layak dihormati. Mereka menganggap remeh orang lain yang menurut mereka ilmunya lebih rendah.

Inilah bisikan-bisikan setan yang akan selalu mengintai kita dalam segala kondisi. Maka, marilah kita senantiasa memohon perlindungan kepada Allah Swt agar dijaga dari bisikan-bisikan setan yang terkutuk. [Didi Junaedi]

 

INILAH MOZAIK

Jika Tubuh Ingin Sehat Kurangi Makan

DIRIWAYATKAN dari Abu Burzah bahwa Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya apa yang paling ditakutkan pada diri kalian adalah syahwat berlebihan dalam urusan perut dan kemaluan serta hawa nafsu yang menyesatkan.” (Musnad Ahmad)

Para ulama dan para salaf saleh terdahulu juga mengikuti teladan dan junjungan kita Nabi Muhammad saw. Mereka membiasakan diri untuk tidak berlebihan dalam urusan makan. Sebuah riwayat menuturkan bahwa Hasan al-Bashri berkata, “Hai anak Adam, makanlah untuk memenuhi sebagian kecil perutmu. Isilah sepertiganya dengan minuman, dan sisakanlah sepertiganya untuk bernapas sehingga kau dapat berpikir dengan baik.”

Dan al-Marwadzi menuturkan bahwa Abu Abdullah, atau Ahmad, terlalu memperlihatkan soal rasa lapar dan kefakiran sehingga ia berkata kepadanya, “Apakah seseorang mendapatkan pahala ketika ia mengendalikan syahwat?”

Ia menjawab, “Tentu saja. Aku mendengar Ibn Umar berkata, Aku tidak pernah kenyang selama empat bulan.”

Al-Mawardzi bertanya, “Apakah hati seseorang yang selalu kenyang akan menjadi lembut?”

“Tidak.”

Diceritakan bahwa Ibrahim Ibn Adham berkata, “Barang siapa yang kokoh perutnya, kokoh pula agamanya, barang siapa yang menguasai rasa laparnya, ia akan memiliki akhlak yang baik. Sesungguhnya maksiat kepada Allah jauh dari rasa lapar, dekat kepada rasa kenyang, dan rasa kenyang akan mematikan hati, yang darinya berasal segala rasa senang, sedih, dan tawa.”

Dan diriwayatkan dari Amr Ibn al-Aswad al-Unsi bahwa ia sering kali meninggalkan dan menghindari rasa kenyang karena takut akan kesombongan (diceritakan oleh Abu Nuaim dalam al-Hilyah)

Dan dituturkan dari Utsman Ibn Zaidah bahwa Sufyan al-Tsauri berkata, “Jika kau ingin tubuhmu sehat, dan tidurmu sebentar, kurangilah makan.” (Ibid)

Imam Syafii berkata, “Aku tidak pernah kenyang selama 16 tahun, karena rasa kenyang membebani tubuh, menghilangkan kecerdasan, menimbulkan kantuk, dan melemahkan gairah untuk beribadah.”(Diceritakan oleh al-Baihaqi, Adab al-Syafii)

Abu Ubaidah al-Khawwadh berkata, “Jauhilah rasa kenyang dan cintailah rasa lapar. Jika kau kenyang, kau akan malas dan kemudian tidur. Musuh dengan mudah mendekati dan menyerangmu. Jika kau merasa lapar, kau aman dari ancaman musuh.” [Chairunnisa Dhiee]

 

INILAH MOZAIK

Allah SWT Memaklumi Adam Berbuat Salah, Asalkan…

Allah SWT menciptakan Nabi Adam sebagai sosok yang sempurna. Ciptaan yang dihormati seluruh makhluk Allah keculi iblis, ini memiliki akal, dapat berbicara, dan memahami apapun yang dikatakan kepadanya.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Ketika Allah menciptakan Adam dan meniupkan ruh kepadanya, dia bersin, berkata Alhamdulillah, dan memuji Allah dengan izin-Nya”. Maka Tuhan berfirman kepadanya, “Semoga Allah merahmatimu, wahai Adam. Pergilah kepada para Malaikat itu, sebagian mereka yang sedang duduk”.

Katakanlah, ‘Assalamu’alaikum’. Mereka menjawab, ‘Wa ‘alaikas salam warahmatihi.” Lalu Adam kembali kepada Tuhannya, dan Dia berfirman, “Sesungguhnya itu adalah penghormatanmu dan penghormatan anak-anakmu di antara mereka.” Allah kemudian menjawabnya, “Semoga Allah merahmatimu, wahai adam,”. Hadis ini diriwayatkan Imam Tirmizi di dalam kitab tafsirnya bab surah Muawwidzatain 4/453. Shahih Sunan Tirmidzi 3/137 no 3607.

Besar sekali perhatian Allah kepada Adam AS dan anak cucunya. Karena ketika bersin sekalipun Allah akan memberikan perhatian, perlindungan dan kemuliaan ketika mereka mengucapkan tahmid. Oleh karena itu, Allah SWT memaklumi Adam berbuat salah, asalkan kembali bertobat.

Kemudian Allah memerintahkan Adam untuk mendatangi malaikat dan mengucapkan salam. Seluruh malaikat yang ditemui Adam membalas salam tersebut dengan penghormatan yang lebih baik. Allah kemudian menyampaikan, bahwa ucapan salam tersebut adalah penghormatan bagi Adam dan anak cucunya. Manusia pertama itu telah mampu berjalan, mendengar, berbicara, bersin, mengerti, dan memahami perkataan.

Melihat anak-cucu yang akan hidup

Dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Pada saat menciptakan Adam, Allah mengusap punggungnya, lalu dari punggung itu berjatuhan seluruh jiwa anak cucunya sampai Kiamat. Dan Allah menjadikan di antara kedua mata masing-masing orang kilauan cahaya. Kemudian terjadiah percakapan berikut ini”.

Adam : Siapa mereka?

Allah : Mereka adalah anak cucumu.

Lalu Adam melihat seorang laki-laki dari mereka. Dia mengagumi kilauan cahaya yang memancar di antara kedua matanya.

Adam : Ya Rabbi siapa ini?

Allah : Ini adalah laki-laki dari kalangan umat terakhir dari anak cucumu yang bernama Daud.

Adam : Ya Rabbi, berapa Engkau beri dia umur?

Allah : Enam puluh tahun

Adam : Ya Rabbi, ambil empat puluh tahun umurku untuk Daud.

Allah mengabulkan permintaan itu. Namun, di ujung usianya, Adam berkata kepada malaikat pencabut nyawa, bukankah umur dia masih tersisa empat puluh tahun. Malaikat kemudian mengingatkan, bahwa Adam telah memberikan umur sebanyak itu untuk Daud.

Adam masih tetap mengingkari perbuatannya. Ini merupakan pengingkaran yang diikuti manusia hingga saat ini. Nabi bersabda, “Adam mengingkari, maka anak cucunya pun mengingkari. Adam dijadikan lupa, maka anak cucunya dijadikan lupa; dan Adam berbuat salah, maka anak cucunya berbuat salah.” Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Tirmizi rahimahullah dalam Sunah-nya Kitab Tafsir bab surah Al-A’raf, 4/267.

Adam dikeluarkan dari Surga pun tak lepas dari sifat lupanya atas perintah Allah SWT. “Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat.” (QS:Thaahaa | Ayat: 115). Kisah tersebut Dikisahkan Dosen Fakultas Syariah Universitas Yordania Umar Sulaiman al-Asyqar dalam bukunya Kisah-Kisah Shahih dalam Alquran dan Hadis.

Wafat

Ubay bin Ka’ab pernah menjelaskan bagaimana Nabi Adam wafat. Saat maut datang menjemput Adam, ia berkata kepada anak-anaknya, “Wahai anak-anakku, aku ingin memakan buah surga.” Maka anak-anaknya pun pergi mencarikan buah tersebut.

Namun di tengah perjalanan, mereka disambut oleh para malaikat yang membawa kain kafan, dan wewangian. Selain itu mereka juga membawa kapak, sekop dan pacul. Malaikat pun bertanya kepada anak-anak Adam kemana mereka pergi dan apa yang akan dicari. Anak-anak Adam kemudian menceritakan jika bapaknya sedang sakit dan meminta dicarikan buah surga.

Malaikat yang berwujud manusia pun menyuruh mereka kembali ke rumah karena ajalnya telah tiba. Malaikat maut datang. Istri Adam, Siti Hawa, yang mengenali mereka bersedih. Wanita pertama itu meminta perlindungan dari malaikat maut, tapi Adam mengusirnya dan meminta nyawanya dicabut oleh Malaikat karena dia telah hidup lebih lama dari Hawa.

Lalu malaikat mencabut nyawa Adam pada hari Jumat. Mereka memandikannya, mengkafaninya, memberinya wewangian, menyalatinya, dan menyiapkan kubur. Lalu mereka masuk ke kuburnya dan meletakkan Adam di dalamnya, lalu meletakkan bata di atasnya.

Kemudian mereka keluar dari kuburnya, mereka menimbunnya dengan batu. Mereka keluar dari kubur, lalu menimbunnya dengan tanah. Lalu mereka berkata, “Wahai Bani Adam, ini adalah tuntunan bagi kalian pada orang mati di antara kalian.” (Diriwayatkan oleh Abdullah bin Imam Ahmad dalam Zawaidul Musnad, 5/ 136).

 

KHAZANAH REPUBLIKA

Sosok Pemimpin Amanah

Umar bin Abdul Aziz berdiri di atas mimbar di hari Jumat. Ia kemudian menangis. Ia telah dibaiat umat Islam sebagai pemimpin. Di sekelilingnya terdapat para pemimpin, menteri, ulama, penyair dan panglima pasukan.

Ia berkata, ”Cabutlah pembaiatan kalian!” Mereka menjawab, ”Kami tidak menginginkan selain Anda!” Ia kemudian memangku jabatan itu, sedang ia sendiri membencinya.

Tidak sampai satu minggu kemudian, kondisi tubuhnya sangat lemah dan air mukanya telah berubah. Bahkan ia tidak mempunyai baju kecuali hanya satu. Orang-orang bertanya kepada istrinya tentang apa yang terjadi pada khalifah.

Istrinya menjawab, ”Demi Allah, ia tidak tidur semalaman. Demi Allah, ia beranjak ke tempat tidurnya, membolak-balik tubuhnya seolah tidur di atas bara api, Ia mengatakan, ”Ah, ah, aku memangku urusan umat Muhammad SAW, sedang pada hari Kiamat aku akan dimintai tanggungjawab oleh fakir dan miskin, anak-anak dan para janda.”

Itulah sosok pemimpin yang amat memegang amanah serta tanggung jawab, melebihi apapun. Khalifah Umar justru tidak melihat kesempatan untuk memperkaya diri atau memanfaatkan jabatannya itu, melainkan beban berat yang dipikulnya di hari Kiamat kelak.

Oleh karenanya, sejarah mencatat, selama kepemimpinan nya, sang Khalifah benar-benar bertindak dengan mendahulukan kepentingan umat. Dan hal tersebut juga ditanamkan kepada segenap anggota keluarganya.

 

MOZAIK REPUBLIKA

Menanggalkan Kemewahan

Sebelum menjadi khalifah, Umar bin Abdul Aziz, setiap hari mengganti pakaian lebih dari satu kali. Ia juga memiliki emas dan perak, pembantu dan istana, makanan dan minuman serta segala. Akan tetapi, ketika ia memangku jabatan kekhalifahan, semua kemewahan itu ditinggalkan.

Suatu kali, khalifah Umar bin Abdul Aziz agak terlambat shalat Jumat sehingga banyak orang yang mencelanya. Umar menjawab, ”Maafkan, aku terpaksa menunggu pakaianku yang sedang dicuci sampai kering.” Maslamah bin Abdul Malik menjenguk Umar bin Abdul Aziz yang sedang sakit.

Ia melihat baju yang dipakai khalifah Umar bin Abdul Aziz sedemikian lusuh dan kotornya. Ia kemudian berkata kepada Fatimah, istri Umar yang tak lain adalah juga adik Maslamah bin Abdul Malik. ”Tidakkah kau bisa mencucikan pakaiannya?” Fatimah menjawab, ”Demi Allah, ia tidak memiliki baju selain yang dipakainya itu. Jika aku mencucinya, ia tidak berpakaian lagi.”

Usai shalat isya, biasanya Umar bin Abdul Aziz masuk menemui putri-putrinya dan mengucapkan salam kepada mereka. Suatu malam ia masuk menemui mereka. Begitu merasakan kedatangan Umar, mereka spontan meletakkan tangan mereka pada mulut mereka dan langsung meninggalkan pintu. Umar bertanya pada pembantu wanitanya, ”Ada apa dengan mereka?”

Pembantu wanitanya menjawab, ”Tidak ada yang bisa mereka santap buat makan malam kecuali adas dan bawang. Mereka tidak mau, baunya itu tercium dari mulut mereka.” Umar lantas berkata kepada mereka, ”Hai putri-putriku, apa manfaatnya bagi kalian makan makanan yang enak dan bermacam-macam jika hal itu menyeret ayahmu ke neraka.” Putri-putri Umar itu lalu menangis hingga terdengar keras suaranya, lalu Umar bergegas pergi.

Di Malam Pertama, Istriku ternyata tidak Perawan

PERSOALAN yang kian gampang ditemui dalam keseharian kita, manakala seorang istri ternyata tak lagi perawan manakala dinikahi suaminya. Apa yang harus dilakukan keduanya manakala pernikahan sudah terjadi? Haruskah si istri mengakui sebelum malam pertama?

Pertama, Islam memotivasi kepada siapapun yang pernah melakukan dosa terkait dengan hak Allah, agar merahasiakan dosa itu dan dia selesaikan antara dia dengan Allah. Dia bertobat menyesali perbuatannya, tanpa harus menceritakan dosanya kepada siapapun. Termasuk kepada manusia terdekatnya.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menasihati,

“Siapa yang tertimpa musibah maksiat dengan melakukan perbuatan semacam ini (perbuatan zina), hendaknya dia menyembunyikannya, dengan kerahasiaan yang Allah berikan.” (HR. Malik dalam Al-Muwatha, 3048 dan al-Baihaqi dalam Sunan as-Sughra, 2719).

Karena yang lebih penting dalam pelanggaran ini, bagaimana dia segera bertobat dan memperbaiki diri, tanpa harus mempermalukan dirinya di hadapan orang lain. Karena ini justru menjadi masalah baru.

Imam Ibnu Baz rahimahullah pernah ditanya tentang suami yang menikahi gadis. Di malam pertama, ternyata suami merasa istrinya tidak perawan. Salah satu bagian penjelasan beliau,

Jika istri mengaku bahwa keperawanannya hilang bukan karena hubungan badan, maka suami tidak masalah mempertahankan istrinya. Atau karena hubungan badan, namun sang istri mengaku dia diperkosa atau dipaksa, maka suami tidak masalah mempertahankan istrinya, jika istri sudah mengalami haid sekali setelah kejadian itu sebelum dia menikah.

Atau dia mengaku telah bertobat dan menyesali perbuatannya, dan dia pernah melakukan zina ini ketika dia masih bodoh, dan sekarang sudah bertobat, tidak masalah bagi suami untuk mempertahankannya. Dan tidak selayaknya hal itu disebarluaskan, sebaliknya, selayaknya dirahasiakan. Jika suami yakin sang istri telah jujur dan dia orang baik, bisa dia pertahankan. Jika tidak, suami bisa menceraikannya dengan tetap merahasiakan apa yang dialami istrinya. Tidak membeberkannya yang itu bisa menyebabkan terjadinya fitnah dan keburukan.

Kedua, apabila sebelum menikah suami mempersyaratkan istrinya harus perawan, ternyata setelah menikah sang istri tidak perawan, maka pihak suami berhak untuk membatalkan pernikahan.

Syaikhul Islam menjelaskan,

Apabila salah satu pasangan mengajukan syarat berupa kriteria tertentu kepada calonnya, seperti suami berharta, kecantikan, atau perawan atau semacamnya, maka syarat ini sah. Dan pihak yang mengajukan syarat berhak membatalkan pernikahan ketika syarat itu tidak terpenuhi, menurut riwayat yang lebih kuat dari Imam Ahmad dan pendapat yang kuat dalam Madzhab Syafii, serta itulah yang kuat dari pendapat Imam Malik. (Majmu Fatawa, 29/175).

Bagaimana dengan Mahar?

Jika pembatalan nikah ini sebelum terjadi hubungan badan, maka mahar dikembalikan. Namun jika telah terjadi hubungan, ada rincian:

Jika yang menipu pihak wanita, dia mengaku perawan padahal tidak perawan, maka dia wajib mengembalikan maharnya.
Jika yang menipu pihak wali, atau orang lain yang menjadi perantara baginya, maka dia yang bertanggung jawab mengembalikan maharnya.

Ibnul Qoyim menjelaskan,

Jika pihak suami mengajukan syarat, harus sehat tidak cacat, atau harus cantik, tapi ternyata jelek, atau harus masih muda, tapi ternyata sudah tua keriputan, atau harus putih, tapi ternyata hitam, atau harus perawan, tapi ternyata janda, maka pihak suami berhak membatalkan pernikahan. Jika pembatalan terjadi sebelum hubungan badan, istri tidak berhak mendapat mahar. Jika setelah hubungan, istri berhak mendapat mahar. Sementara tanggungan mengembalikan mahar menjadi tanggung jawab walinya, jika dia yang menipu suami. Namun jika istri yang menipu, gugur hak mahar untuknya (Zadul Maad, 5/163).

Ketiga, apabila sebelum menikah, suami tidak mempersyaratkan istrinya harus perawan, maka dia tidak memiliki hak untuk membatalkan akad.

Ibnul Qoyim menjelaskan kapan seorang suami berhak membatalkan akad nikah, jika sebelumnya dia tidak mempersyaratkan apapun.

Satu riwayat dari Umar radhiyallahu anhu: Wanita tidak dikembalikan (ke ortunya) kecuali karena empat jenis cacat: gila, kusta, lepra, dan penyakit di kemaluan. Riwayat ini tidak saya ketahui sanadnya selain dari Ashbagh, dari Ibnu Wahb, dari Umar. aturan ini berlaku jika pihak suami tidak mengajukan syarat apapun. (Zadul Maad, 5/163).

Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan,

Yang makruf di kalangan ulama, bahwa ketika seorang lelaki menikahi wanita yang dia anggap masih gadis, sementara dia tidak mempersyaratkan harus gadis, maka pihak suami tidak memiliki hak untuk membatalkan pernikahan. Karena kegadisannya bisa saja hilang karena si wanita main-main dengan organ pribadinya, atau karena dia melompat sehingga merobek keperawanannya, atau diperkosa. Selama semua kemungkinan ini ada, pihak suami tidak berhak membatalkan pernikahan, ketika dia menjumpai istrinya tidak perawan.

Namun jika pihak suami mempersyaratkan harus perawan, kemudian ternyata istrinya tidak perawan, maka suami punya pilihan untuk melanjutkan atau membatalkan nikah.

(Liqaat Bab al-Maftuh, volume 67, no. 13).

Demikian pembahasan rincian hukumnya. Hanya saja, kami menasihatkan, agar pihak suami tetap mempertahankan istrinya dan merahasiakan apa yang dialami istrinya, jika dia sudah benar-benar bertobat dengan serius dan istiqamah menjadi wanita yang saleh.

Dan jika anda telah menerimanya, lupakan masa silamnya, dan tidak diungkit lagi, terutama ketika terjadi pertengkaran rumah tangga. Dalam hadis dinyatakan,

“Orang yang telah bertobat dari perbuatan dosa, layaknya orang yang tidak memiliki dosa.” (HR. Ibnu Majah 4250, al-Baihaqi dalam al-Kubro 20561, dan dihasankan al-Albani).

Karena dia sudah bertobat dengan serius, maka dia dianggap seperti orang yang tidak pernah melakukannya.

Sekalipun suami merasa sedih atau bahkan murka, namun ingat, semuanya tidak akan disia-siakan oleh Allah. Kesabarannya atas kesedihannya atau amarahnya akan menghapuskan dosanya. Allahu alam.

 

INILAH MOZAIK

Suara Wanita Termasuk Aurat?

Wanita pernah dianggap sebagai makhluk yang tidak terpandang di beberapa peradaban. Apa yang datang dari wanita dianggap jelek, termasuk suaranya. Perdebatan tentang apakah suara wanita aurat atau tidak seolah tak pernah berhenti. Bagaimana para ulama memandang permasalahan ini?

Menurut Syekh Yusuf Qaradhawi, suara wanita bukan termasuk aurat. Menurut ulama yang saat ini tinggal di Qatar ini, Alquran memperbolehkan laki-laki bertanya kepada istri-istri Nabi SAW dari balik tabir. Allah SWT berfirman, “…apabila kamu meminta suatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri nabi), maka mintalah dari belakang tabir…. ” (QS al-Ahzab: 53).

Permintaan pertanyaan ini sudah tentu memerlukan jawaban dari Ummahatul Mukminin. Mereka juga biasa memberi fatwa kepada orang yang meminta fatwa kepada mereka dan meriwayatkan hadis bagi orang yang ingin mengambil hadis mereka.

Alquran juga mengisahkan anak Nabi Syuaib AS yang berkata kepada Nabi Musa AS. “… Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberi balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami….” (QS al-Qashash: 25). Begitu pula, Alquran menceritakan percakapan antara Nabi Sulaiman AS dan Ratu Bilqis.

Menurut Syekh Qaradhawi, yang dilarang bagi wanita adalah melunakkan pembicaraan untuk menarik laki-laki. Alquran mengistilahkan hal ini dengan al-khudhu bil qaul (memikat dalam berbicara) sebagaimana firman Allah SWT, “Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita lain, jika kamu bertakwa. Maka, janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS al-Ahzab: 32).

Allah SWT melarang wanita melakukan pembicaraan yang khudhu sehingga bisa memikat orang lain yang memiliki penyakit di hatinya. Namun, bukan berarti wanita sama sekali tidak boleh berbicara seperti di ujung ayat ditekankan boleh berbicara, tapi dengan perkataan yang baik.

Fitnah dari suara wanita bisa timbul jika digunakan untuk membangkitkan syahwat lawan jenis yang bukan muhrimnya.

Pendapat senada dikeluarkan oleh Komite Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi. Menurut Lajnah Daimah Arab Saudi, suara wanita bukan termasuk aurat. Pada zaman Rasulullah SAW, kaum wanita terbiasa menyampaikan keluhan mereka dan pertanyaan tentang Islam kepada Nabi.

Hal yang sama juga dilakukan oleh kaum wanita pada zaman Khulafaurrasyidin dan para pemimpin setelah mereka. Kaum wanita juga mengucapkan dan menjawab salam kepada lelaki non-mahram tanpa ada satu ulama Islam pun yang mengingkari hal itu. Namun, mereka tidak boleh gemulai atau terlalu menunduk saat berbicara seperti yang telah diterangkan.

Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah menambahkan tidak ditemukan dalil yang menunjukkan suara wanita itu aurat. Realitas sejarah para sahabat menunjukkan para sahabat laki-laki dan perempuan berinteraksi dengan istri Nabi SAW. Aisyah RA sendiri adalah sahabat kedua yang paling banyak meriwayatkan hadis.

Al-Alusi dalam kitab Ruh al-Ma’ani berpendapat bahwa suara wanita bukanlah termasuk aurat kecuali jika dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah.

Syekh Wahbah Zuhaili dalam Fiqh Al Islami wa Adillatuhu berpendapat bahwa suara wanita menurut jumhur (mayoritas ulama) bukanlah aurat karena para sahabat Nabi mendengarkan suara para istri Nabi SAW untuk mempelajari hukum-hukum agama. Namun, diharamkan mendengarkan suara wanita yang disuarakan dengan melagukan dan mengeraskannya walaupun dalam membaca Alquran dengan sebab khawatir timbul fitnah.

Menjemput Rezeki dengan Banyak Ibadah

SEBAGAI makhluk hidup tentu kita mengharapkan hidup dengan layak dengan rezeki yang berkecukupan tentu dengan rezeki yang berkah. Dan dalam Islam kita diminta berjuang dan bekerja keras mencari rezeki Allah berada di segala penjuru arah.

Rezeki berlimpah tidak didapat hanya dengan usaha atau ikhtiar, terlebih lagi bila kita menginginkan rezeki bisa membawa berkah atau kebaikan dalam hidup kita. Maka dari itu selain dengan usaha atau ikhtiar, rezeki berlimpah dan penuh berkah bisa kita jemput dengan melakukan banyak ibadah sebagai bentuk pendekatan diri pada Illahi. Seperti bunyi sebuah hadis:

“Wahai Bani Adam, luangkanlah waktumu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku penuhi hatimu dengan kekayaan dan Aku penuhi kedua tanganmu dengan rezeki.” (HR Hakim).

Karena pada dasarnya, ibadah dan semua kebaikan yang kita lakukan tentu hanya ingin berharap rida Allah untuk kehidupan kita, sekiranya Allah memberikan kita rezeki yang penuh berkah. Keberkahan yang bukan hanya untuk kita, melainkan juga untuk orang-orang di sekitar kita.

Tapi sesungguhnya, harta dan kenikmatan dalam hidup kita semata hanyalah titipan yang sebenarnya bila kita bisa menyadari, Allah sedang menguji kita dengan semua harta dan kenikmatan tersebut. Kita jangan pernah sampai terlena dengan materi dunia, apalagi bila rezeki tersebut malah menjauhi diri, hati, pikiran juga langkah kita dari-Nya. Sungguh Allah sangat membenci hal tersebut.

“Wahai Bani Adam, jangan menjauh dari-Ku. Sebab jika kalian menjauh dari-Ku, Aku akan memenuhi hatimu dengan kefakiran dan memenuhi kedua tanganmu dengan kesibukan dunia” (HR Hakim)

Naudzubillah, jangan sampai Allah memenuhi kedua tangan kita dengan kesibukan dunia, tanpa sedikit pun mengingat-Nya. Padahal roh dalam diri ini adalah pemberiannya, sangat tidak adil bila kita sombong dengan menomorsatukan urusan dunia di atas segalanya.

Yakinlah, lebih dari rezeki yang kita butuhkan akan Allah berikan, bila kita selalu menomorsatukan-Nya dalam setiap hela napas kita, dalam setiap langkah kita, dalam setiap kedipan mata kita, dan selalu mencintaiNya dalam hati dan jiwa kita. [Chairunnisa Dhiee]

 

INILAH MOZAIK