Menjaga Sikap Tawadhu

“Tiada satu pun karunia yang diperoleh seseorang yang bersikap tawadhu kepada Allah, kecuali Allah meninggikan derajatnya.” (HR Muslim). 

Hadis di atas menjamin ganjaran yang bakal diterima seseorang jika tawadhu. Menghilangkan kesombongan, tinggi hati, merasa hebat, dan segudang penyakit hati lainnya. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan walaupun seberat biji sawi.” (HR Abu Dawud).

Manusia diciptakan untuk beribadah kepada-Nya. Pemahaman yang benar terhadap hal tersebut seharusnya tidak melahirkan orang kaya yang merasa lebih hebat dibanding lainnya. Pejabat merasa lebih terhormat ketimbang rakyat biasa, kiai merasa lebih benar daripada santrinya, atau generasi tua merasa lebih tahu ketimbang yang muda. Hadis di atas seharusnya cukup membuat kita sadar dan takut. 

Shalat, puasa, zakat, haji, dan segudang amal saleh lainnya tidak menjamin kita masuk surga jika di dalam hati kita masih ada setitik kesombongan.Bahkan, pejabat setingkat presiden pun tidak berhak sombong. 

Hal ini dikisahkan dalam hadis riwayat Ibnu Majah. Diceritakan seseorang yang gemetar ketakutan ketika menemui Rasulullah yang dipersepsikan sebagai raja diraja.Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh hina engkau. Sesungguhnya, aku bukanlah seorang raja. Aku hanyalah anak seorang wanita yang memakan dendeng di Makkah.” 

Subhanallah, betapa agungnya ketawadhuan Nabi SAW. Muhammad bin Abdullah yang seorang Nabi, kepala negara, kepala pemerintahan, raja, panglima militer, pengusaha sukses, pendidik, dan manusia yang dijamin masuk surga tidak membuatnya sombong sedikit pun. 

Ketawadhuan beliaulah yang patut diteladani, diikuti, dan ditiru. Seperti telah disebut dalam Alquran surat Alahzab ayat 21, “Sesungguhnya, telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang berharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” 

Marilah membuang jauh-jauh kesombongan dalam menjalani hidup yang singkat ini, seberapa pun hebatnya kita. Karena, sesungguhnya kekayaan, jabatan, ilmu, tubuh yang sempurna, wajah cantik, kecerdasan, dan bahkan anak istri kita adalah milik Allah yang dititipkan pada kita. Sesungguhnya, orang yang berlaku tawadhu zaman sekarang ini sangatlah sedikit. Apakah kita termasuk di antara mereka? 

Sambut Ramadhan dengan Alquran

Yayasan Cinta Quran bekerjasama dengan CIMB Niaga Syariah, Alanabi, dan Royal Indonesia menyelenggarakan acara bertajuk Amazing Quran. CEO dan Founder Cinta Quran Fatih Karim mengatakan, kegiatan ini digelar dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan.

“Ramadhan kan bulan Alquran, Muslim Indonesia ini terbanyak, tapi banyak yang tidak bisa baca Alquran. Padahal umat ini semestinya menunjukkan akhlak Alquran,” kata Ustaz Fatih kepada Republika, Sabtu, (21/5) di Auditorium RRI, Jakarta.

Amazing Quran tahun ini menghadirkan pembawa acara Asep Fakhri, dengan pengisi acara Ustaz Fatih Karim dan Ustaz Abi Makki. Keduanya bercerita tentang penting Alquran dalam kehidupan.

Ustaz Abi Makki mengatakan, Alquran merupakan wahyu yang luar biasa sebab tidak ada perubahan sejak kitab ini diturunkan. Umat Islam hendaknya menghabiskan waktu dengan mempelajari kitab ini. Sebab, Rasulullah mengatakan, orang-orang yang menyibukkan diri dengan Alquran akan mendapatkan penghormatan dari Allah SWT.

Abi Makki menganalogikan, Alquran ibarat makanan bagi jasad. Alquran merupakan asupan bagi ruh yang bersumber langsung dari Allah SWT. Oleh karena itu, upaya menghafal Alquran dijanjikan balasan yang luar biasa dari Allah SWT. “Dengan syahadat ibu-bapak bisa menjadi ahli surga. Dengan bacaan Alquran menunjukkan di mana tingkatan surga kita,” kata dia.

Dalam acara tersebut hadir pula bintang tamu, yaitu Risty Tagor dan Sandrina Malakiano. Keduanya membagikan kisah hijrah mereka menuju Islam. “Agama adalah jalan dan setiap orang akan menemukan tuhannya,” kata Sandrina.

 

sumber: Republika Online

Ketika Anak tak Lagi Beradab

Orang tua adalah guru utama dalam pendidikan adab yang bermula dari penanaman akidah tauhid. Orang tua menjadi imam dalam ibadah dan teladan dalam akhlak (QS [2]:30-32, [31]:12-19).

Nabi SAW menasihati semua orang tua agar peduli akan adab anak-anaknya. “Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah adab mereka.” (HR Ibnu Majah).

Imam al-Bayhaqi meriwayatkan bahwa anak memiliki hak terhadap orang tuanya. “Hak seorang anak atas orang tuanya adalah mendapatkan nama yang baik, pengasuhan yang baik, dan adab yang baik.”

Di Pesantren, ananda Ihza Aulia diajarkan mahfudzat, “Li kulli syai-in ziinatul fi-wara, wa ziinatul mar`i tamaamul adabi” yang artinya setiap sesuatu memiliki perhiasan. Dan, perhiasan seseorang adalah kesempurnaan adabnya.

Pendidikan adab bukan hanya sekadar moral atau etika, melainkan kemampuan mengenal Allah SWT dan Rasulnya. Dr Adian Husaini dalam buku Pendidikan Islam, Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab menjelaskan orang beradab dapat meletakkan sesuatu pada tempatnya sesuai dengan harkat dan martabat yang ditentukan oleh Allah SWT.

Oleh karenanya, tujuan pendidikan Islam melahirkan manusia yang baik. Disebut orang baik jika ia mengenal Tuhan dan mencintai NabiNya, menghormati para ulama, menghargai ilmu, dan mampu menjalankan tugasnya sebagai khalifah di bumi.

Bangsa ini tengah dihadapkan dengan berbagai problem keadaban, khususnya di kalangan anak-anak remaja. Betapa memilukan ketika seorang gadis remaja (17 tahun) di Gorontalo mengajak pacarnya untuk membunuh ayah kandungnya, hanya karena tidak merestui hubungan mereka. 

Sepekan sebelumnya, seorang mahasiswa membunuh dosen di FKIP UMSU Medan karena sering ditegur dan tidak diluluskan jika tidak bersikap baik.

Peristiwa yang paling mengiris-iris hati ketika YY (14 tahun), seorang  murid SMP di Rejang Lebong, Bengkulu, diperkosa dan dibunuh secara biadab oleh 14 remaja. Mereka pecandu minuman tuak (miras) dan film porno.

Para pelaku yang sebagian putus sekolah itu mestinya mendapat hukuman mati atau dikebiri, tapi hanya dijatuhi 10 tahun penjara. Keluarga korban  menanggung derita dan malu sepanjang hayat.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Jawaban sederhana karena pemerintah, lembaga pendidikan dan sosial, serta keluarga belum mampu menjalankan peran dengan baik dan bersinergi dalam pendidikan anak.

Kini, sebagian anak bangsa telah hilang akal sehatnya sehingga mudah melakukan tindakan tak beradab, bahkan melebihi binatang (QS [7]:179, [45]:23).

Sejak dahulu, minuman keras (miras) dan narkoba selalu beririsan dengan perzinaan (pornografi, pemerkosaan, dan pelecehan seksual) yang berujung kekerasan atau pembunuhan.

Manusia beradab  lahir dari pendidikan yang dilandasi ketuhanan, kemanusiaan, kearifan, dan keadilan sosial. Jika semua pemangku kepentingan pendidikan menjalankan perannya, akan lahir anak-anak yang beradab.

Namun, jika salah satunya disfungsi, muncul generasi tak beradab. Pendidikan Islami hadir untuk membangun keluarga terbaik (khair al-usrah) sebagai sekolah pertama (al-madrasah al-uulaa) untuk melahirkan pribadi terbaik (khair al-bariyyah).

Kedua orang tua bertindak sebagai guru sekaligus kurikulum berjalan. Namun, bila tidak didukung oleh sekolah kedua (al-madrasah al-tsaniyah), yakni lembaga pendidikan formal dan sekolah ketiga (al-madrasah al-tsaalitsah), yakni lembaga-lembaga sosial, teman sebaya, media massa, dan publik figur, anak akan galau dan disorientasi.

Ketiga lembaga ini pun akan berdaya jika dikuatkan oleh kebijakan pemerintah sebagai sekolah keempat (al-madarasah ar-raabi’ah) yang berpihak pada kebenaran dan kemaslahatan.

Namun, kita tidak boleh putus asa menghadapi kondisi seburuk apa pun seraya memohon pertolongan kepada Allah SWT agar anak-anak dijaga dari fitnah dan neraka (QS [66]:6). Allahu a’lam bish-shawab. 

 

 

Oleh: Dr Hasan Basri Tanjung MA

sumber: Republika Online

Teknik Bercinta Menurut Syariat Islam

SALAH satu unsur terpenting dari strategi pencapaian faragh (orgasme) adalah pendahuluan atau pemanasan yang dalam bahasa asing disebut foreplay (istiadah). Pemanasan yang cukup dan akurat, menurut para pakar seksologi, akan mempercepat wanita mencapai faragh.

Karena dianggap amat penting, pemanasan sebelum berjima juga diperintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda,

“Janganlah salah seorang di antara kalian menggauli istrinya seperti binatang. Hendaklah ia terlebih dahulu memberikan pendahuluan, yakni ciuman dan cumbu rayu.” (HR. At-Tirmidzi).

Ciuman dalam hadits diatas tentu saja dalam makna yang sebenarnya. Bahkan, Rasulullah diceritakan dalam Sunan Abu Dawud, mencium bibir Aisyah dan mengulum lidahnya. Dua hadits tersebut sekaligus mendudukan ciuman antar suami istri sebagai sebuah kesunahan sebelum berjima.

Ketika Jabir menikahi seorang janda, Rasulullah bertanya kepadanya, “Mengapa engkau tidak menikahi seorang gadis sehingga kalian bisa saling bercanda ria? yang dapat saling mengigit bibir denganmu.” HR. Bukhari (nomor 5079) dan Muslim (II:1087).

Karena itu, pasangan suami istri hendaknya sangat memperhatikan segala unsur yang menyempurnakan fase ciuman. Baik dengan menguasai teknik dan trik berciuman yang baik, maupun kebersihan dan kesehatan organ tubuh yang akan dipakai berciuman. Karena bisa jadi, bukannya menaikkan suhu jima, bau mulut yang tidak segar justru akan menurunkan semangat dan hasrat pasangan.

Sedangkan rayuan yang dimaksud di atas adalah semua ucapan yang dapat memikat pasangan, menambah kemesraan dan merangsang gairah berjima. Dalam istilah fiqih kalimat-kalimat rayuan yang merangsang disebut rafats, yang tentu saja haram diucapkan kepada selain istrinya.

Selain ciuman dan rayuan, unsur penting lain dalam pemanasan adalah sentuhan mesra. Bagi pasangan suami istri, seluruh bagian tubuh adalah obyek yang halal untuk disentuh, termasuk kemaluan. Terlebih jika dimaksudkan sebagai penyemangat jima. Demikian Ibnu Taymiyyah berpendapat.

Syaikh Nashirudin Al-Albani, mengutip perkataan Ibnu Urwah Al-Hanbali dalam kitabnya yang masih berbentuk manuskrip, Al-Kawakbu Ad-Durari,

“Diperbolehkan bagi suami istri untuk melihat dan meraba seluruh lekuk tubuh pasangannya, termasuk kemaluan. Karena kemaluan merupakan bagian tubuh yang boleh dinikmati dalam bercumbu, tentu boleh pula dilihat dan diraba. Diambil dari pandangan Imam Malik dan ulama lainnya.”

Berkat kebesaran Allah, setiap bagian tubuh manusia memiliki kepekaan dan rasa yang berbeda saat disentuh atau dipandangi. Maka, untuk menambah kualitas jima, suami istri diperbolehkan pula menanggalkan seluruh pakaiannya. Dari Aisyah radhiallahu ‘anhum, ia menceritakan, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah dalam satu bejana” (HR. Bukhari dan Muslim).

Untuk mendapatkan hasil sentuhan yang optimal, seyogyanya suami istri mengetahui dengan baik titik-titik yang mudah membangkitkan gairah pasangan masing-masing. Maka diperlukan sebuah komunikasi terbuka dan santai antara pasangan suami istri, untuk menemukan titik-titik tersebut, agar menghasilkan efek yang maksimal saat berjima.

 

 

Sumber: Sutra Ungu, Panduan Berhubungan Intim Dalam Perspektif Islam, karya Abu Umar Basyiir

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2296943/teknik-bercinta-menurut-syariat-islam#sthash.rltjUeRi.dpuf

Memanjangkan Kuku, Penyerupaan Diri dengan Hewan

MEMANJANGKAN kuku seakan menjadi tren tersendiri saat ini, dan hal itu dianggap lumrah. Tidak ada orang yang melarang atau setidaknya memberi pengertian akibat yang timbul akibat memanjangkan kuku, baik itu secara umum atau pun menurut pandangan Islam.

Hal ini akan sering kita jumpai pada kaum perempuan yang semakin banyak memanjangkan kuku. Berdalih ingin terlihat modern, terlihat fashionable, atau apapun itu yang menurut mereka wajar untuk memanjangkan kuku.

Lalu bagaimana pandangan islam tentang memanjangkan kuku?

Diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallaahu ‘Anhu ia berkata: “Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam memberi kami batas waktu untuk menggunting kumis, menggunting kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan, yaitu tidak membiarkannya lebih dari empat puluh hari.” (H.R Ahmad, Muslim dan Nasa’i, lafal hadis di atas adalah lafal hadis riwayat Ahmad)

Tahukah kita bahwa menggunting kuku ternyata termasuk ke dalam perkara fitrah? Begitulah sabda Nabi Muhammad saw: “Perkara fitrah ada lima: Berkhitan, mencukur bulu kemaluan, menggunting kumis, menggunting kuku dan mencabut bulu ketiak.” (H.R Al-Bukhari dan Muslim)

Jadi sangat jelas bahwa tidak ada anjuran dalam Islam untuk memanjangkan kuku. Islam telah mengatur semua hal dalam kehidupan kita dengan begitu jelas, termasuk hal yang sebagian dari kita menganggapnya hal sepele. Padahal hal sepele yang kita lakukan semakin memberatkan timbangan dosa kita.

Jangan, hanya karena ingin terlihat mengikuti perkembangan zaman, kita melakukan sesuatu yang benar-benar sudah dilarang. Ingatlah, memanjangkan kuku malah akan membuat bakteri-bakteri merajalela masuk ke dalam tubuh melalui kuku. Kuku tersebut tersimpan kotoran, dan juga untuk menghindari bentuk penyerupaan diri dengan orang-orang kafir dan hewan-hewan bercakar dan berkuku panjang.

Fatawa Lajnah Daimah V/173 :

Pada hari ini banyak kita jumpai kaum wanita yang menyerupakan dirinya dengan binatang-binatang buas, dengan memanjangkan kuku-kuku mereka kemudian mengecatnya dengan cat-cat kuku berwarna norak. Pemandangan seperti ini sangat buruk dan membuat jengkel hati orang-orang berpikiran sehat dan lurus fitrahnya. Termasuk kebiasaan jelek yang dilakukan sebagian orang pada hari ini adalah membiarkan panjang salah satu kukunya, sudah barang tentu perbuatan semacam itu menyalahi perkara fitrah. Hanya kepada Allah sematalah kita memohon keselamatan dan afiat dan Dia-lah yang menunjuki kepada jalan yang lurus. [sumber Islam QA]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2297502/memanjangkan-kuku-penyerupaan-diri-dengan-hewan#sthash.lYwsay5S.dpuf

Cara Jitu Memotivasi Anak Agar Rajin Sholat

Memiliki anak yang rajin mendirikan sholat tentu sangat menyejukan mata dan hati kita. Ada harapan kelak dia akan terjaga dari akhlak buruk karena sholat insya Allah mampu mencegahnya dari melakukan perbuatan keji dan mungkar.

Kita sudah mengajarinya bacaan dan tata cara sholat, selalu mengajaknya sholat berjamaah di masjid. Kita pun sudah memasukannya ke sekolah yang membiasakan sholat dhuhur berjamaah di masjid sekolah.

Namun, anak kita terlihat masih belum bersegera sholat ketika azan atau iqomah terdengar, masih harus disuruh-suruh. Bahkan, mereka seperti sengaja menunda takbiratul ikhrom sampai sedetik sebelum ruku, masih tengok kanan tengok kiri selama sholat, dan tak jarang sholat sambil ngobrol atau sambil bercanda tertawa cekikikan dengan kawan sebelahnya.

Malah anak laki-laki tak sedikit yang sholat sambil main berantem-beranteman dengan kawannya.

Bagaimana ya cara memotivasi anak-anak itu agar tertib sholatnya? Bagaimanalah bisa khusyu jika tertib saja belum. Berikut ini cara jitu untuk memotivasi mereka, patut dicoba:

1.Ingatkan terus mengenai tujuan sholat
Ajak anak membuka Al-Qur’an Surat Thaha (20) ayat 14 : “Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku, dan dirikanlah shalat, untuk mengingat Aku.”

Setelah salam dan berdoa, cobalah tanyakan pada anak, apakah selama sholat tadi dia ingat kepada Allah? Jika anak menjawab belum, maka berbincanglah dari hati ke hati mengapa dia belum bisa mengingat Allah selama sholat.

Bantu anak melakukan refleksi atas sholatnya, lalu lakukan evaluasi dengan memancing ide anak kira-kira apa yang bisa ia lakukan agar sholat berikutnya lebih bisa mengingat Allah. Tantang dia agar berkomitmen melakukan idenya sendiri. Lakukan terus perbincangan ini dari hati ke hati, minimal sekali dalam sehari. Jika belum juga terlihat hasilnya, bersabarlah tanpa berhenti berusaha.

“Dan perintahkanlah keluargamu untuk shalat dan bersabarlah kamu dalam melakukannya.” (QS Thaha (20) : 132)

 

2.Kenalkan anak dengan karakter Al-Mushollin

Ajak anak membuka Al-Qur’an Surat Al-Ma’arij (70) mulai dari ayat 11 hingga 34. Berikan pengantar seperti bunyi ayat 11 hingga 21, bahwa pada hari kiamat, ada orang yang sangat ingin menebus dirinya dari siksa api neraka, dengan anaknya, atau dengan istrinya, atau dengan saudaranya, atau dengan keluarganya, bahkan kalau perlu dengan semua manusia di bumi. “Biarlah mereka masuk neraka semua, asalkan saya bisa selamat”, begitu kira-kira.

Mereka masuk neraka karena selama hidup di dunia, selalu menyikapi sesuatu tidak pada tempatnya. Jika mereka mendapat kesulitan, mereka selalu berkeluh kesah, menggerutu, ngambek, marah atau memukul. Jika mereka mendapat kebaikan atau kekayaan, mereka pelit bukan main, sombong, atau boros. Apapun yang terjadi, sikap mereka selalu negatif.

Masuk dan beri penekanan pada ayat ke 22 : “Ilaal musholliin, Kecuali orang-orang yang mendirikan sholat (secara berkesinambungan).” Hanya orang-orang yang berkarakter Al-Mushollin yang bisa selamat dari api neraka. Ini karena sholat membuat golongan Al-Mushollin mampu untuk bersikap positif terhadap apapun yang terjadi padanya.

Bantu anak melakukan refleksi, apakah sholatnya selama ini sudah bisa masuk kategori Al-Mushollin atau belum, misalnya : Menurutmu kalau sholatnya sambil bercanda, masuk golongan Al-Mushollin tidak?

Kalau sholat sengaja ditelat-telatin, masuk golongan Al-Mushollin tidak? Buat daftar terperinci tentang sikap sholat anak selama ini, dan tanyakan satu per satu padanya mana yang menurutnya sudah masuk kategori Al-Mushollin dan mana yang belum. Beri tantangan apakah ia ingin masuk golongan Al-Mushollin atau tidak. Jika ingin, bantu ia melakukan evaluasi apa saja yang harus ia perbaiki dari sholatnya.

Selain sholat secara berkesinambungan, ada ciri-ciri lain golongan Al-Mushollin yang disebutkan di ayat 24 hingga 33. Jika saat ini kita baru ingin menekankan sholat, maka ciri lain tersebut bisa kita kenalkan di lain waktu saat kondisinya lebih sesuai. Kita bisa langsung loncat ke ayat 34 : “Dan orang-orang yang memelihara shalatnya.”

Karakter Al-Mushollin yang dikenalkan Allah di surat ini, dibuka dengan sholat (ayat 22) dan ditutup dengan sholat (ayat 34). Beri penekanan pada anak, bahwa ini menunjukan betapa pentingnya kedudukan sholat dalam agama Islam. Tantang dia untuk mulai sholat dengan tertib, tertib tata caranya dan tertib bacaannya.

 

3. Minta anak selalu sholat di sebelah kita, orang tuanya.

Anak perlu role-model, bahkan dalam urusan sholat. Sangat jarang ada anak yang bisa langsung tertib sholatnya. Semua perlu waktu dan usaha. Rasulullah menyuruh kita mulai mengajarkan dan membiasakan anak sholat di umur 7 tahun, bahkan boleh memukulnya jika sampai usia 10 tahun belum bisa sholat dengan tertib.

Ada rentang waktu 3 tahun di sana, kurang lebih 5475 kali sholat fardhu. Alangkah baiknya jika 5475 kali sholat itu, anak melakukannya dalam pengawasan kita atau orang yang kita percaya. Anak bisa langsung melihat cara kita sholat, untuk kemudian menirunya. Jika ada yang salah dengan sholatnya pun, kita bisa langsung menegurnya seusai sholat.

 

4. Ajarkan anak doa agar istiqomah dalam sholat

Bersamaan dengan usaha kita memotivasi anak, jangan lupa mengajarinya doa Nabi Ibrahim a.s yang sudah terkenal mustajab.

Rabbiij’alnii muqiimash-shalaati wamin dzurrii-yatii, rabbanaa wataqabbal du’aa, Ya Tuhanku, jadikanlah aku orang yang selalu mendirikan shalat, demikian juga anak keturunanku. Ya Tuhanku, perkenankan do’aku.” – (QS. Ibrahim (14) : 40)

Mintalah anak untuk membaca doa ini setiap selesai sholat. Tentu kita sendiri pun harus juga sering-sering membacanya. Wamin dzurrii-yatii, dan demikian pula anak keturunanku.

Mudah-mudahan Allah menumbuhkan dalam jiwa anak kita keinginan untuk sholat dengan tertib secara berkesinambungan, hingga suatu saat bisa mencapai derajat sholat khusyu. Amiin.

 

 

oleh Pida Siswanti,

 sumber:Ummi Online

Kiat-kiat Mengajari Anak Shalat

“Bu, sebentar bu, masih dingin, lagian kan masih panjang waktu shalatnya.”Di rumah lain terdengar, “Ibu nih, lagi seru-serunya diganggu.” Di kamar lain terdengar, “Aku gak mau shalat, bikin capek aja.”

Ungkapan-ungkapan di atas terkadang bahkan mungkin sering kita dengar sebagai orang tua dalam mendidik dan melatih anak-anak kita untuk shalat. Ada yang membantah, ada yang bermalas-malasan, ada yang menunda-nunda, ada pula yang memenuhi panggilan ibunya untuk shalat namun bercanda ria saat shalat.

Di sisi lain, kita dapatkan banyak sekali orang tua yang begitu perhatian dengan pendidikan formal, mendidik mereka mampu membaca, menulis, dan berhitung. Mereka rela mengantar di pagi hari dan menjemput di siang hari. Namun, sedikit sekali dari mereka yang perhatian terhadap pendidikan anak untuk shalat.

Siapakah yang salah? Anak yang bandel ataukah orang tua yang lalai? Dan kapan seharusnya anak dididik dan dilatih shalat? Haruskah menunggu berumur tujuh tahun baru diajari tata cara shalat?

Pertanyaan-pertanyaan ini telah dijelaskan jawabannya oleh Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – dalam sabdanya,

مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ

“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat saat berumur tujuh tahun dan pukulah mereka jika tidak shalat saat berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah mereka dalam tempat tidur.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud II/167)

Dari hadits ini bisa diambil beberapa pelajaran, yaitu :

1. Kewajiban orang tua mendidik anak shalat.

Anak adalah amanah di benak orang tua. Maka, mendidik anak merupakan kewajiban orang tua karena termasuk pelaksanaan amanah. Terlebih khusus mendidik anak untuk shalat, karena ada perintah langsung dari Rasulullah untuk memerintahkan anak shalat. Dalam hadits disebutkan “perintahkanlah”, kalimat ini disebutkan dengan kalimat perintah, dan kalimat perintah menunjukkan wajibnya perkara yang diperintahkan.

Imam asy-Syaukani berkata, “Hadits di atas menunjukkan wajibnya orang tua memerintahkan anaknya untuk shalat …” ( Nailul Authar II / 377)

Syeikh Izzuddin bin Abdus Salam berkata, “Hadits ini adalah perintah untuk para wali bukan perintah untuk anak kecil, karena anak kecil bukan sasaran hadits ini” (Aunul Ma’bud II / 161)

Setelah kita mengenal bahwa mendidik anak untuk shalat merupkan kewajiban orang tua, maka jika ia melalaikan kewajibannya maka ia akan diminta pertanggungjawabannya. Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – bersabda,

“Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap dari kalian bertanggung jawab atas yang ia pimpin, seorang amir adalah pemimpin, dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya, seorang lelaki adalah pemimpin bagi keluarganya, dan ia bertanggung jawab atas keluarganya, seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan anaknya, dan ia bertanggung jawab atas mereka, seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya, maka ia bertanggung jawab atasnya. Ketahuilah setiap dari kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang ia pimpin.” (diriwayatkan oleh Bukhari no 7138 dan Muslim 1829)

Disebutkan dalam hadits ini “seorang lelaki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia bertanggung jawab atas keluarganya”, maksudnya adalah bertanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya terlebih khusus pendidikan agama.

2.Waktu yang tepat.

Setelah mengetahui bahwa mendidik anak untuk shalat merupakan kewajiban orang tua, lalu kapankah orang tua mulai mendidik anaknya untuk shalat?

Perlu diketahui, mendidik anak untuk shalat itu melalui beberapa tahap, yaitu : mengajarkan dan membiasakan anak shalat, memerintahkan anak untuk shalat, dan yang ketiga adalah memukul anak jika enggan atau membangkang saat diperintah untuk shalat.

Tahap pertama, yaitu tahapan mengajarkan dan membiasakan anak shalat harus dilakukan sebelum anak mencapai umur tujuh tahun. Karena saat anak berumur tujuh tahun, ia sudah diperintahkan untuk shalat, bagaimana mungkin anak akan menjalankan shalat jika belum diajari dan dibiasakan shalat sebelumnya?

Di antara perkataan salaf yang mendukung bahwa anak sudah mulai diajari shalat sebelum berumur tujuh tahun adalah perkataan Ibnu Umar, “Nabi – shallallahu ‘alaihi wa sallam – mulai mengajari anak-anak shalat saat mereka bisa membedakan mana kanan mana kiri.”

Jundub bin Tsabit berkata, “Mereka mengajari anak-anak untuk shalat saat mereka bisa berhitung sampai angka dua puluh.”

Kedua atsar ini menjelaskan bahwa mengajari anak shalat dilakukan sebelum anak berusia tujuh tahun, karena usia-usia tersebut anak sudah mampu membedakan mana kanan dan mana kiri dan sudah mampu berhitung sampai angka dua puluh. Anak yang sudah bisa membedakan kanan kiri atau menghitung hingga angka dua puluh tidak harus berusia tujuh tahun.

Selain itu, makna sabda Nabi “perintahkanlah anak-anakmu untuk shalat” secara implisit merupakan perintah kepada orang tua untuk mengajari anak-anak shalat, termasuk rukun-rukun shalat, syarat-syarat sah shalat, dan lain sebagainya.

Adapun waktu untuk memerintahkan anak shalat adalah saat anak berusia tujuh tahun. Karenanya, Imam Abu Dawud membuat bab khusus dalam kitabnya “Bab kapan anak diperintahkan untuk shalat” lalu menyebutkan hadits di atas. Perlu dipahami, bahwa memerintahkan anak untuk shalat saat mereka berusia tujuh tahun bukanlah perintah bersifat wajib, namun perintah untuk membiasakan anak shalat.

Imam asy-Syaukani menyebutkan dalam Nailul Authar, “Bab diperintahkannya anak kecil untuk shalat sebagai pembiasaan bukan pengharusan”.

Mengapa harus usia tujuh tahun, di antara hikmahnya adalah:

Anak usia tujuh tahun sudah mulai meluas lingkungan bermainnya dan pengetahuannya, maka harus diimbangi dengan lingkungan agamis dan pengetahuan islami.

Masa-masa paling bagus bagi anak belajar segala macam ketrampilan, maka jika ia telah terampil menjalankan shalat, niscaya ia akan menjaga shalatnya saat telah tumbuh dewasa.

Anak usia tujuh tahun telah bisa membedakan, dan ia selalu melakukan perbuatan yang diperintahkan orang tuanya untuk mendapatkan pujian dan sanjungan dari orang tuanya, sehingga jika diperintahkan untuk shalat niscaya ia segera memenuhinya. Berbeda saat anak telah berusia sebelas tahun, maka memenuhi perintah orang tua tanpa ada perdebatan dulu merupakan sifat kekanak-kanakan menurut mereka. Dan jika anak telah tumbuh dewasa, maka jika ia bisa membantah perintah kedua orang tua biasanya ia akan merasa bahwa dirinya telah dewasa.

3. Boleh memukulnya.

Setelah orang tua mengajari anak tata cara shalat secara bertahap dan mengajaknya melaksanakan shalat, maka orang tua juga harus memerintahkan anaknya saat usia tujuh tahun dengan memberi motivasi dan ajakan yang baik agar anak terbiasa shalat. Kemudian saat anak usia sepuluh tahun, maka ia diperintahkan dengan perintah yang bersifat wajib, agar anak mau mengerjakan shalat. Jika anak enggan atau tidak memenuhi seruan orang tua, maka orang tua boleh memberikan pukulan mendidik yang bisa membuat mereka jera dan tidak menyakiti.

Perlu diperhatikan di sini, memukul adalah cara terakhir untuk mendidik anak. Maksudnya, sebelum memukul harus menempuh cara-cara lainnya terlebih dahulu, seperti menasihati, kemudian memperingatkan dengan keras, memberi ancaman hukuman jika memang anak termasuk orang yang jera hanya dengan ancaman. Jika ketiga cara ini tidak mempan, barulah ia memukul anaknya.

Tentunya, saat memukul harus memerhatikan beberapa hal sebagai berikut:

Tidak lebih dari sepuluh kali, karena tujuan memukul adalah mendidik bukan menyakiti.

Hal ini sesuai sabda rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam -,

لاَ يُجْلَدُ فَوْقَ عَشْرِ جَلَدَاتٍ إِلاَّ فِى حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّه

“Tidak boleh memukul lebih dari sepuluh kali kecuali dalam hukuman pasti dari hukuman-hukuman yang Allah tentukan.” (Diriwayatkan oleh Bukhari no 6848)

Tidak memukul wajah, karena di wajah terdapat mata, hidung, mulut, lisan, dan bagian-bagian vital lainnya. Sehingga jika salah satu dari bagian ini cidera atau terganggu maka akan hilang fungsi vital dari organ tersebut.

Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – bersabda,

إِذَا ضَرَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَجْتَنِبِ الْوَجْهَ

“Apabila salah seorang di antara kalian hendak memukul, hendaklah ia menjauhi wajah.” (Diriwayatkan oleh Ahmad no. 7552)

Tidak memukul pada anggota tubuh yang vital dan membahayakan, seperti kemaluan, perut dan yang semisalnya.

Tidak memukul saat emosi dan marah. Karena marah hanya akan menyeret pelakunya kepada kebrutalan. Sehingga ia tidak bisa mengendalikan dirinya.

Jika orang tua memukul anaknya sesuai ketentuan-ketentuan di atas, maka hal ini diperbolehkan dan ia tidak berdosa. Adapun memukul anak dengan pukulan yang kelewat batas, maka ia berdosa. Hendaklah ia selalu ingat sabda rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam -,

إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِى عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعْطِى عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لاَ يُعْطِى عَلَى مَا سِوَاه

“Sesungguhnya Allah maka lembut dan menyukai kelembutan, Allah memberikan manfaat atas kelembutan dengan manfaat yang tidak diberikan atas kekerasan dan tidak diberikan kepada yang lainnya pula.” (Diriwayatkan oleh Muslim no 6766)

Demikianlah, sedikit pelajaran yang bisa kita petik dari sabda nabi – shallallahu ‘alaihi wa sallam – tentang cara mendidik anak untuk shalat, semoga Allah mengaruniakan kepada kita anak-anak yang shalih dan shalihah yang akan menjadi penyejuk mata kedua orang tuanya. Wallahu a’lam.(***)

 

Oleh : Abu Rufaid Agus Suseno, Lc

Sumber: Rubrik Fikih Keluarga, Majalah Sakinah, Vol. 11 No. 7

dikutip dari Majalah Sakinah

BPIH dalam Rupiah Dinilai Untungkan Jamaah

Pelunasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahap pertama sudah dimulai Kamis (19/5). Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pelunasan BPIH tahun ini menggunakan mata uang rupiah, bukan lagi dolar AS.

Kepala Cabang Pembantu BNI Syariah, Tebet, Jakarta Selatan, Rachmat Basuki menilai, penggunaan mata uang rupiah dalam pelunasan BPIH menguntungkan calon jamaah haji (calhaj). “Lebih nyaman kurs rupiah karena ada angka kepastian,” ujar Rachmat yang ikut memantau pelunasan BPIH di BNI Syariah, Tebet, Kamis (19/5).

Pada musim-musim haji sebelumnya ketika pelunasan BPIH menggunakan dolar AS, jelas dia, banyak calhaj yang menunggu kurs dolar AS turun sebelum melunasi BPIH.

Hal senada dikatakan Pengganti Sementara General Operational Manager Kantor Cabang BNI Syariah Bendungan Hilir, Retno. Menurut dia, penggunaan mata uang rupiah dalam pelunasan BPIH  memudahkan pelayanan. Jamaah pun mendapat kepastian angka pelunasan.

Berkat penggunaan rupiah, lanjut Retno, calhaj tidak lagi harus menunggu pukul 10.00 WIB untuk melunasi BPIH seperti terjadi tahun-tahun sebelumnya. Kala itu, calhaj memilih menanti perkembangan harga kurs dolar AS terlebih dahulu sebelum melunasi BPIH. “Tahun ini mulai jam delapan sudah bisa langsung bayar,” katanya menerangkan.

Pantauan Republika di sejumlah bank penerima setoran (BPS) BPIH, suasana pelunasan tahap pertama masih relatif sepi. Belum banyak calhaj yang melunasi BPIH. Di Bank Muamalat Cabang Matraman, Jakarta, misalnya, belum ada satupun calhaj yang melakukan pelunasan.

Begitu pula di Kantor Cabang Pembantu (KCP) BNI Syariah Tebet. “Kalau di sini ada dua orang yang masuk list tahun ini,” ujar Customer Service KCP BNI Syariah Tebet Hanita Annisa.

Di KCP BRI Syariah Tebet Timur juga belum banyak yang melunasi BPIH pada hari pertama. Sedangkan di Kantor Cabang BNI Syariah Bendungan Hilir, baru enam calhaj yang melakukan pelunasan.

Menurut Pengganti Sementara General Operational Manager Kantor Cabang BNI Syariah Bendungan Hilir, Retno, masih sedikitnya calhaj yang melunasi BPIH karena masa pelunasan baru memasuki hari pertama. “Pelunasan juga dilakukan di delapan cabang pembantu,” katanya.

Pelunasan BPIH tahap pertama akan berlangsung hingga 10 Juni mendatang. Besaran BPIH berbeda-beda tiap embarkasi. Untuk Embarkasi DKI Jakarta, BPIH mencapai Rp 34.127.046. Selain DKI Jakarta, terdapat 11 embarkasi lainnya dengan besaran BPIH berbeda-beda. Embarkasi Aceh sebesar Rp 31.117.461, Medan Rp 31.672.827, dan Batam Rp 32.113.606.

Kemudian Embarkasi Padang sebesar Rp 32.519.099, Palembang Rp 32.537.702, Solo Rp 34.841.414, Surabaya Rp 34.941.414, Banjarmasin Rp 37.583.508, Balikpapan Rp 37.583.508, Makassar Rp 38.905.808, dan Lombok Rp 37.728.961.

 

 

sumber: Republika Online

Di Kabupaten Ini, Guru Dihadiahi Umrah Gratis

Sebanyak delapan orang pendidik yang terdiri dari tenaga guru, kepala sekolah dan pengawas di Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo, akan ikut program ibadah umroh gratis, yang diberikan pemerintah daerah tersebut.

“Mereka terpilih karena berhasil mengukir prestasi selama pengabdiannya di daerah ini,” ujar Bupati Gorontalo Utara, Indra Yasin, Selasa (24/5).

Sejak tahun 2012, pemerintah daerah memprogramkan ibadah umroh gratis sebagai hadiah kepada para tenaga pendidik baik di tingkat SD, SMP dan SMA sederajat, untuk memacu kinerja mereka menyukseskan program pendidikan. Program yang menjadi kebijakan pemerintah daerah tersebut kata Indra, adalah bentuk penghargaan di dunia pendidikan daerah.

“Saya tahu persis, penghasilan tenaga pendidik belum signifikan sehingga apresiasi nyata atas prestasi mereka adalah dalam bentuk ibadah ke tanah suci, sebab diharapkan akan memacu kinerja serta meningkatkan sumber daya guru yang beriman dan bertakwa untuk disalurkan kepada anak didiknya,” ujar Indra.

Para guru tersebut mengikuti seleksi peraih penghargaan guru berdedikasi yang digelar setiap tahun bersamaan dengan peringatan hari Kemerdekaan Republik Indonesia.

Kemudian pelaksanaan ibadah dilakukan pada akhir tahun anggaran atau setiap bulan Desember, bersamaan dengan para peraih penghargaan lainnya, seperti pemanjat kelapa, penggali kubur, buruh cuci pakaian dan guru ngaji.

Indra meyakini, penghargaan tersebut akan berdampak positif pada peningkatan mutu dan kualitas pendidikan di kabupaten ini.

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Gorontalo Utara, Aryati Polapa mengatakan, tahun ini ada 53 orang guru yang ikut seleksi dari seluruh sekolah di 11 kecamatan.

Delapan orang terpilih diharapkan memacu kinerja guru lainnya, untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalitas dalam kegiatan belajar mengajar.

 

Waktu Terbaik Bercinta secara Medis dan Syariat

SECARA umum, jam berapapun suami-istri diperbolehkan Islam untuk “bercinta.” Namun, perlu diperhatikan agar tidak menabrak waktu shalat jamaah sehingga suami ketinggalan shalat jamaah. Selain itu, perlu diperhatikan juga waktu yang tidak kondusif semisal ada anak-anak yang tengah terjaga dan lain-lain.

Secara khusus, ada tiga waktu yang diisyaratkan dalam Al Quran; yakni sebelum Subuh, tengah hari dan setelah Isya.

Allah Subhanahu wa Taala berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum shalat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah shalat Isya. (Itulah) tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain)” (QS. An Nur : 58)

Ayat di atas memang tidak secara tegas menyebut waktu “bercinta” namun dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa para sahabat menyukai saat-saat tersebut untuk “bercinta.”

Malam hari selalu dianggap merupakan waktu yang paling pas untuk berjima. Namun, medis juga mencatat bahwa jika jima dilakukan di pagi hari, banyak manfaat yang bisa didapatkan pasangan suami-istri.

Para peneliti kesehatan mengatakan bahwa orang yang memulai hari mereka dengan berjima akan merasa lebih sehat dan lebih senang daripada mereka yang tidak. “Berjima di pagi hari melepaskan hormon oksitosin yang membuat pasangan merasa lebih mencintai dan lebih dekat seharian,” ujar Debby Herbenick, Ph.D., penulis buku Because It Feels Good.

Sebuah penelitian yang dilakukan di Queens University, Belfast, menyebutkan kalau morning sex juga akan memberikan jantung yang sehat. Tak hanya sekadar menyehatkan, jima pagi hari juga banyak memberikan manfaat lainnya yang menguntungkan bagi hidup Anda.

Berikut beberapa manfaat melakukan jima di pagi hari:

1. Berjima di pagi hari akan meningkatkan sirkulasi darah. Ini tentu baik bagi Anda yang memiliki penyakit darah tinggi. Karena berjima di pagi hari bisa menurunkan tekanan darah.

2. Berjima di pagi hari bisa menurunkan kadar kalori Anda hingga 300 kalori per jam. Ini akan membuat Anda terhindar dari risiko diabetes.

3. Jima di pagi hari mampu mengurangi resiko serangan sakit kepala sebelah (migrain).

4. Jima di pagi hari yang biasanya tanpa persiapan dan tanpa kondom akan membuat Anda lebih bahagia dan mampu menghilangkan depresi.

5. Bagi wanita, morning sex dapat menambah kecantikan kulit dan rambut akan lebih nampak berkilau.

6. Berjima di pagi hari juga bisa meningkatkan sistem imun Anda dengan meningkatkan produksi antibodi IgA dalam tubuh.

7. Jima di pagi hari lebih mengasyikkan karena pria bisa tahan lebih lama setelah mendapatkan waktu istirahat yang cukup pada malam sebelumnya. Tak hanya itu, setelah tidur di malam hari, tingkat testosteron pria akan semakin melonjak dan membuat jima lebih menggairahkan.

8. Berjima di pagi hari akan mengurangi kadar stres dan kecemasan Anda. Jadi, ini adalah hal yang tepat dilakukan untuk membuat Anda bersemangat di pagi hari.

9. Apa lagi cara yang paling hebat untuk menambah energi serta memulai hari Anda selain melakukan jima di pagi hari? [popular-world]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2296947/waktu-terbaik-bercinta-secara-medis-dan-syariat#sthash.sPGfvASZ.dpuf