Bulan Dzul Qo’dah

Asal Penamaan

Secara bahasa, Dzul Qo’dah terdiri dari dua kata: Dzul, yang artinya: Sesuatu yang memiliki dan Al Qo’dah, yang artinya tempat yang diduduki. Bulan ini disebut Dzul Qo’dah, karena pada bulan ini, kebiasaan masyarakat arab duduk (tidak bepergian) di daerahnya dan tidak melakukan perjalanan atau peperangan. (Al Mu’jam Al Wasith, kata: Al Qo’dah).

Bulan ini memiliki nama lain. Diantaranya, orang jahiliyah menyebut bulan ini dengan waranah. Ada juga orang arab yang menyebut bulan ini dengan nama: Al Hawa’. (Al Mu’jam Al Wasith, kata: Waranah atau Al Hawa’).

Hadis Shahih Seputar Bulan Dzul Qa’dah

  1. Dari Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya zaman berputar sebagai mana ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun ada dua belas bulan. Diantaranya ada empat bulan haram (suci), tiga bulan berurutan: Dzul Qo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, kemudian bulan Rajab suku Mudhar, antara Jumadi Tsani dan Sya’ban.” (HR. Al Bukhari & Muslim)
  2. Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan umrah sebanyak empat kali, semuanya di bulan Dzul Qo’dah, kecuali umrah yang dilakukan bersama hajinya. Empat umrah itu adalah umrah Hudaibiyah di bulan Dzul Qo’dah, umrah tahun depan di bulan Dzul Qo’dah, …(HR. Al Bukhari)

Masyarakat Jahiliyah dan Bulan Dzul Qo’dah

Masyarakat arab sangat menghormati bulan-bulan haram, baik di masa jahiliyah maupun di masa islam, termasuk diantaranya bulan Dzul Qo’dah. Di zaman jahiliyah, bulan Dzul Qo’dah merupakan kesempatan untuk berdagang dan memamerkan syair-syair mereka. Mereka mengadakan pasar-pasar tertentu untuk menggelar pertunjukkan pamer syair, pamer kehormatan suku dan golongan, sambil berdagang di sekitar Mekkah, kemudian selanjutnya mereka melaksanakan ibadah haji. Bulan ini menjadi bulan aman bagi semuanya, satu sama lain tidak boleh saling mengganggu. (Khazanatul Adab, 2/272)

Ada beberapa pasar yang mereka gelar di bulan Dzul Qo’dah, diantaranya adalah pasar Ukkadz. Letak pasar ini 10 mil dari Thaif ke arah Nakhlah. Pasar Ukkadz diadakan sejak hari pertama Dzul Qo’dah hingga hari kedua puluh. (Al Mu’jam Al Wasith, kata: Ukkadz) Setelah pasar Ukkadz selesai, mereka menggelar pasar Majinnah di tempat lain. Pasar ini digelar selama 10 hari setelah selesainya pasar Ukkadz. Setelah selesai berdagang dan pamer syair, selanjutnya mereka melaksanakan ibadah haji. (Al Aqdul Farid, 2/299)

***
muslimah.or.id
Penyusun: Ustadz Ammi Nur Baits

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/2410-bulan-dzul-qodah.html

Dzulqa’dah, Bulan Haram yang Kita Lalaikan

Dalam ajaran agama kita ada beberapa bulan haram yang perlu kita ketahui. Maksud bulan haram yaitu bulan ini adalah bulan yang mulia, kita lebih ditekankan menjauhi hal yang haram dan lebih ditekankan melakukan amal kebaikan pada bulan haram.

Allah berfirman mengenai bulan haram,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah menganiaya diri dalam bulan yang empat itu.” [at Taubah/9:36]

Empat bulan tersebut adalah  Muharram, Dzulqa’dah, Dzulhijjah & Rajab, sebagaimana dalam hadits, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

”Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhar yang terletak antara Jumadal (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari & Muslim).

Demikian juga syaikh Abdurrahman As-Sa’diy menjelaskan,

وهي‏:‏ رجب الفرد، وذو القعدة، وذو الحجة، والمحرم، وسميت حرما لزيادة حرمتها، وتحريم القتال فيها‏

“Yaotu bulan Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah & Muharram. Dinamakan bulan Haram karena keharamannya bertambah, diharamkan membunuh pada bulan tersebut.” [Lihat Tafsir As-Sa’diy]

Beberapa ulama menjelaskan mengenai keutamaan bulan Haram. Ibnu Katsir menjlaskan,

ثم اختص من ذلك أربعة أشهر فجعلهن حراما ، وعظم حرماتهن ، وجعل الذنب فيهن أعظم ، والعمل الصالح والأجر أعظم

“Allah mengkhussukan empat bulan tersebut dan menjadikannya bulan haram. Allah jadikan melakukan perbuatan dosa pada saat itu lebih besar, sedangkan beramal shalih diberi pahala lebih besar juga.” [Lihat Tafsir Ibnu Katsir]

Musthafa bin Saad Al-Hambali juga menjleaskan bahwa pahal  dan dosa dilipatgandakan pada waktu mulai dan tempat yang mulia. Beliau berkata,

وتضاعف الحسنة والسيئة بمكان فاضل كمكة والمدينة وبيت المقدس وفي المساجد , وبزمان فاضل كيوم الجمعة , والأشهر الحرم ورمضان

“Kebaikan dan keburukan (dosa) dilipatgandakan pada tempat yang mulia seperti Mekkah, Madinah, Baitul Maqdis dan di masjid. Pada waktu yang mulia seperti hari Jumat, bulan-bulan haram dan Ramadhan.” [Mathalib Ulin Nuha 2/385]

Dzulqa’dah yang kita lalaikan

Keutamaan Dulqa’dah sebagai bulan haram jarang kita sebarkan dan bisa jadi sedikit kaum muslimin yang mengetahuinya. Mengapa demikian? Karena bisa jadi bulan haram lainnya ada beberapa dalil khusus terkait.

Bulan Muharram ada dalil khusus, sebagian berpendapat bulan Muharram adalah bulan terbaik setelah Ramadhan dan ninamakan Syahrullah (Bulan Allah)

Dari Abu Hurairah radhiallahu‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أفضل الصيام بعد رمضان شهر الله المحرم

“Sebaik-baik puasa setelah Ramadlan adalah puasa di bulan Allah, bulan Muharram.” (HR. Muslim)

Hasan Al-Bashri mengatakan,

إن الله افتتح السنة بشهر حرام وختمها بشهر حرام، فليس شهر في السنة بعد شهر رمضان أعظم عند الله من المحرم، وكان يسمى شهر الله الأصم من شدة تحريمه،

“Allah membuka awal tahun dengan bulan haram (Muharram) dan menutup  akhir tahun dengan bulan haram (Dzulhijjah). Tidak ada bulan dalam setahun, setelah bulan Ramadhan, yang lebih mulia di sisi Allah dari pada bulan Muharram. Dulu bulan ini dinamakan Syahrullah Al-Asham (bulan Allah yang sunyi), karena sangat mulianya bulan ini. (Lathaiful Ma’arif, Hal. 34)

Demikian juga dalil khusus bulan Dzulhijjah karena di dalamnya ada ibadah haji yang agung, bahkan salah satu tafsir dari ayat berikut adalah bulan Dzulhijjah

Allah berfirman,

وَالْفَجْرِ. وَلَيَالٍ عَشْرٍ

“Demi fajar. Dan (demi) malam yang sepuluh.” [QS. Al-Fajr: 1-2]

Ibnu Katsir rahimahullah berkata,

والليالي العشر : المراد بها عشر ذي الحجة ، كما قاله ابن عباسٍ وابن الزبير ومُجاهد وغير واحدٍ من السلف والخلف

“Yang dimaksud dengan “malam yang sepuluh” adalah sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Ibnu az-Zubair, Mujahid, dan lainnya dari kalangan kaum Salaf dan Khalaf.[ Tafsir Ibni Katsir VIII/535]

Demikian juga bulan Rajab di mana banyak hadits-hadits tentang bulan Rajab di antaranya ada yang tidak shahih.

Imam Ibn Rajab mengatakan,

فأما الصلاة فلم يصح في شهر رجب صلاة مخصوصة تختص به, والأحاديث المروية في فضل صلاة الرغائب في أول ليلة جمعة من شهر رجب، كذب وباطل لا تصح, وهذه الصلاة بدعة عند جمهور العلماء.

“Tidak terdapat dalil yang shahih yang menyebutkan adanya anjuran shalat khusus di bulan Rajab. Adapun hadis-hadits mengenai keutamaan shalat raghaib di malam Jumat pertama bulan Rajab adalah hadis dusta, bathil, dan tidak shahih. Shalat Raghaib adalah bid’ah menurut mayoritas ulama.” (Lathaiful Ma’arif, Hal. 213)

Demikian semoga bermanfaat. Semoga kita bisa beramal shalih di bulan Dzulqa’dah. Aamiin.

@ Lombok, Pulau Seribu Masjid

Penyusun: Raehanul Bahraen

Sumber: https://muslim.or.id/67158-dzulqadah-bulan-haram-yang-kita-lalaikan.html

Mengenal 4 Bulan Haram Dalam Kalender Islam dan Amalannya

Penanggalan Hijriah atau yang dikenal sebagai kalender Islam terdiri dari dua belas bulan. Di antara dua belas bulan tersebut, empat di antaranya merupakan bulan haram. Empat bulan haram yang dimaksud adalah bulan Zulkaidah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab.

Dinamakan bulan haram karena pada bulan tersebut Allah SWT melarang seluruh hamba-Nya untuk berbuat dosa atau melakukan hal yang dinilai haram menurut syariat Islam. Hal ini telah Allah SWT sampaikan dalam surat At Taubah ayat 36 yang berbunyi:إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ(التوبة : ٣٦)Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan menurut Allah ialah dua belas bulan pada ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”

Menurut Ibnu Abbas, Allah SWT mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram (bulan yang dimuliakan). Jika berbuat dosa di bulan tersebut, dosanya akan lebih besar dibandingkan bulan lainnya. Sebaliknya bila melakukan amal saleh, maka akan diperoleh pahala yang berlipat-lipat. Lantas, amalan apa yang bisa dilakukan selama bulan haram? Berikut ulasan lengkapnya.

Amalan Bulan Haram

Berikut amalan yang dapat dilakukan seseorang ketika bulan haram tiba, di antaranya meliputi:Bulan DzulhijahPada 10 hari awal bulan Dzulhijah, umat Islam dianjurkan untuk melakukan amalan sebanyak-banyaknya dan tidak hanya terpaku pada satu amalan saja. Amalan yang bisa dilakukan di antaranya seperti sholat, sedekah, membaca Alquran, dan amalan saleh lainnya.Bulan MuharamKetika bulan Muharam tiba, umat Islam dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunah. Rasulullah SAW pernah bersabda: “Ketika ditanya oleh seorang sahabatnya tentang sholat, apakah yang lebih utama setelah shalat fardu? Rasulullah menjawab, shalat qiyamulail. Kemudian, sang sahabat bertanya lagi, puasa apa yang paling utama setelah puasa Ramadan? Rasulullah menjawab puasa pada bulan Allah yang diberi nama Muharam.”

Bulan DzulkaidahSedangkan pada bulan Dzulkaidah, masyarakat Arab sangat menghormati bulan ini. Di zaman Jahiliyah, Dzulkaidah merupakan waktu yang tepat untuk berdagang dan memamerkan syair-syair mereka.Mereka membuka pasar-pasar tertentu untuk menggelar pertunjukan syair, sambil berdagang di sekitar Makkah. Bulan Dzulkaidah ditutup dengan melaksanakan ibadah haji secara bersama-sama. Bulan RajabSedangkan Rajab, walaupun termasuk ke dalam bulan haram, tidak ada keutamaan khusus yang dapat diamalkan. Namun, berpuasa pada bulan tersebut, masih samar keutamaan amalannya. Ibu Hajar mengatakan, tidak ada hadis shahih yang menjadi acuan mengenai keutamaan berpuasa pada bulan Rajab. Namun, tidak ada salahnya jika umat Islam tetap ingin berpuasa pada bulan Rajab ini. (VIO)

KUMPARAN

MUI: Umat Islam Indonesia Wajib Vaksinasi Covid-19

Ketua Bidang fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam mengatakan umat Islam Indonesia wajib menjalani vaksinasi Covid-19 untuk mewujudkan kekebalan kelompok atau herd immunity.

“Umat Islam Indonesia tentunya wajib berpartisipasi dalam program vaksinasi Covid-19 yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk mewujudkan kekebalan kelompok dan terbebas dari pandemi Covid-19,” kata Asrorun dalam Konferensi Pers di YouTube FMB9ID_IKP, Jumat (19/3).

Asrorun berharap pemerintah dapat menyediakan vaksin Covid-19 yang halal dan suci agar masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam mau mengikuti program vaksinasi Covid-19.

“Pemerintah harus memastikan vaksin Covid-19 agar bersertifikasi halal guna mewujudkan komitmen pemerintah untuk vaksinasi aman dan halal,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Asrorun menyatakan bahwa vaksin AstraZeneca haram karena mengandung unsur babi. Namun, vaksin AstraZeneca bisa digunakan karena saat ini masih dalam kedaruratan pandemi Covid-19.

Namun jika vaksin Covid-19 yang halal dan suci sudah tersedia dalam jumlah yang aman untuk memenuhi target kekebalan kelompok, vaksin AstraZeneca tidak dianjurkan untuk digunakan karena haram.

Sejauh ini, pemerintah sudah memiliki dua jenis vaksin Covid-19, yakni vaksin Sinovac dan AstraZeneca. Saat ini baru vaksin Sinovac yang telah digunakan ke masyarakat, sementara AstraZeneca baru akan didistribusikan ke sejumlah daerah.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan program penyuntikan vaksin AstraZeneca akan dimulai pekan depan menyusul keputusan BPOM yang telah mencabut penangguhan vaksin AstraZeneca.

“Insyaallah rencananya minggu depan akan kita mulai distribusi dan vaksinasi dengan vaksin AstraZeneca,” kata Budi dalam konferensi pers perpanjangan PPKM Mikro yang disiarkan melalui kanal YouTube Perekonomian, Jumat (19/3).

CNNINDONESIA

Wanita Yahudi yang Meracuni Makanan Rasulullah

DIKISAHKAN bahwa seorang wanita Yahudi bernama Zainab binti Al-Harts, istri Salam bin Misykam menghadiahi Beliau seekor kambing bakar yang telah diberi racun.


Ketika tahu bahwa yang disukai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah bagian paha, maka ia memperbanyak racun di bagian itu.

Setelah Rasulullah menggigit dagingnya, tulang kambing itu memberitahu beliau bahwa ia telah diberi racun, maka beliau memuntahkan daging yang ada di mulutnya.

Rasulullah kemudian mengumpulkan orang-orang Yahudi, lalu berkata, “Apakah kalian akan menjawab jujur jika aku bertanya kepada kalian?”

Mereka menjawab, “Ya.” Beliau berkata, “Apa yang menjadikan kalian melakukannya?”

Mereka menjawab, “Kami ingin mengetahui, jika kamu seorang pembohong maka kami dapat terbebas dari kebohonganmu. Dan jika kamu seorang nabi, tentunya racun itu tidak akan membahayakanmu.”

INILAH MOZAIK

Ingin Dijaga Allah SWT Agar Rajin Sholat? Baca Doa Berikut

Sholat merupakan amalan wajib yang paling utama

Doa merupakan akhlak seorang Muslim terhadap Allah SWT. Akhlak berdoa juga dianjurkan untuk meminta keteguhan dan keistiqamahan dalam beribadah kepada Allah SWT.

Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitab Fikih Shalat menjelaskan, meminta keteguhan dalam beribadah juga bagian dari ikhtiar seorang Muslim dalam pengabdian kepada Allah SWT. Dalam Alquran, pentingnya menjaga keteguhan ibadah juga disampaikan.

Dan berikut doa agar teguh dan istiqomah dalam beribadah sebagaimana yang tertera dalam Alquran surat Ibrahim ayat 40:

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ “Rabbij’alni muqima as-shalaati wa in dzurriyyati Rabbana wa taqabbal dua’i.”

Yang artinya: “Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan sholat. Ya Tuhan kami, perkenankanklah doaku.”  

Pentingnya sholat memang begitu ditekankan dalam Alquran. Sejumlah ayat di Alquran menyebutkan betapa amalan ibadah shalat begitu pentinya. 

Perintah sholat salah satunya diabadikan Alquran dalam surat Al Baqarah ayat 43: 

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ “Wa aqimusshalata wa atuzzakata warka’u ma’a ar-raakiin.” 

 “Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” 

KHAZANAH REPUBLIKA

Calon Jamaah yang Terpilih Berhaji akan Dapat Pesan Teks

Sebanyak 558 ribu pelamar domestik mengajukan haji tahun ini

Kementerian telah mulai memilah individu yang memenuhi syarat untuk ibadah haji tahun ini dan mengirim pesan teks kepada mereka yang telah memenuhi semua persyaratan. 

Asisten Wakil Menteri Kementerian Haji dan Umroh Arab Saudi untuk layanan haji dan umroh, Hisham Saeed, mengatakan sebanyak 558 ribu pelamar domestik diterapkan secara elektronik pada tahap pertama, dimana 51 persen adalah laki-laki dan 49 persen sisanya adalah perempuan

“Butuh waktu 10 hari kerja untuk memproses permintaan pendaftaran melalui Pusat Data Haji dan Umrah, di mana pria dan wanita muda yang berkualitas dan terlatih terlibat dalam pemrosesan,” kata Saeed seperti dilansir Saudi Gazette pada (2/7)

Hisham menekankan bahwa kementerian telah bekerja selama bertahun-tahun pada penerapan jalur elektronik untuk pendaftaran haji dan umrah serta membuat pembaruan setiap tahun.

“Strategi kementerian dalam penggunaan teknologi mempertimbangkan sejumlah standar kesehatan yang disetujui oleh Kementerian Kesehatan,” katanya sambil meminta jamaah untuk mematuhi semua persyaratan kesehatan dan tindakan pencegahan untuk keselamatan mereka sendiri.

Sumber: saudigazette

IHRAM

Mana yang Didahulukan Nafkah ataukah Qurban?

Hukum Qurban

Sebagaimana diterangkan dalam Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii, hukum qurban adalah sunnah muakkad. Qurban adalah syiar Islam yang tampak. Muslim yang mampu hendaklah merutinkan melakukan ibadah yang satu ini.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ قَالَ وَرَأَيْتُهُ يَذْبَحُهُمَا بِيَدِهِ وَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا قَالَ وَسَمَّى وَكَبَّرَ

“Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam berqurban dengan dua ekor kambing kibasy putih yang telah tumbuh tanduknya. Anas berkata, ‘Aku melihat beliau menyembelih dua ekor kambing tersebut dengan tangan beliau sendiri. Aku melihat beliau menginjak kakinya di pangkal leher kambing itu. Beliau membaca ‘bismillah’ dan bertakbir.’” (HR. Bukhari, no. 5558 dan Muslim, no. 1966)

Dalam Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii, hukum qurban adalah sunnah kifayah dalam satu rumah. Jika salah satu dari ahlul bait itu berqurban, sunnah qurban berlaku untuk semua. Akan tetapi, satu kambing dijadikan qurban untuk satu orang. Sedangkan, syiar dan sunnah berlaku untuk semuanya.

Dalil bahwa satu qurban bisa berserikat pahala untuk satu keluarga yaitu hadits dari ‘Atha’ bin Yasar, ia berkata,

سَأَلْتُ أَبَا أَيُّوبَ الأَنْصَارِيَّ كَيْفَ كَانَتْ الضَّحَايَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ فَقَالَ : كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ ، فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ

“Aku pernah bertanya kepada Abu Ayyub Al-Anshari, bagaimana qurban di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Beliau menjawab, “Seseorang biasa berqurban dengan seekor kambing (diniatkan) untuk dirinya dan satu keluarganya. Lalu mereka memakan qurban tersebut dan memberikan makan untuk yang lainnya.” (HR. Tirmidzi, no. 1505 dan Ibnu Majah, no. 3147. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini sahih).

Qurban itu tidaklah wajib karena Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah tidak berqurban karena untuk mengikis pendapat yang menganggapnya wajib.

Dari Abu Suraihah, ia berkata,

رَأَيْتُ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَمَا يُضَحِّيَانِ

“Aku pernah melihat Abu Bakar dan Umar tidak berqurban.” (HR. Abdur Razaq 8139, sanadnya sahih).

Qurban menjaid wajib dalam dua keadaan yaitu takyin dan nadzar.

Kapan Disebut Mampu dalam Berqurban?

Yang dibebani untuk berqurban, ada tiga syarat yaitu:

  1. Islam
  2. Baligh dan berakal
  3. Mampu

Yang dimaksud mampu adalah memiliki biaya untuk berqurban. Qurban ini adalah kelebihan dari nafkah diri dan nafkah keluarga berupa makanan, pakaian, dan tempat tinggal, dan nafkah lainnya selama hari Id dan hari-hari tasyrik.

Lihat Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii, 2:478-479.

Dari penjelasan Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily di atas, nafkah untuk diri dan keluarga berarti dipenuhi terlebih dahulu, setelah itu barulah berqurban.

Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.

Referensi utama:

Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii. Cetakan kelima, Tahun 1436 H. Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily. Penerbit Darul Qalam.

Muhammad Abduh Tuasikal

Sumber https://rumaysho.com/28652-mana-yang-didahulukan-nafkah-ataukah-qurban.html

Manusia Itu Lemah Sedangkan Allah Maha Besar

“Kemarin kami memverifikasi pengujian dengan PCR, sekitar 80% sampel  positif Covid-19..”

“Bukan hanya pasien Covid-19. Dampaknya, tadi pagi setelah jam 10, hampir semua operasi dibatalkan karena RS kehabisan oksigen…”

“Per 27 juni, shift siang kemarin kami coba cari rujukan ke-18 Rumah sakit masih full..”

“Tiap hari lihat orang sesak nafas, dengar suara tangis keluarga pasien..”

“IGD full, tidak bisa menerima pasien…”

“Bangsal covid penuh, sampai buka bangsal baru dan dua tenda darurat, ternyata masih penuh lagi, dipasang lagi tenda darurat ketiga…”

“Dari tadi pagi sampai siang ini datang terus pasien covid sampai tidak ada waktu istirahatnya..”

“Saya sebenarnya juga gejala, tapi diminta masuk karena tenaga kurang…sampai nunggu hasil..” sorenya ”Qodarullah saya positif covid…”

Kondisi saat ini

Penggalan di atas adalah di antara percakapan tenaga kesehatan akhir-akhir ini. Kasus meningkat, bed rumah sakit tidak mencukupi dan tenaga kesehatan terbatas. Pada tanggal 28 Juni 2021 kemarin, Kemenkes kembali mengabarkan data perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia; terjadi kenaikan sebanyak 20.694 kasus positif sehingga total menjadi 2.135.998 orang; kematian bertambah 423 sehingga total menjadi 57.561 orang. Angka ini bukan hanya sekedar angka, namun dampaknya sungguh sangat terasa, terutama bagi tenaga kesehatan yang langsung turun menangani orang yang keluarganya terkonfirmasi positif Covid-19 dengan gejala parah, para sopir ambulan, begitu pula dengan pengubur jenazah pasien positif Covid-19.

Tidak kita pungkiri bahwa saat ini terasa berat menjalani hari…

Manusia, makhluk yang lemah

Berbagai kejadian yang terjadi saat ini kembali mengingatkan kita bahwa manusia benar-benar lemah. Berbagai teknologi yang terus berkembang, penelitian yang terus berjalan, kecerdasan yang dibangga-banggakan ternyata belum bisa menghentikan masalah ini.

يُرِيْدُ اللّٰهُ اَنْ يُّخَفِّفَ عَنْكُمْ ۚ وَخُلِقَ الْاِنْسَانُ ضَعِيْفًا

“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, karena manusia diciptakan (dalam keadaan) lemah.” (An Nisa: 28)

Syekh As-Sa’di rahimahullah menjelaskan terkait ayat di atas, bahwa Allah ta’ala memberikan keringanan kepada hamba-Nya, ini karena  rahmat-Nya yang sempurna, kebaikan-Nya yang menyeluruh, ilmu-Nya, kebijaksanaan-Nya terhadap kelemahan manusia dalam segala hal. Kelemahan fisik, kehendak, tekad, iman, dan kesabarannya. Allah ta’ala memberikan keringanan karena kelemahan tersebut dan meringankan berbagai hal yang tidak mampu dilaksanakan karena lemahnya keimanan, kesabaran dan kekuatan manusia.  (Taisir Al-Kariim Ar-Rahman, hal 175)

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan terkait ayat ini, bahwa kelemahan di sini mencakup kelemahan secara umum.  Manusia itu lemah badan, kekuatan,  keinginan, ilmu dan kesabarannya. (Thariqul Hijratain 1/228)

Kasus virus corona ini kembali menjadi salah satu bukti bahwa manusia memang makhluk yang lemah. Tidak mampu ‘membunuh’ makhluk ciptaan Allah ta’ala yang berukuran 120 nm. Ini mengingatkan kepada manusia bahwa sejenius apapun otaknya, tetap manusia adalah manusia ciptaan Allah ta’ala. Sehebat apapun manusia, tetaplah dia manusia yang tidak mampu menjamin kesehatan dan kelangsungan hidupnya.

Allah ta’ala Maha Besar

Se’besar’ apapun manusia, tetaplah dia manusia yang kecil, dan Allah lah yang Maha Besar. Allah ta’ala yang menciptakan seluruh makhluk, termasuk virus kecil tak kasat mata ini.

اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا

“Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. An Nisa: 34)

Syekh As-Sa’di rahimahullaah menjelaskan bahwa bagi-Nya lah ketinggian secara mutlak dalam segala hal, tinggi dari sisi Zat, kemampuan dan kekuasaan. Allah ta’ala Maha Besar, tidak ada yang lebih besar dari-Nya, tidak ada yang lebih mulia dan lebih agung dari-Nya. Allah ta’ala Maha Besar, baik Zat maupun Sifat-Nya. (Taisir Al-Kariim Ar-Rahman, hal. 177)

اَللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْۢ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْۢ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَّشَيْبَةً ۗيَخْلُقُ مَا يَشَاۤءُۚ وَهُوَ الْعَلِيْمُ الْقَدِيْرُ

“Allah lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dan Dia Maha Mengetahui, Maha Kuasa.” (QS. Ar Ruum: 54)

Allah ta’ala mampu membuat manusia yang lemah menjadi kuat kemudian menjadi lemah lagi. Tentu Allah ta’ala  juga mampu menjadikan virus yang menjadi sebab sakitnya manusia menjadi virus yang tidak berbahaya sama sekali, itu sangatlah mudah bagi Allah ta’ala.

Tetap optimis meminta kepada Allah ta’ala

Meskipun merasa sakitnya badan terkena wabah, getir melihat pasien mengeluh kesakitan yang hanya bisa merebah, sulit hati dituduh “mengcovidkan” tuk tabah, makin banyaknya kasus namun tenaga kesehatan tak bertambah, keluarga tercinta pergi tanpa sempat dipapah, pilu mendengar setiap kali ambulan di jalanan membawa jenazah,  ingatlah, ada Allah ta’ala yang mengetahui segala hikmah.

Semua terjadi bukan hanya kebetulan. Sebagai hamba Allah ta’ala, kita diperintahkan untuk senantiasa berikhtiar yang mana ikhtiar adalah bagian dari tawakkal. Serahkan semua kepada-Nya dengan tetap melakukan usaha semaksimal mungkin dan optimis dengan apa yang akan Allah ta’ala berikan. Kita ingat kembali penggalan pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang saat itu masih kecil,

إِذَاَ سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ، وَإِذَاَ اسْتَعَنتَ فَاسْتَعِن بِاللهِ، وَاعْلَم أَنَّ الأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَت عَلَى أن يَنفَعُوكَ بِشيءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلا بِشيءٍ قَد كَتَبَهُ اللهُ لَك، ولَوِ اِجْتَمَعوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشيءٍ لَمْ يَضروك إلا بشيءٍ قَد كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفعَت الأَقْلامُ، وَجَفّتِ الصُّحُفُ

“…Apabila engkau meminta sesuatu mintalah kepada Allah, apabila engkau memohon pertolongan maka mohonlah kepada Allah. Ketahuilah, kalau seandainya umat manusia bersatu untuk memberikan kemanfaatan kepadamu dengan sesuatu, niscaya mereka tidak akan mampu memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tentukan untukmu, dan kalau seandainya mereka bersatu untuk menimpakan bahaya kepadamu dengan sesuatu, niscaya tidak akan membahayakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan akan menimpamu. Pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.” (HR. at-Tirmidzi no. 2516, dan dia berkata hadis ini hasan sahih)

Mari senantiasa tetap berharap yang terbaik, memohon kepada Allah ta’ala semoga wabah ini segera diangkat dan kita menjadi hamba-hamba yang lebih bertaqwa kepada-Nya.

Penulis: apt. Pridiyanto

Sumber: https://muslim.or.id/67122-manusia-itu-lemah-sedangkan-allah-maha-besar.html

Rasulullah Penyebab Jin Tidak Bisa Mencuri Berita Langit

Dahulu kala jin-jin dapat naik ke langit untuk mendengar wahyu.

Dahulu kala jin-jin dapat naik ke langit untuk mendengar wahyu atau mencuri berita dari langit. Begitu jin mendengar suatu kata dari langit, lalu mereka tambah dengan sembilan kata lainnya.

Akan tetapi Allah SWT berkehendak, setelah Nabi Muhammad SAW menerima wahyu Alquran, jin-jin tidak dapat mencuri dengar atau berita dari langit. Sebab langit dijaga ketat oleh para malaikat.

وَّاَنَّا لَمَسْنَا السَّمَاۤءَ فَوَجَدْنٰهَا مُلِئَتْ حَرَسًا شَدِيْدًا وَّشُهُبًاۖ

“Dan sesungguhnya kami (jin) telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api.” (QS Al-Jinn: 8)

Mengutip Tafsir Kementerian Agama, maksud dari ayat tersebut adalah, “Setelah jin berbicara yang berkaitan dengan tidak adanya hari kebangkitan, jin yang telah sadar tersebut melanjutkan ucapannya. Sesungguhnya kami (jin) telah mencoba berusaha keras untuk mengetahui rahasia langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dari para malaikat dan panah-panah api menghalangi kami dan bagi siapapun yang mendekat.”

Pada ayat ini, Allah menambah lagi pernyataan jin ketika Dia mengutus Nabi Muhammad dan menurunkan Alquran kepadanya serta menjaga beliau dari jin-jin itu. 

Langit ketika itu dijaga dengan ketat, dan panah-panah api disediakan di seluruh penjuru langit untuk mencegah jin-jin mendekatinya. Karena jin bertujuan mencuri berita-berita yang dapat didengar, sebagaimana yang sering mereka lakukan. 

Telah diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan Ath-Thabrani dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, dahulu jin-jin itu dapat naik ke langit untuk mendengar wahyu. Ketika mereka mendengar suatu kata lalu mereka tambah dengan sembilan kata lainnya. Ucapan (yang mereka dengar) adalah benar tetapi tambahan-tambahan mereka semuanya bohong.

Ketika Nabi Muhammad SAW diutus menjadi Rasul, mereka (jin) dilarang menduduki tempat-tempat tersebut (tempat mencuri berita dari langit). Lalu mereka sampaikan larangan tersebut kepada Iblis. Ketika itu bintang-bintang belum dipakai untuk memanah jin-jin itu. 

Lalu iblis berkata kepada mereka (jin), “Larangan itu disebabkan suatu kejadian di muka Bumi.” Lalu Iblis mengirim tentara-tentaranya untuk menyelidiki kejadian tersebut. 

Mereka (tentara Iblis) menemukan Nabi Muhammad SAW yang sedang mengerjakan sholat di antara dua gunung di Makah. Lalu mereka menemui Iblis dan menyampaikan penemuan mereka itu kepadanya. Lalu Iblis berkata, “Inilah kejadian yang terjadi di permukaan Bumi.” (Riwayat At-Tirmidzi dan Ath-Thabrani)

KHAZANAH REPUBLIKA