Perbanyak Dzikir untuk Tingkatkan Emosi Positif

Umat Islam perlu mengelola emosi dengan dzikir.

Pandemi Covid-19 yang melanda dunia menjadi ujian yang perlu dihadapi dengan bijaksana. Virus tersebut bukan hanya menyerang jasmani, namun juga menguji pikiran dan emosi.

Ustazah Aisah Dahlan dalam virtual Zikir Nasional 2021 yang diselenggarakan Republika dengan tema “Terus Membersamai Kebaikan”, Jumat (31/12), memyampaikan pentingnya bagi umat Islam untuk mengelola emosi. Terlebih di dalam kondisi yang masih tegang akibat pandemi Covid-19.

“Kita harus menyadari betapa sangat pentingnya mengelola emosi agar kita dapat menjalani ujian sebaik-baiknya,” kata Ustazah Aisah. 

Bicara emosi, kata dia, di di bagian tengah otak manusia berfungsi sebagai sebuah sistem yang mengatur emosi. Sistem ini mengatur berbagai macam emosi, yang mana para ilmuwan sering menyebutnya sebagai otak mamalia. 

Di dalam otak tengah inilah beragam emosi diatur. Mulai dari emosi negatif seperti marah, prasangka, sombong, dan lainnya. Kemudian ada juga emosi positif seperti damai dan pencerahan. Kedua emosi ini sejatinya menurut dia dapat dikelola. 

Maka sejatinya, kata dia, umat Islam perlu belajar untuk mengelola emosi agar dapat menaikkan level emosinya ke tingkat yang lebih positif. Sebab dalam Islam diketahui bahwa orang yang pandai mengelola emosinya maka dia juga pandai mengelola hawa nafsunya. 

Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai jihad apakah yang paling besar, maka beliau bersabbda, “Jihadunnafsi,”. Yang artinya, “Jihad (memerangi) hawa nafsu,”. 

Ustazah Aisah menyampaikan, salah satu cara untuk dapat menaikkan level emosi ke tingkat yang lebih positif adalah dengan memperbanyak tahlil maupun zikir. “Ternyata dengan menyebut kalimat-kalimat tersebut maka emosi kita naik kembali ke level yang positif, yaifu yang muthmainnah (tenang dan damai),” ujar dia. 

KHAZANAH REPUBLIKA

Pemberlakuan Kembali Jaga Jarak di Arab Saudi Disambut Positif

Pemberlakuan kembali social distancing di Arab Saudi mendapatkan respons positif dari sejumlah asosiasi penyelenggara haji dan umroh di Indonesia.  

Ketua Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) Firman M Nur, menilai langkah ini merupakan bentuk komitmen Pemerintah Arab Saudi terhadap keselamatan dan kesehatan jamaah haji. Untuk itu semua pihak perlu menghormati kebijakan Pemerintah Arab Saudi ini.

“Ini bagian daripada komitmen Pemerintah Saudi Arabia dan khususnya komitmen pengurus masjid haram dan nabawi tentang kepastian menjaga keselamatan dan kesehatan jamaah dalam menunaikan ibadah di dua masjid suci tersebut,” kata Firman saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (30/12).

Firman mengatakan, Amphuri mengapresiasi kebijakan ini, karena bagian dari pada untuk mastikan jamaah bisa selalu melaksanakan ibadah dengan khusyuk, nyaman dan tetap memperhatikan kesehatan para jamaah. Firman berharap kebijakan ini tidak menutup kembali umroh bagi warga negara asing termasuk Indonesia.

“Kita berharap kondisi ini tetap memberi kesempatan kepada jamaah asal Indonesia untuk tetap bisa menunaikan ibadah umrah ke tanah susi,’ katanya.

Firman memastikan, jamaah Indonesia akan selalu mengikuti semua aturan yang telah ditetapkan Pemerintah Arab Saudi dan Indonesia. Hal ini karena jamaah mengetahui aturan tersebut demi keselamatan jamaah.

“Karena Insya Allah jamaah asal indonesia akan selalu patuh dan tunduk serta mengikuti semua ketentuan prosedur yang ada,” katanya.

Firman mengatakan, Amphuri telah mengirim utusan di tim advance untuk memastikan bagaimana tata laksana, prosedur serta ketentuan umroh di masa pandemi. 

Nantinya tim advance ini akan menyampaikan kepada masing-masing jamaahnya bagaimana pelaksanaan ibadah umroh sesuai dengan protokol Covid yang telah ditetap Arab Saudi, dan Kementerian Haji. “Ataupun ketentuan dari penanggung jawab dua masjid suci,” katanya.

Firman memastikan, setelah megirimkan anggotanya, selanjutnya Amphuri akan memberangkatkan pimpinan penyelenggara umroh PPIU anggota Amphuri. 

Tujuannya sama untuk memastikan lagi secara detail, dan  lebih dalam lagi tentang bagaimana ketentuan umroh di masa pandemi bisa dijalankan.

Menurutnya, target pertama dari kebarangkatan ini, agar semua penyelenggara anggota Amphuri yang akan berangkat menunaikan ibadah umroh mengetahui hasil dari uji coba.  

Mereka jadi bisa langsung mengetahui realita di lapangan, untuk kemudian bisa mencatat dan menyampaikannya kepada calon jamaah haji.

“Kami akan melakukan evaluasi bersama kemudian akan kita sosialisasikan kepada calon jamaah ini akan berangkat ke tanah suci,” katanya.

Dengan demikian mudah-mudah jamaah dapat menjalankan ibada haji penuh percaya diri, karena sudah tidak takut lagi akan masalah yang disebabkan pandemi. Untuk itu sosialisasi hasil peninjauan umroh di masa pandemi ini perlu dilakukan.

“Insya allah lebih akan lebih terbangun confident yang baik daripada calon jamaah yang akan berangkat. Karena mereka telah memiliki pengetahuan dan pelayanan yang baik, sehingga ibadah mereka dapat dilaksanakan secara maksimal danmendapatkan umroh maqbul. Insya Allah,” katanya.

Hal senada disampaikan Gabungan Pengusaha Haji dan Umroh Nusantara (Gaphura). “Kita hormati aturan itu,” kata Anggota Pembina Gaphura, Muharom Ahmad, saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (30/12).

Muharom mengatakan, tujuan diberlakukannya kembali jaga jarak di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi itu demi keselamatan dan kesehatan umum. Khususnya bagi jamaah yang melakukan umroh.

“Tujuannya demi keselamatan dan kesehatan umum, termasuk jamaah umrah, baik oleh otoritas di Arab Saudi maupun di Indonesia,” katanya.

Muharom mengingatkan, setiap terjadi bencana, maka embalilah kepada kaidah bahwa di antara tujuan syariat Islam adalah melindungi jiwa manusia. 

Maka pemberlakuan 3 M (mencuci tangan, menggunakan masker dan menjaga jarak) saat menjalani perjalanan dan ibadah umrah patut tetap dilaksanakan. “Bahkan aturan teranyar adalah wajib karantina institusi selama lima hari saat kedatangan di Arab Saudi,” ujarnya.

Muharom berharap, Pemerintah Arab Saudi dan Indonesia setelah habis tahun 2021 merubah kebijakan waktu karantina, dari lima hari menjadi tiga hari. Karena lamanya karantina mempengaruhi minat jamaah berangkat umroh.

“Gaphura berharap semoga setelah pergantian tahun kebijakan karantina ketibaan baik di Arab Saudi maupun Indonesia bisa kembali ke tiga hari. Karena durasi karantina ini yang sangat mempengaruhi minat atau tidaknya jamaah berangkat umroh,” katanya.

Untuk itu kata dia, Gaphur mempertimbangkan keberangkatan jamaah umrah setelah kebijakan kedua pemerintah lebih ringan dalam karantina. Karena hal itu merupakan ukuran manfaat atau mudharatnya perjalanan internasional. “Termasuk perjalanan umroh,” katanya. 

IHRAM

Menyelami Lautan Hikmah Tafakur Alam Semesta

PERNAHKAH membayangkan ketika menempuh perjalanan dari Jakarta ke Surabaya dengan berjalan kaki? Jarak antara kedua kota tersebut 784,2 km.
Begitu jauhnya jarak yang ditempuh dan begitu luasnya Jawa. Padahal luas Pulau Jawa hanyalah 0,025 % dari luasnya Bumi tempat manusia bernaung.

Jika dibandingkan dengan luasnya matahari, yang diameternya 109 kali diameter Bumi, semakin tak terbayang dalam pikiran bagaimana luasnya matahari.

Dalam kajian astronomi, pusat tata surya tersebut termasuk bintang kecil dari miliyaran bintang di galaksi bimasakti. Ada bintang yang jauh lebih besar dibandingkan matahari di galaksi ini yaitu UY Scuti yang diameternya 1.708 kali diameter matahari.

Cahaya bintangnya butuh waktu 5.070,16 tahun cahaya untuk sampai ke bumi, dengan 1 tahun cahaya setara 9,45 triliun tahun. Padahal Bimasakti hanyalah salah satu galaksi dari ratusan miliyar galaksi di alam semesta.

Sejauh ini benda langit terjauh yang bisa diamati dari Bumi adalah berjarak 13,8 miliyar tahun cahaya. Jadi bagaimana posisi manusia di Bumi dibandingkan dengan alam semesta ini? Ya hanya butiran debu yang tak berarti.

Ini baru membahas ukuran alam semesta, belum isi kandungannya. Jangankan membahas isi kandungan bintang-bintang dan benda langit lainnya. Di Bumi saja tak terbilangnya makhluk mati dan hidup yang terhampar di dalamnya, pengkajian dan pembahasannya tak ada habisnya.

Apalagi melihat ukiran alam nan elok baik di pantai, lautan, gunung, ngarai, danau, kawah, kutub dan sebagainya. Jutaan varietas tumbuhan dan hewan dengan berbagai karakteristik dan keunikannya.

Hamparan sumber daya berharga baik di permukaannya maupun di perutnya yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dan keajaiban alam lainnya yang menimbulkan decak kagum.

Mentadaburi ayat cintaNya

Sungguh semuanya terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah SWT yang tak terbantahkan bagi setiap manusia yang berakal sehat. Alam semesta yang luasnya tak bertepi ada dalam genggaman Allah. Pun sama, apa yang ada di langit dan bumi semuanya milik Allah.

Ini telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam ratusan ayat-ayat cintaNya baik dalam Al Quran maupun hadits.

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (Yaitu) orang yang mengingat Allah, sambil berdiri, duduk, atau berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, peliharalah kami dari siksa api neraka.” (QS: Ali ‘Imran ayat: 190-191).

“Sesuatu yang sebenarnya tidak pernah diketahui”. Jawaban dari para astrofisikawan ketika ditanya seberapa luas alam semesta. Kendati dengan teknologi canggih dan perkembangan keilmuan mutakhir, belum ada ilmuwan yang dapat menjelaskan secara pasti ukuran dan asal usul ‘rumah raksasa’ kehidupan dunia.

Namun keberhasilan astrofisikawan mendeteksi secuil noktah alam semesta, mampu membelalakan mata, bahwa begitu dahsyatnya penciptaan alam semesta. Maka ketika mentadaburi Surat Ali ‘Imran ayat 190-191, lisan ini kelu.

Lidah saya tak mampu mengungkapkan indahnya rangkaian kata demi kata dalam ayat-ayat di atas. Menyentuh qalbu bagi hambaNya yang senantiasa berdzikir dan bertafakur. Tak dapat menafikkan kebenaran kalamNya. Semakin menambah keyakinan akan ke Maha AgunganNya.

Rasulullah ﷺ pun tak mampu menahan tangisnya ketika mendengar pertama kali ayat-ayat ini. Sebelum ayat-ayat ini diturunkan, kaum Quraisy dengan berbagai cara mengolok-olok dan menghentikan seruan iman.

Mereka sengaja mendatangi ahlul kitab (Yahudi dan Nashrani) untuk menanyakan tanda-tanda kenabian Musa as dan Isa as. Lantas membandingkan dan merendahkan risalah yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ.

Mereka meminta Rasulullah ﷺ mengubah bukit shafa menjadi emas sebagai bukti kekuasaan Allah SWT dan tanda kerasulan Beliau.

Turunnya ayat-ayat indah di atas merupakan jawaban telak bagi permintaan Quraisy. Apa yang mereka minta tiada artinya dibandingkan dengan kompleksitas penciptaan alam semesta.

Sekaligus membungkam kesesatan jahiliyah mereka. Karena menyekutukan Allah dengan sesuatu yang hakikatnya adalah makhluk ciptaanNya yang lemah, terbatas dan sama sekali tak kuasa menciptakan sesuatu apapun. Sayangnya kekufuran tetap melingkupi mereka, bahkan semakin keras memusuhi dakwah Rasululullah ﷺ dan para shahabat.

Ya ayat-ayat di atas tak akan mampu menyentuh orang yang sombong dengan kekuasaanNya dan menutup qalbunya dari kebenaran. Karena dirinya lebih tertarik pada kenikmatan dunia yang menipu.

Sejatinya jika lautan dijadikan tinta untuk mengurai kesempurnaan ciptaan Allah yang ada di bumi dan langit tak akan pernah cukup. Sekalipun didatangkan lautan berulang-ulang.
Tak ada cela sedikitpun dan tak ada yang sia-sia, karena pasti ada manfaatnya bagi kehidupan. Ini hanya mampu dipahami oleh orang-orang yang ulul albab.

Siapakah Ulul Albab?

Allah SWT menjabarkan karakteristik hambaNya yang berhak menyandang gelar ulul albab dalam ayat-ayat ini. Pertama, orang-orang yang senantiasa berdzikir mengingat Allah baik dalam keadaan berdiri, duduk maupun berbaring. Maksudnya berdzikir tak hanya saat ibadah ritual tapi dalam setiap aktifitas kesehariannya. Tumbuh kesadaran akan hubungan dirinya dengan Allah.

Meyakini bahwa Allah selalu bersamanya, melihatnya dan mendengarnya. Tak ada satu pun yang tersembunyi bagi Allah bahkan apa yang terbersit dalam pikiran dan hatinya.
Sehingga dirinya tak akan berani untuk bermaksiat pada Allah walaupun dalam kesendirian. Ini akan menjadikannya terikat hukum syara’ dimanapun, kapan pun dan dalam kondisi apapun, yang pada gilirannya ketakwaan itu melekat pada dirinya.

Kedua, orang-orang yang senantiasa bertafakur. Maksudnya mengarahkan akalnya untuk merenung, mengamati dan meneliti kebesaran dan keagungan Allah melalui ciptaanNya.

Keteraturan, kesempurnaan dan tak ada kebatilan dalam ciptaanNya, akan menumbuhkan kekaguman pada Sang Khaliq. Menumbuhkan kesadaran bahwa pada setiap ciptaanNya yang tak berakal saja Allah tak pernah bermain-main.

Apatah lagi syari’atNya dalam Al Quran dan hadits untuk mengatur manusia yang berakal. Menumbuhkan ketundukan pada syari’at Allah, karena keyakinan bahwa syari’atNya adalah yang terbaik untuk kemashlahatan manusia baik di dunia maupun akhirat.

Tak mungkin mencela apalagi menghujat syari’atNya, karena itu adalah bentuk kemaksiatan dan pengingkaran imannya. Berupaya menerapkan syari’atNya secara kaffah dalam kehidupan sebagai pembuktian imannya, yang akhirnya mengharap kembali ke pangkuanNya dalam keadaan mendapat rahmat dan ridhaNya serta selamat dari siksa neraka.

Sungguh beruntung orang-orang yang ulul albab, karena mampu mengambil pelajaran dan hikmah dalam kehidupan dengan tuntunanNya, sesuai dengan firman Allah SWT :

يُؤۡتِى الۡحِكۡمَةَ مَنۡ يَّشَآءُ‌‌ ۚ وَمَنۡ يُّؤۡتَ الۡحِكۡمَةَ فَقَدۡ اُوۡتِىَ خَيۡرًا كَثِيۡرًا‌ ؕ وَمَا يَذَّكَّرُ اِلَّاۤ اُولُوا الۡاَلۡبَابِ

Artinya : Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang ulul albab (QS. Al Baqarah ayat 269). Wallahu a’lam bish-shawabi.*/Desti Ritdamaya, praktisi pendidikan

HIDAYATULLAH

Kasus Baru Covid-19 di Saudi Meningkat Tajam, Kini di Atas 700 Orang per Hari

Pada Kamis (30/12), selama 24 jam terakhir tercatat ada 752 infeksi.

Kerajaan Arab Saudi kembali mengumumkan infeksi kasus baru Covid-19 berada di atas angka 700 orang per hari, selama dua hari berturut-turut. Berdasarkan laporan terbaru, Kamis (30/12), selama 24 jam terakhir tercatat ada 752 infeksi.

Sebelumnya, kasus baru Covid-19 di Kerajaan setiap harinya berfluktuasi di sekitar angka 50. Namun, baru-baru ini angkanya meningkat tajam di atas 500-an. Dilansir Saudi Gazette, Jumat (31/12), menurut keterangan Kementerian Kesehatan, satu orang dilaporkan meninggal dunia akibat komplikasi akibat virus tersebut selama 24 jam terakhir.

Penambahan ini menjadikan jumlah total infeksi yang dikonfirmasi di Kerajaan menjadi 555.417 orang, sementara kematian yang disebabkan infeksi virus ini menjadi 8.875 kasus. Di antara kasus aktif yang ada, 49 di antaranya berada dalam kondisi kritis.

Masih menurut kementerian, total 226 orang dilaporlan pulih selama 24 jam terakhir. Hal ini meningkatkan jumlah total orang yang bebas dari virus mematikan itu menjadi 541.614.

Melihat meningkatnya kasus Covid-19 di kerajaan, otoritas setempat memutuskan untuk kembali melakukan pengetatan protokol kesehatan dan pencegahan penularan virus tersebut. Sebuah sumber di Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi mengatakan, kerajaan akan memperkuat pemakaian masker di tempat-tempat umum, termasuk acara-acara di luar ruangan.

Kepresidenan Umum untuk Urusan Dua Masjid Suci juga mengumumkan penggunaan masker dan menjaga jarak fisik wajib dipatuhi jamaah di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Aturan tersebut mulai berlaku pukul 7:00, Kamis (30/12) kemarin.

Dalam sebuah pernyataan, kepresidenan mengatakan mereka memutuskan untuk menerapkan kembali langkah-langkah jarak fisik di antara jamaah tidak hanya saat shalat, tapi juga saat melakukan tawaf (berputar di sekitar Ka’bah). 

KHAZANAH REPUBLIKA

Setiap Akhir Tahun Umat Islam Ribut tentang Hukum Ucapan Selamat Natal dan Tahun Baru?

Ada selentingan atau komentar beberapa orang yang terlihat bijak, padahal sangat tidak bijaksana dan tidak hikmah

Perkataan yang seolah terlihat bijak dan penuh hikmah ditujukan kepada umat Islam seperti berikut

“Kenapa umat Islam setiap tahun meributkan hukum ucapan selamat natal dan tahun baru, padahal biarkan saja mereka seusai dengan keyakinan mereka.”

Kita berikan sanggahan terhadap perkataan ini:

  1. Secara hukum, tidak boleh mengucapkan selamat natal karena terdapat ijma’ ulama tidak bolehnya mengucapkan selamat kepada hari perayaan orang kafir[1] dan terdapat ijma’ ulama tidak boleh merayakan tahun baru orang kafir[2]
  2. Hal ini akan terus kita dakwahkan dan sudah sunnatullah-nya bahwa dakwah itu pasti ada yang menentang dan tidak terima, meskipun dakwah kita selembut kapas metodenya
  3. Dampak dari dakwah ini dan ada yang menolak, bukanlah artinya “meributkan dan membuat gaduh”, tetapi memang demikianlah dakwah sebagaimana dakwah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam yang membuat orang kafir Quraiys tidak terima dan merekapun menganggap  hal ini adalah kegaduhan dan membuat keributan
  4. Apabila seseorang punya prinsip “biarkan sesuai dengan keyakinan”, maka biarkan kami sesuai keyakinan kami menyebarkan apa yang kami yakini. Dakwah itu sederhana, apabila diterima alhamdulillah dan apabila ditolak, kami tidak boleh memaksa, tugas kami hanya menyampaikan dan kita muslim tetap bersaudara.

Mereka yang Membenci Dakwah Islam

Saudaraku yang dirahmati Allah, sudah menjadi sunnatullah bahwa dakwah itu pasti ada yang tidak terima. Sebagaimana para Nabi dan Rasul yang pasti ada yang tidak terima dakwah mereka dan bahkan menjadi musuh para nabi dan rasul.

Allah berfirman,

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا

Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu manusia. (QS. al-An’am: 112)

Setiap dakwah pasti akan memunculkan orang yang tidak terima dan mereka mengangap dakwah adalah membuat keributan dan menggelari dengan gelar yang buruk. Sebagaimana dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dituduh memecah belah kaumnya, memisahkan suami-istri dan menjauhkan tuan dengan budaknya. Padahal dakwah beliau itu menyatukan umat di atas tauhid.

Allah berfirman,

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا

Dan berpegang teguhlah dengan tali Allah secara keseluruhan, dan jangan kalian berpecah-belah.” (Ali ‘Imran: 103).

Tugas kita hanya menyampaikan saja dakwah dan tidak boleh memaksa orang lain untuk percaya dan mengubah paksa keyakinan orang lain.

Sebagaimana firman Allah,

وَمَا عَلَيْنَا إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ

“Dan kewajiban kami tidak lain HANYALAH MENYAMPAIKAN (perintah Allah) dengan jelas.” (QS. Yasin: 17)

Syaikh Abdurrahman As-Sa’diy menjelaskan bahwa tugas kita hanya menyampaikan, apabila diterima maka alhamdulillah, apabila ditolak, maka sudah bukan kewajiban kita (mengubah paksa). Beliau berkata,

وإنما وظيفتنا -التي هي البلاغ المبين- قمنا بها، وبيناها لكم، فإن اهتديتم، فهو حظكم وتوفيقكم، وإن ضللتم، فليس لنا من الأمر شيء.

“Tugas kami hanyalah menyampaikan dengan ilmu yang jelas, kami lakukan dan kami jelaskan bagi kalian. Apabila kalian mendapat hidayah, maka itulah keberuntungan dan taufik bagi kalian. Apabila kalian tetap tersesat, maka tidak ada kewajiban bagi kami lagi (mengubah paksa).” [Lihat Tafsir As-Sa’diy]

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen

Sumber: https://muslim.or.id/53741-setiap-akhir-tahun-umat-islam-ribut-tentang-hukum-ucapan-selamat-natal-dan-tahun-baru.html

Ini Kendala Kedatangan Jamaah Umroh Indonesia

Pemerintah Indonesia untuk pertama kalinya menerbangkan jamaah umroh ke Saudi, setelah sempat ditutup sementara aksesnya. Namun, kedatangan mereka di Kerajaan Saudi sempat mengalami kendala.

Konsul Jenderal Republik Indonesia (Konjen) RI Jeddah Eko Hartono menyebut 25 orang perwakilan dari asosiasi umroh ini harus menjalani karantina selama lima hari. Hal ini tidak sesuai dengan kesepakatan yang telah diambil sebelumnya, bersama Kementerian Haji dan Umrah Saudi.

“Ya, memang ada ganjalan, yaitu semua jamaah harus karantina lima hari, seperti edaran GACA. Ini berarti mereka seperti penumpang umum,” kata dia saat dihubungi Republika, Senin (27/12) malam.

Menurut aturan yang berlaku bagi jamaah umroh yang dikeluarkan Kementerian Haji dan Umrah Saudi, jamaah yang telah divaksin menggunakan empat vaksin yang dipakai Saudi bisa langsung menjalankan ibadah. Namun, jamaah yang divaksinasi selain itu harus menjalani karantina selama tiga hari.

Ia pun menyebut ketentuan tentang jamaah umroh itu tidak dikomunikasikan dengan otoritas bandara Saudi atau GACA sehingga, pihak maskapai penerbangan pun tidak mengetahui kondisi tersebut.

“Ketentuan tentang umroh itu yang tidak dikomunikasikan dengan GACA, sehingga airlines tidak tahu. Mereka tetap patuh GACA. Itu intinya,” lanjut dia.

Pihak KJRI pun disebut telah menyampaikan perihal aturan ini kepada GACA. Mereka disebut akan melakukan komunikasi dengan Kementerian Haji dan Umrah.

Saat rombongan pertama ini tiba, Eko menyebut pengaturan yang ada masih belum disesuaikan mengingat waktu yang sudah dekat. Indonesia pun disebut belum berencana mengirim jamaah lagi, sampai pihak Saudi siap.

“Koordinasi terus kita lakukan. Semoga bisa segera diselesaikan,” ujarnya.

Terakhir, ia menyebut rombongan pertama ini telah menyelesaikan masa karantina mereka selama tiga hari di Jeddah. Pun, kini mereka telah mulai melaksanakan ibadah umrohnya.

IHRAM

Ini Manfaat Muhasabah Akhir Tahun Menurut Imam Besar Istiqlal

Imam Besar Masjid Istiqlal KH Nasaruddin Umar mendukung agenda Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menggelar Muhasabah akhir tahun. Untuk itu sudah sepatutnya umat Islam ikut menyukseskan acara ini.

“Muhasabah untuk bedoa bersama agar covid menghilang, perekonomian bangsa membaik, dan keutuhan bangsa makin kokoh,” kata KH Nasaruddin Umar saat dihubungi Republika, Kamis (30/12).

Sebelumnya, wakil Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Habib Nabiel Al-Musawa mengatakan, Muhasabah akhir tahun MUI bukan untuk merayakan pergantian akhir malam tahun baru. Agenda ini dihelat untuk mengingatkan umat dari agenda yang membuatnya lalai dari mengingat Allah SWT dan Rasulull-Nya.

“Muhasabah setahun Majelis Ulama ini itu tugasnya adalah untuk mengarahkan umat untuk supaya tetap berada di dalam rel yang diridhoi oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam,” kata Habib Nabiel saat dihubungi, Republika, Rabu (29/12).

Menurutnya, pada pergantian tahun baru ini, biasanya banyak masyarakat lupa kepada Allah dan Rasulullah-Nya, karena mereka larut di dalam hiburan-hiburan yang tidak bermanfaat dan menjauhkannya dari ajaran Islam. Biasanya mereka berkumpul melakukan maksiat seperti minum-minuman keras, berzina dan segala macam maksiat dilakukan.

“Nah oleh sebab itu maka walaupun tidak ada sunnahnya ya kita mengadakan Muhasabah akhir tahun miladiyah. Meski muhasabah  ada yang bilang ini bidah, karena di zaman rasul nggak ada itu,” ujarnya.

Habib Nabiel menegaskan, meski Muhasabah akhir tahun ini tidak ada dalilnya, tetapi kegiatan ini penting untuk melawan acara-acara maksiat yang dihelat saat akhir tahun. Menurutnya, jika tida ada kegiatan keagamaan ini, maka umat akan tumpah kepada agenda-agenda maksiat.

“Ini namanya yang disebut dengan daruroh, di mana kondisi ini meminta kepada umat untuk bergerak melakukan suatu yang dapat mengingat kepada Allah dan Rasulullah, kalau kita diam saja di rumah mak terus terbawa kepada hal-hal yang mungkarot,” katanya.

Oleh sebab kata dia, MUI berinisiatif mengadakan Muhasabah di malam tahun baru, bukan untuk merayakan tahun baru, akan tetapi untuk mengarahkan umatnya supaya menghindari agenda-agenda maksiat. Jadi agenda ini diisi oleh tausiyah, dzikir dan doa bersama masyarakat dan para ulama.

“Jadi awal tahun itu diisi dengan hal-hal yang bersifat dzikrilulah, berdoa kepada Allah, tausiyah-tausiyah tentang bagaimana kita untuk supaya dekat sama Allah itu tujuannya,’ katanya.

Habib Nabiel menegaskan, Muhasabah ini bukan untuk mengikuti orang-orang kafir yang menggelar agenda-agenda kemungkaran pada saat malam pergantian tahun baru. Agenda maksiat itu harus dilawan dengan kegiatan yang dapat membawa umat kepada jalan hidayah. 

“Jadi kita sama sekali bukan ikut-ikut sama orang Nasrani, kita tidak melakukan itu. Kalau kta tidak melakukan itu, maka mungkarot yang menang karena mereka memang terus mengadakan berbagai macam acara yang sifatnya melalaikan dan juga membawa kepada hal-hal yang tidak bermanfaat,” katanya.

IHRAM

Maafkan Aku Yaa Allah, Aku Tunanetra (Bag.1): Pulangnya Hati

Ini adalah puing-puing keresahan yang ingin kususun kembali menjadi sebuah risalah kecil penyejuk bagi hati yang telah lama kering oleh gersangnya ambisi dunia.

Hari ini dan hari-hari sebelumnya berjalan seperti biasanya. Seorang remaja yang beranjak dewasa sudah bergegas mencari penghidupan sejak pagi buta mencoba mengais peruntungan di tengah kota. Bergelut dan berjibaku dengan kerasnya era milenial. Berjuang di antara jerat-jerat fitnah syahwat dan syubhat.

Semua orang seperti berpacu dengan waktu. Seakan tidak ada ujung hari tempat ia bersimpuh. Sampai-sampai seorang anak harus berpikir keras mencari waktu luang untuk sekedar menyambangi ibunya.

Ini bukan masalah jarak yang membentang antara sang anak dengan ibunya. Namun masalah jarak yang membentang antara hatinya dengan sang ibu.

Orang tua bisa menempuh jarak ratusan kilo untuk sekedar menuntaskan rasa rindu pada buah hatinya. Namun, belum tentu seorang anak ringan langkahnya menuju peraduan sang ibu yang telah lama menggerus rindu ingin bertemu.

Kalaupun raganya telah pulang, belum tentu hatinya ia bawa pulang juga, untuk merasakan kepingan-kepingan perasaan yang selama ini dipendam oleh orang tuanya. Raga memang sudah di rumah. Namun hati masih di perantauan. Pikiran masih sibuk dengan pekerjaan. Maka, apa arti hadirmu di sini?

Penghidupan seperti apa yang sedang kamu kejar selama ini? Kebahagiaan seperti apa yang selama ini menjadi ambisimu? Padahal dengan berbakti pada orang tua adalah jalan meraih penghidupan yang sesungguhnya.

Allah Ta’ala berfirman,

مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik” (QS. An-Nahl: 97).

Maafkan aku, Yaa Allah Yaa Rahman, kini aku tak punya kemampuan menatap dengan jelas wajah orang tuaku. Aku pun tak bisa melihat derai air mata yang basah kuyub membasahi pipi mereka. Kerut keriput kulit tanda usianya yang telah senja pun tak mampu kupandang.

Maafkan aku yaa Allah yaa Rahiim, langkah kakiku tidak sigap dalam menjejak langkah sehingga aku selalu lambat dalam memenuhi panggilan orang tuaku.

Maafkan aku yaa Allah yaa Ghafar, lemahnya fisikku dan terbatasnya penglihatanku membuatku seakan tidak bisa memberikan bakti yang terbaik pada ayah dan ibuku. Sungguh aku tidak ingin menjadi anak yang celaka. Sebagaimana yang disebutkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,

رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ». قِيلَ مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا ثُمَّ لَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ

“Celaka, sekali lagi celaka, dan sekali lagi celaka orang yang mendapatkan kedua orang tuanya berusia lanjut, salah satunya atau keduanya, tetapi (dengan itu) dia tidak masuk syurga” (HR. Muslim no. 2551).

Kamu yang mebaca risalah ini, dengarkan aku. Jika Allah masih memberikanmu nikmat berupa mata yang awas dan memiliki lapang pandang yang luas tanpa hambatan, dan jika aku punya kesempaatan sesaat untuk meminjam matamu, aku ingin meminjam untuk segera pulang untuk melihat wajah orang tuaku. Menggenggam tangannya dan memeluknya selama mungkin sebelum kamu memintaku mengembalikan nikmat mata ini.

Jangan sampai kamu terlambat menyadari ini. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ﺍﻟْﻮَﺍﻟِﺪُ ﺃَﻭْﺳَﻂُ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏِ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ ﻓَﺈِﻥْ ﺷِﺌْﺖَ ﻓَﺄَﺿِﻊْ ﺫَﻟِﻚَ ﺍﻟْﺒَﺎﺏَ ﺃَﻭِ ﺍﺣْﻔَﻈْﻪُ

“Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Kalian bisa sia-siakan pintu itu, atau kalian bisa menjaganya” (HR. Ahmad, hasan).

(Bersambung)

***

Penulis: Fauzan Harry Saktyawan

Sumber: https://muslim.or.id/71406-maafkan-aku-yaa-allah-aku-tunanetra-bag-1-pulangnya-hati.html

Kisah Keberhasilan Ulama dalam Belajar di Waktu Tua

Para hukama (ahli hikmah) sering mengatakan, “Tetap semangatlah dalam belajar meski tidak engkau pahami. Sebab, kewajibanmu adalah belajar, bukan memahami. Dan, umur bukanlah alasan untuk tetap mengembara sebagai pencari ilmu.” Kata hikmah di atas sangat tepat untuk menggambarkan semangat para ulama-ulama yang akan disebutkan di bawah ini. Mereka benar-benar memiliki semangat tinggi untuk menjadi seorang yang alim dan paham akan ilmu agama. Dan yang menarik, adalah tingkat penguasaannya dalam ilmu di waktu yang cukup tua, tidak sebagaimana biasanya. Berikut beberapa ulama yang belajar di waktu tua.

  1. Imam Ibnu Hazm

Cerita itu bermula ketika mendengar kabar kematian tetangganya, Ibnu Hazm Al-Andalusy segera menuju masjid. Pakaian laiknya orang akan beribadah segera ia kenakan. Sesampainya di masjid, saat itu setelah Ashar, Ibnu Hazm langsung duduk bersimpuh sembari menunggu jenazah datang. Ia kaget bukan kepalang ketika ada seorang dari arah belakang menegurnya. “Jangan duduk. Berdirilah. Waktunya salah tahiyat masjid.” Ibnu Hazm langsung berdiri dan shalat dua rakaat. Jenazah datang dan ritual shalat jenazah dimulai. Rampung salat jenazah, Ibnu Hazm berdiri kembali dan melaksanakan dua rakaat shalat. Mendapati hal itu, seseorang menegurnya kembali, “Duduklah. Sekarang adalah waktu yang diharamkan untuk salat.”

Ibnu Hazm malu bukan kepalang. Hari itu ia merasa menjadi manusia paling bodoh di muka bumi. Pengetahuan agamanya nol besar. Sementara usianya lebih dari seperempat abad. Namun, kejadian memalukan itu tampaknya menjadi cambuk pelecut Ibnu Hazm. Lelaki yang kelak menjadi salah satu penyokong mazhab Ad-Dzahiri ini memulai pengembaraan ilmu di usianya yang tergolong telat.

Jika ulama-ulama besar lain belajar agama sejak kecil, bahkan sejak masih kanak-kanak sudah banyak yang hafal kitab suci, maka tidak demikian yang terjadi pada Ibnu Hazm. Ia telat masuk “sekolah”. Telat belajar bukan berarti otomatis gagal. Ibnu Hazm adalah hujah bahwa usia tidak menjadi penghalang untuk berpeluh dalam belajar. Menurut adz-Dzahabi dalam kitab Siyarul Alam Nubula, terbukti kelak Ibnu Hazm menjadi salah satu ulama prolifik yang menguasai banyak disiplin ilmu.

  1. Syekh Zakaria Al-Anshary

Apa yang dialami Ibnu Hazm An-Andalusy sebelas-dua belas dengan jalan yang ditempuh oleh Syekh Zakaria Al-Anshari. Ulama moncer dari Mazhab Syafi’I ini juga memulai belajar pada usia 26 tahun. Meski telat, ketekunan berhasil menghantarkannya pada altar ilmu sekaligus menjadi ulama papan atas bergelar Syaikhul Islam. Kesungguhan dan ketekunan menjadi dua kata kunci yang mengantarkan mereka menjadi ulama-ulama yang kompeten dan mumpuni di pelbagai disiplin keilmuan.

Kategori telat belajar yang menimpa Ibnu Hazm dan Syekh Zakaria Al-Anshari tergolong masih sedang. Jika mengikuti pola pembagian klasifikasi usia manusia yang dibuat dalam kitab Zaadul Maad, maka keduanya masih termasuk dalam usia muda atau usia produktif. Beda kasus dengan yang terjadi pada Ali bin Hamzah Al-Kisai. Ulama yang terkesan sebagai linguis sekaligus pakar susastra dari Mazhab Kufah ini baru belajar ketika usianya masuk kepala empat. Jika Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul pada usia empat puluh, maka Al-Kisai baru memulai belajar perkara-perkara dasar agama di usia itu. Mirip-mirip dengan yang dilakoni oleh Al-Kisai, Sulaim bin Ayyub Ar Razi juga memulai belajar di usia empat puluh.

Mulai Belajar di Usia 70 Semukabalah dengan jalan yang ditempuh oleh Al-Kisa’I adalah ulama fikih brilian dari Mazhab Syafi’I bernama Al-Qaffal Al-Marwazi. Lelaki yang berprofesi sebagai tukang duplikat kunci ini sampai usia empat puluh tahun hidup dalam kegelapan. Ia tidak mengerti agama sama sekali. Ia hanya sekadar menjalani hidup dan memenuhi kebutuhan. Kerja lembur sering ia lakoni dan banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Belajar di usia yang tergolong sudah matang membuatnya kesulitan. Daya ingat yang sudah mulai menurun diceritakan sempat menjadi penghalang utama yang merontokkan semangat Al-Qaffal.

Namun kegigihan dan ketekunannya serta motivasi dari guru-gurunya berhasil memompa ban kempis semangatnya. Ia menjadi pribadi yang haus ilmu. Ia belajar dari pagi sampai larut. Ketekunannya itulah yang mengantarkannya menjadi pribadi yang cemerlang dan disegani di bidang ilmu fikih kalangan Mazhab Syafi’i. Ia meninggal di usia delapan puluh tahun. Banyak ulama yang mengatakan bahwa Al-Qaffal adalah contoh terbaik bagaimana Tuhan memberikan skenario pencerahan kepada hambanya. Separuh hidupnya ada di dalam kegelapan dan kejahilan, sementara separuh yang lain berhasil dijalaninya dalam gemerlap cahaya yang cemerlang.

Namun, urusan senioritas ketelatan dan mencari ilmu belum ada yang menandingi Sholeh bin Kaisan. Seperti dikisahkan dalam kitab Tadzhibud Tadzhib, lelaki alim ini baru memulai belajar dan mencari ilmu di usia yang jauh meninggalkan batas usia pensiun pegawai. Ia belajar agama pada saat usianya tepat masuk kepala tujuh. Meskipun sangat telat, banyak riwayat menyatakan ketangguhan ingatan Sholeh bin Kaisan dalam menghafal hadis sehingga kerap mengalahkan pewari-perawi lain yang usianya lebih mudah.

Ulama-ulama yang memiliki ketekunan luar biasa hidup tidak berdasarkan angka hitungan usia. Umur diperlakukan sebagai deretan angka semata. Semangat, integritas, dan kesungguhan dalam belajar adalah kunci utama mengapa mereka bisa move on dari kehidupan yang penuh kejahilan ke arah cahaya ilmu pengetahuan. Inilah jalan pencerahan yang dalam bahasa Quraish Shihab disebut dengan At-Tariq Al-Ishraqy atau pencerahan batin.

BINCANG SYARIAH

Alasan Allah Bersumpah dengan Buah Tin dan Zaitun

Surat At-Tin merupakan surat ke 95 dalam runtutan mushaf Al-Quran dengan 5 ayat di dalamnya. Lazimnya seperti ayat-ayat Al-Qur’an yang lain. Di dalam surat At-Tin terdapat banyak “sirr”, rahasia yang hanya dapat ditangkap oleh para ahli tafsir yang mumpuni. Termasuk di dalamnya terkait mengapa di awal surat Allah bersumpah dengan buah Tin dan Zaitun.

Syekh Fakhr ad-Din Ar-Razi dalam “Mafatih Al-Ghaib” Juz 32 menjelaskan ada dua kemungkinan jawaban “mengapa” Allah bersumpah dengan buah Tin dan Zaitun:

Pendapat pertama, yang dimaksud dengan “Tin dan Zaitun” pada ayat tersebut memang nama buah yang masyhur di kalangan bangsa Arab saat itu. Buah Tin, bagi mereka selain merupakan buah yang digunakan sebagai makanan dan mengandung banyak gizi juga digunakan sebagai obat bagi beberapa penyakit.

“Buah Tin merupakan makanan yang lembut dan cepat tercerna oleh tubuh. Ia tidak akan lama menetap di dalam lambung, memiliki bentuk yang lembut, dapat menetralisir lendir hidung, membersihkan ginjal, menghilangkan kotoran dalam tubuh, menggemukkan badan dan membuka limpa yang tertutup. Buah Tin ialah buah yang terbaik” (Mafatih Al-Ghaib 32 Juz hal 8 cet Dar Al-Fikr 1981)

Sama halnya seperti buah Tin, Zaitun merupakan buah yang kaya akan nutrisi. Selain dijadikan lauk pauk ia juga berguna sebagai obat. Sehingga menjadikan keduanya sebagai salah satu yang dijadikan oleh Allah sebagai  sumpah-Nya.

قال المفسرون: التين والزيتون اسم لهذين المأكولين وفيهما هذه المنافع الجليلة. فوجب إجراء اللفظ على الظاهر, والجزم بأن الله تعالى أقسم بهما لما فيهما هذه المصالح والمنافع

“Para ahli tafsir berkata: buah Tin dan Zaitun merupakan nama buah yang kaya akan manfaat. Maka wajib untuk menafsirinya secara dzahir. Dan yang ditetapkan ialah bahwa Allah Ta’ala bersumpah dengan kedua buah ini karena kemanfaatan dan maslahat yang ada di dalamnya”. (Mafatih Al-Ghaib, hal 9).

Pendapat kedua, maksud dari penyebutan “At-Tin dan Az-Zaitun” bukanlah buah yang masyhur di kalangan bangsa Arab, melainkan nama tempat di mana ia tumbuh.

Pertama, Menurut Ibnu Abbas: “keduanya ialah nama gunung yang ada di tanah suci Palestina yang dalam bahasa Suriani disebut dengan gunung “Turi Tinan dan Turi Zaitan”. Di mana keduanya merupakan nama gunung yang menjadi tempat tumbuhnya kedua buah tersebut. Oleh karenanya Allah bersumpah dengan keduanya yang merupakan tempat “tumbuh dan munculnya” para Nabi. Gunung Tin dengan Nabi Isa, Zaitun sebagai tempat kebanyakan Nabi Bani Israil diutus, gunung Tur Nabi Musa dan “Al-Balad Al-Amin”, Mekkah menjadi tempat diutusnya Nabi Muhammad Saw”.

Kedua, Ada juga yang mengatakan maksud dari kedua lafadz tersebut ialah nama masjid yang berada di Damaskus dan Baitul Maqdis karena keduanya merupakan tempat bagi orang Islam beribadah dan melakukan ketaatan.

Ketiga, keduanya merupakan nama daerah di wilayah Damaskus dan Baitul Maqdis. Syahru Ibnu Husyab berkata: “ Tin merupakan nama lain dari Kuffah dab Zaitun adalah Syam”. Sedangkan menurut Ar-Rabi: keduanya merupakan nama gunung yang terletak di antara daerah Hamadan dan Halawan.

Mereka yang berpendapat demikian, karena umat Yahudi, Nasrani, umat Islam dan kaum musyrik Quraisy saat itu menganggap negara-negara tersebut merupakan negara yang agung. Oleh karenanya, Allah bersumpah dengan keduanya agar mereka tahu bahwa Allah menjadikan apa yang mereka agungkan sebagai sumpah-Nya.

Wallahu ‘alam

BINCANG SYARIAH