Hoaks Tentang Vaksin Bisa Hambat Imunisasi Umat Muslim

Banyak Muslim yang percaya vaksin Covid-19 mengandung gelatin babi yang diharamkan.

Ketidakpercayaan terhadap vaksin adalah masalah yang berkembang di komunitas Muslim. Hal ini karena banyak Muslim yang percaya vaksin Covid-19 mengandung gelatin babi yang diharamkan.

Menanggapi masalah ini, saat peluncuran vaksin Pfizer / BioNTeck Covid-19, seorang dokter Muslim mengaku prihatin atas klaim bahwa vaksin baru biasanya akan mencakup bahan-bahan hewani.

“Kami membayar harga untuk itu sekarang karena orang mengatakan ‘Oh, vaksin memiliki gelatin’. Sebenarnya mereka hanya tidak tertarik untuk mendengarkan kami,” kata British Islamic Medical Association (BIMA), Salman Waqar dilansir dari About Islam, Selasa (15/12).

Dr. Waqar yang bekerja sebagai dokter umum di Berkshire dan peneliti akademis di Universitas Oxford, menegaskan bahwa vaksin baru tidak mengandung produk hewani. Kekhawatiran tentang vaksin tidak terbatas pada komunitas Muslim.  Beberapa hari terakhir ini ia melihat peningkatan kesalahan informasi yang dibagikan secara online termasuk seputar penggunaan sel janin yang diaborsi.

“Ada hal-hal biasa yang ada dalam semangat anti-vaksin, tetapi juga menyasar bagian-bagian tertentu yang secara khusus memicu komunitas Muslim,” kata Dr. Waqar.

Dia menambahkan bahwa orang-orang terpercaya di kalangan Muslim termasuk imam dan profesional medis Muslim, harus berbagi pesan yang mendorong agar umat muslim mau divaksin. BIMA telah mengeluarkan pernyataan yang mendorong individu yang berisiko tertular Covid-19 untuk mengambil vaksin.  Pernyataan posisi BIMA mengikuti konsultasi dengan profesional perawatan kesehatan Muslim, ulama Islam, dan badan perwakilan dari seluruh Inggris.

Dewan Muslim Inggris (MCB) juga telah bekerja untuk memerangi disinformasi Covid-19. “Potensi media sosial dalam konteks penyebaran informasi yang salah dan mitos merupakan faktor yang mempengaruhi Muslim dan komunitas lain secara nasional,” kata juru bicara MCB.

“Ada ayat yang sangat berguna dari Alquran yang telah kami gunakan dalam brosur tentang berita palsu, yang mendesak umat Islam untuk menyelidiki informasi yang diterima. Agar Anda tidak menyakiti orang karena ketidaktahuan dan menjadi, atas apa yang telah Anda lakukan, menyesal. Kami mengaitkan keyakinan dan ajaran kami sebagai Muslim dengan tantangan umum yang kami hadapi saat ini, seperti menjadi korban berita palsu dan menyebarkannya,” jelasnya.

Di tingkat lain, para sarjana dari beberapa seminari Islam paling berpengaruh di Inggris telah mengeluarkan fatwa yang mengatakan bahwa vaksin Pfizer BioNTech Covid-19 yang baru adalah halal.

KHAZANAH REPUBLIKA

Benarkah Godaan Wanita Lebih Besar daripada Godaan Setan?

Jawaban dari pertanyaan ini dijawab seorang ulama, yaitu Asy-Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi Rahimahullah. Beliau menjelaskan bahwa bisa jadi godaan (tipu daya) wanita itu lebih besar daripada godaan atau tipu daya setan.

Beliau menjelaskan ayat tentang fitnah/godaan setan yang lemah, yaitu firman Allah Ta’ala,

إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا

“Sesungguhnya tipu daya (godaan) setan itu lemah” (QS. An-Nisa’: 76).

Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman dentang tipu daya/godaan wanita yang dahsyat,

إِنَّ كَيْدَكُنَّ عَظِيمٌ

“Sesungguhnya tipu daya (godaan) kalian wahai para wanita begitu besar” (QS. Yusuf: 28).

Lalu beliau menjelaskan,

هَذِهِ الْآيَةُ الْكَرِيمَةُ إِذَا ضُمَّتْ لَهَا آيَةٌ أُخْرَى حَصَلَ بِذَلِكَ بَيَانُ أَنَّ كَيْدَ النِّسَاءِ أَعْظَمُ مِنْ كَيْدِ الشَّيْطَانِ

“Ayat yang mulia ini (QS. An-Nisa: 76), apabila dipadukan dengan ayat yang lain (QS. Yusuf: 28), akan menghasilkan penjelasan bahwa tipu daya (godaan) wanita lebih dahsyat dibandingkan tipu daya (godaan) setan” (Adhw’aul Bayan, 3: 84).

Namun hal ini bukanlah untuk meremehkan godaan dan tipu daya setan sama sekali. Akan tetapi menunjukkan bahwa begitu besarnya godaan dan fitnah wanita bagi kaum laki-laki. Penjelasan beliau di atas dikaitkan dengan berbagai dalil yang menunjukkan bahwa wanita adalah fitnah/godaan terbesar laki-laki dari semua fitnah/godaan yang ada.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا تَرَكْتُ بَعْدِى فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

“Tidaklah aku tinggalkan sepeninggalanku fitnah (cobaan) yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki, yaitu (fitnah) wanita” (HR. Bukhari dan Muslim).

Godaan wanita juga dapat menghilangkan akal sehat laki-laki, walaupun laki-laki itu adalah orang yang kokoh dan istikamah beragama.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ

“Tidaklah aku pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya sehingga dapat menghilangkan akal laki-laki yang teguh selain salah satu di antara kalian wahai wanita” (HR. Bukhari).

Semoga laki-laki kaum muslimin dijaga oleh Allah dari fitnah dan ujian wanita, karena ini adalah salah satu cara setan untuk menjerumuskan manusia ke dalam lumpur maksiat.

Perhatikan nasihat dari seorang tabiin senior, yaitu Said bin Mussayyib Rahimahullah. Beliau Rahimahullah berkata,

ما يئس الشيطان من شيء ؛ إلا أتاه من قبل النساء

“Tidaklah setan berputus asa (untuk menaklukkan manusia), kecuali dia akan datang memperdaya (menaklukkannya) dengan wanita” (Siyar A’lam An-Nubala’, 4: 237).

Demikian, semoga artikel singkat ini bermanfaat bagi para pembaca.

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel: www.muslim.or.id

Adab Berpolitik bagi Pemimpin dan Penguasa

Percaturan politik Indonesia saat ini menghadapi tantangan baru yang kita sebut sebagai krisis global. Krisis global ini mencerminkan kemunduran adab berpolitik yang sebenarnya. Saat pesta demokrasi berlangsung biasanya praktik-praktik licik yang kita kenal dengan istilah serangan Fajar atau money politic nyaris selalu mewarnai kebiasaan berpolitik di Indonesia.

Money Politic, seperti disampaikan Latipah Nasution (2017), terjadi pada saat pengusungan calon yang dilakukan partai dan pada saat pencarian dukungan langsung dari rakyat. Dalam hal ini rakyat dibayar, disuap, untuk memilih calon tertentu. Dengan demikian, rakyat dalam menentukan pilihannya tidak lagi dalam kehendak bebas, kesadaran akan bangsa dan negara, maupun dalam pengendalian penuh atas dirinya.

Sikap yang demikian ini bertentangan dengan prinsip dasar negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan, kejujuran, dan keadilan dengan menjamin prinsip perwakilan, akuntabilitas dan  legitimasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Keterlibatan masyarakat dalam pemilu merupakan hal yang mutlak. Hak masyarakat sangat mendasar dan asasi sifatnya. Hal ini diamini, sebagaimana dimuat dalam Universal Declaration of Human Right 1948 yang telah dijamin juga dalam konvenan dan turunannya, terlebih dalam Convenan on Civil and Political Rights and on Economic, Cultural and social Rights atau yang lumrah disebut dengan International Bill of Human Rights. Dengan demikian, praktik money politic perlu dihilangkan karena bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat dalam pemilihan umum yang harus didasarkan pada nilai-nilai kejujuran dan keadilan.

Hal ini tidak boleh dibiarkan. Prinsip demokrasi dan keadilan dalam pemilu yang demokratis, jujur, bersih, bebas dan adil tersebut harus dilestarikan dalam pesta demokrasi kita hari ini dan seterusnya agar kita tidak jatuh pada tindakan pidana dalam pemilu.

Pemahaman keliru akan jatuh pada praktik yang keliru pula. Sebagai konsekuensi logisnya, calon pemimpin yang akan dipilih masyarakat bukan lagi pada persoalan kesesuaian dengan pilihan hati rakyat, di mana para calon pemimpin ini harus mampu menjalankan roda pemerintahan dengan bersih dan adil, melainkan diukur berdasarkan kacamata besaran “Serangan Fajar”. Sebabnya, tidak jarang yang banyak memenangi pesta pemilihan tersebut biasanya dari mereka yang melakukan politik uang.

Memilih Pemimpin yang Adil

Pemilihan pemimpin/penguasa ini penting sekali agar bisa mengatur hubungan masyarakat ke arah yang lebih menjanjikan. Disamping itu, tugas seorang pemimpin juga berat. Oleh karenanya, peran negara hadir sebagai isyarat untuk mengatur kehidupan masyarakat yang ideal untuk mewujudkan masyarakat yang harmunis, makmur dan sejahtera.

Namun demikian, untuk mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera itu ternyata tidaklah mudah. Dibutuhkan pemimpin-pemimpin yang siap kontributif buat rakyatnya. Agar memperoleh pemimpin yang adil dan baik tersebut pemilihan pemimpin harus dilakukan dengan hati nurani yang bersih bukan karena dorongan hawa nafsu yang datang dari luar.

Coba kita perhatikan, setiap kali pemilihan umum (pemilu) dilaksanakan, di antara sebagian calon legislatif saling unjuk program terbaiknya kepada masyarakat baik dilakukan menggunakan baleho yang dipajangkan di pinggir jalan raya maupun janji secara langsung. Tetapi hampir melupakan–untuk tidak mengatakan sama sekali tidak melakukan–janji-janjinya tersebut.

Mereka tidak sadar bahwa apa yang mereka lakukan tersebut bukanlah karakteristik pemimpin ideal dan bukan adab berpolitik sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah Saw. Pendidikan ideal dimaksud adalah mampu menempatkan dirinya sebagai seorang pemimpin yang baik, bersih, jujur dan amanah. Dengan demikian, kriteria seorang pemimpin yang baik itu tidak diukur sesuai besaran “Serangan Fajar” yang dikeluarkan, akan tetapi tergantung pada kemampuannya memberikan yang terbaik bagi negaranya.

Pemimpin yang adil seperti telah dijelaskan tadi tentu berpotensi terhadap kesejahteraan masyarakatnya. Sebaliknya, negara akan menghadapi ancaman besar manakala para pemimpin tersebut lalai menjalankan tugasnya. Perhatikan kriteria seorang pemimpin yang digambarkan Rasulullah sebagai berikut.

عدل السلطان يوماً واحداً أحب إلى الله من عبادة سبعين سنة

Artinya:

Tindakan adil seorang penguasa satu hari saja lebih disukai oleh Allah daripada beribadah selama tujuh tahun.

Menurut Al-Ghazali, menjadi seorang pemimpin adil itu di sisi Allah SWT sangat mulia. Dari saking mulianya bahkan lebih besar pahalanya daripada orang yang ahli beribadah selama tujuh tahun. Namun demikian, seorang pemimpin yang tidak jujur dan adil tersebut bisa jadi menjadi ancaman. Bahkan, ia di sisinya mendapatkan ancaman yang tiada taranya.

Al-Ghazali dalam kitabnya al-Tibr al-Masbuk fi Nasihat al-Mulk menghadirkan sebuah dialog interaktif antara Khalifah Harun Ar-Rasyid dan al-Abbas ketika mengunjungi al-Fudhail bin Iyadh. Dalam pertemuan itu, Khalifah ingin meminta nasihat al-Fudhail. Sampai di depan rumahnya, mereka mendengar al-Fudhail tengah membaca Alquran surat al-Jatsiyah ayat 21:

ام حسب الذين اجترحوا السيات ان نجعلهم كالذين امنوا وعملوا الصالحات

“Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh?”.

Dari cerita tersebut, pesan moral yang dapat kita petik hikmahnya adalah tentang konsekuensi yang bakal diterima kelak di akhirat. Para penguasa yang tidak adil dalam menjalankan tugas-tugasnya di akhirat nanti dia akan mendapatkan balasannya.

Oleh sebab itu, jadilah pemimpin yang memiliki adab berpolitik yang baik, bersih, jujur, amanah dan adil terhadap rakyatnya melalui prosedur pemilihan yang juga dibenarkan.

BINCANG SYARIAH

Dia yang Kita Sebut Ulama

Terkadang saya bertanya dalam hati, apa yang harus disenangi dari melihat dan mendengar sebuah ceramah seorang ulama, yang isinya hanya menjelek-jelekan seseorang dengan diselingi teriakan teriakan asma Tuhan.

Alih-alih mendapatkan siraman rohani untuk meningkatkan ketaatan kepada Sang Khaliq, malah kita mendapatkan setruman untuk meningkatkan kebencian yang seharusnya direda, malah disengaja untuk dihidupkan.

Dewasa ini kita sedang mengalami krisis moral. Krisis moral yang terjadi ditandai dengan maraknya kenakalan-kenakalan remaja yang makin hari makin marak terjadi. Pemerintah, melalui pendidikan, mencoba menciptakan suatu sistem pembelajaran untuk menangani hal tersebut.

Dari ini lahirlah apa yang kita kenal dengan kurikulum 2013, kurikulum yang berfokus untuk membentuk karakter anak didik. Meski terus mengalami pembenahan sana-sini, pemerintah berharap melalui penerapan kurikulum ini, anak didik dapat tumbuh menjadi anak-anak yang menjaga nilai-nilai dan moral dalam kehidupan bermasyarakat.

Itu peran pemerintah, umara kita. Namun, yang perlu diingat adalah untuk membangun suatu bangsa yang kuat dan sehat tentu melibatkan banyak pihak di dalamnya. Kita tidak hanya bisa berpangku tangan menyerahkan segalanya kepada pemerintah, oleh karenanya masyarakat juga dituntut aktif di dalam menjaga bangsa yang dielu-elukan menjadi istimewa ini.

Dalam masyarakat, ada seseorang yang ditokohkan. Baik karena ilmunya, sikapnya, bijaknya atau karena agamanya, yang dalam hal ini bisa kita sebut sebagai seorang ustad, kiai, habib yang biasanya kesemuanya sering kita samakan dengan istilah ulama.Ya, ulama yang lahir dan hidup secara langsung di masyarakat mempunyai peranan penting di dalam menjaga keutuhan bangsa. Ia seharusnya menjadi garda terdepan di dalam melayani umat terutama melalui pendidikan agama yang ia ajarkan dan amalkan.

Ulama yang baik adalah ulama yang benar-benar mengayomi dan mendidi masyarakan dengan mengamalkan dalil-dalil agama yang ia ketahui, bukan dengan cara mendalili amal-amal yang ia kerjakan. (kalimat ini saya dapatkan dari dosen saya di kampus).

Ulama, dengan karifan dan kebijaksanaannya seharusnya bersama ikut membantu Umara di dalam mewujudkan karakter anak bangsa yang menjaga nilai-nilai dan moral dalam kehidupan bermasyarakat.

Banyak cara yang dapat dilakukan oleh Ulama dalam mewujudkannya, melalui ceramah, melalui pengajian-pengajian, atau melalui pesantren yang ia miliki. Dalam hal ini, santri yang menjadi penghuninya, menjadi sasaran ajaran dari sang ulama tersebut.

Namun, seribu sayang, ulama yang seharusnya ikut membantu menciptakan karakter anak bangsa yang baik, malah justru melumpuhkannya dengan cara menanamkan benih-benih kebencian pada anak bangsa.

Ulama yang seharusnya bersama umara saling melengkapi, malah justru menyerang umara tanpa henti, merendahkan, dan memfitnah. Mengkritisi beda dengan mencaci. Yang kedua ini justru lebih sering digaungkan daripada yang pertama.

Narasi-narasi kebencian, menjadi hidangan lezat masyarakat kita saat ini. Dibumbui dengan dalil-dalil agama yang semakin menambah cita rasa kebencan yang haqiqi.

BINCANG SYARIAH

Merendahkan dan Mencemooh Orang Lain

Allah Swt menciptakan manusia dan memuliakannya, seperti dalam Firman-Nya :

وَلَقَدۡ كَرَّمۡنَا بَنِيٓ ءَادَمَ

“Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam.” (QS.Al-Isra’:70)

Dan seluruh manusia memiliki rasa bangga akan kemuliaan yang diberikan Allah diantara seluruh makhluk lainnya dan mereka akan merasa terusik apabila dilecehkan dan direndahkan kemuliaannya.

Karenanya, Allah Swt sangat melarang untuk merendahkan orang lain dan menghinakannya. Allah Swt berfirman :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَسۡخَرۡ قَوۡمٞ مِّن قَوۡمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُواْ خَيۡرٗا مِّنۡهُمۡ وَلَا نِسَآءٞ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيۡرٗا مِّنۡهُنَّۖ وَلَا تَلۡمِزُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَلَا تَنَابَزُواْ بِٱلۡأَلۡقَٰبِۖ بِئۡسَ ٱلِٱسۡمُ ٱلۡفُسُوقُ بَعۡدَ ٱلۡإِيمَٰنِۚ وَمَن لَّمۡ يَتُبۡ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim. (QS.Al-Hujurat:11)

Dengan kata lain, Allah ingin menegaskan bahwa janganlah kalian saling merendahkan dan saling melecehkan, karena bisa saja mereka yang direndahkan sebenarnya jauh lebih mulia daripada kalian.

Sikap merendahkan muncul dari rasa congkak dan sombong dari dalam hati manusia. Ia merasa mulia sehingga layak merendahkan selainnya. Dan sikap merendahkan ini akan membawa seseorang kedalam perbuatan yang lebih keji yaitu mencaci dan mencemooh.

Cacian akan menanamkan dendam dalam hati manusia dan pada akhirnya akan terjadi perpecahan di antara kaum muslimin dan hilangnya kasih sayang dan semua itu dimulai dari sikap merendahkan !

Salah satu bentuk yang lain dari merendahkan adalah dengan memberi gelar yang tidak baik kepada saudara kita, mungkin gelar itu disematkan karena ada aib dari orang tersebut yang akhirnya diabadikan dengan sebuah gelar. Hal ini sangat diharamkan oleh Islam, Allah Swt berfirman :

وَيۡلٞ لِّكُلِّ هُمَزَةٖ لُّمَزَةٍ

“Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela.” (QS.Al-Humazah:1)

Bahkan Al-Qur’an melarang kita untuk merendahkan orang lain walau hanya dengan roman wajah, bukan hanya dengan ucapan saja. Apalagi jika orang tersebut sedang tertimpa musibah lalu kita merasa senang dengannya. Naudzubillah min dzalik.

Rasulullah Saw bersabda :

“Jangan menampakkan romah wajah yang tidak pantas kepada saudaramu (yang tertimpa musibah). Maka Allah akan merahmatinya dan akan mengujimu.”

Semoga bermanfaat…

KHAZANAHALQURANcom

Manfaat Bersyukur Kembali kepada yang Bersyukur

Apa manfaat bersyukur?

Dalam ayat ke-12 dari surah Luqman disebutkan,

وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ

“Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri.”

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang bersyukur, maka manfaat dan pahalanya akan kembali kepada dirinya sendiri. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

‎وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِأَنْفُسِهِمْ يَمْهَدُونَ

Dan barangsiapa yang beramal saleh maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan).” (QS. Ar-Ruum: 44). (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6:114).

Sebaliknya barangsiapa yang mengingkari nikmat atau enggan bersyukur,

‎وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (QS. Luqman: 12).

Allah itu Maha Kaya (Al-Ghaniy), tidak butuh pada hamba. Jika hamba tidak bersyukur, itu pun tidak membuat Allah tersakiti. Jika seluruh penduduk di muka bumi kufur, Allah tidak bergantung pada yang lainnya. Laa ilaha illallah, tidak ada yang berhak disembah selain Allah (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6:114). Yahya bin Salam berkata, “Allah itu Maha Kaya (Al-Ghaniy), tidak butuh pada selain Dia. Allah pun Maha Terpuji (Al-Hamid) dalam segala perbuatan-Nya.” (Fath Al-Qadir, 4:312).

Dalam hadits qudsi ditunjukkan bahwa Allah tidak butuh pada rasa syukur seorang hamba dan jika mereka tidak bersyukur, itu pun tidaklah mengurangi kekuasaan Allah. Hadits qudsi tersebut menyebutkan,

‎يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِى مُلْكِى شَيْئًا يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِى شَيْئًا

Wahai hamba-Ku, kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu bertakwa seperti orang yang paling bertakwa di antara kalian, tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun. Jika orang-orang yang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu berhati jahat seperti orang yang paling jahat di antara kalian, tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikit pun juga.” (HR. Muslim, no. 2577).

Ayat dari surah Luqman di atas mengajarkan kepada kita untuk bersyukur atas berbagai macam nikmat, lebih-lebih lagi dengan nikmat yang begitu besar yang Allah anugerahkan. Kepahaman terhadap agama adalah suatu nikmat yang besar dan begitu berharga. Kepahaman terhadap agama Islam pun termasuk hikmah. Jika kita diberikan anugerah ilmu oleh Allah, rajin-rajinlah untuk selalu bersyukur kepada-Nya.

Allah Ta’ala berfirman,

‎وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih’.” (QS. Ibrahim: 7).

Mengenai surah Ibrahim ayat ketujuh, Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah mengatakan, “Siapa yang bersyukur atas nikmat Allah, Allah akan menjadikannya semakin taat.” Ar-Rabi’ berkata, “Siapa yang bersyukur atas nikmat Allah, maka Allah akan menambahkan karunia.” Muqatil berkata, “Siapa yang bersyukur atas nikmat Allah, maka Allah akan menambahkan baginya kebaikan di dunia.” (Lihat Zaad Al-Masiir, 4:347).

Begitu pula terhadap nikmat yang terlihat kecil dan sepele, syukurilah. Jika nikmat kecil saja tidak bisa disyukuri, bagaimana lagi dengan nikmat yang besar. Dalam hadits disebutkan,

‎مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ

Barang siapa yang tidak mensyukuri sesuatu yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad, 4:278. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 667, 2:272)

Kesimpulannya, bersyukur memiliki manfaat kembali kepada diri orang yang bersyukur dan akan membuat nikmatnya akan terus ditambah oleh Allah. Syukur tentu saja dengan taat kepada Allah.

Semoga kita menjadi hamba yang bersyukur.

Referensi:

  • Fath Al-Qadir Al-Jam’u bayna Fanni Ar-Riwayah wa Ad-Dirayah min ‘Ilmi At-Tafsir. Cetakan kedua, Tahun 1426 H. Muhammad bin ‘Ali Asy-Syaukani. Tahqiq: Dr. ‘Abdurrahman ‘Umairah. Penerbit Darul Wafa’.
  • Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah. Cetakan Tahun 1415 H. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Alhani. Penerbit Maktabah Al-Ma’arif.
  • Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Tahqiq: Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
  • Zaad Al-Masiir. Cetakan keempat, Tahun 1407 H. Ibnul Jauzi (Abul Farah Jamaluddin ‘Abdurrahman bin ‘Ali bin Muhammad Al-Jauzi Al-Qurasyi Al-Baghdadiy. Penerbit Al-Maktab Al-Islami.

Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Sosok Nabi Muhammad yang Membuat Orang Tertarik Ajaran Islam

Sosok Nabi Muhammad membuat orang tertarik pada Islam.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Kendati tidak boleh menggambar Rasulullah, banyak riwayat yang dapat memberikan gambaran rinci mengenai sosok Rasulullah. Pendiri Pusat Studi Alquran (PSQ), Prof. M. Quraish Shihab mengatakan Rasulullah memiliki rambut hitam yang panjangnya sampai ke ujung telinganya.

Dia memiliki dahi agak lebar, giginya putih bersih namun jarang. Sebab, ada beberapa yang patah karena terkena tombak. Dia juga rajin bersiwak. Matanya indah, putih dan hitam, bukan biru.

Sementara kulitnya sangat harus, walaupun itu diceritakan oleh orang yang hanya berjabat tangan dengan beliau. Warna kulit Rasulullah putih kemerah-merahan. Sedangkan saat berjalan, Rasulullah dilukiskan sebagai orang yang berjalan di dataran rendah, cepat dan gesit.

“Dan kalau dia menunjuk, tidak dengan satu atau dua jari, tapi dengan seluruh tangan. Itu menunjukkan suatu kehormatan. Kalau dia menoleh bukan hanya dengan kepalanya, melainkan dengan seluruh badannya,” kata Quraish Shihab dalam video bertajuk Gaya Hidup Nabi di kanal Youtube Najwa Shihab.

Jika dia berbicara, kerap kali diulangi pembicaraannya tiga kali sambil memukul-mukul jarinya. Itu pertanda bahwa orang berpikir tentang apa yang diucapkannya. Rasulullah tidak digambarkan sebagai sosok yang mencaci maki. Makiannya yang paling buruk dengan mengatakan “semoga dahinya terkena lumpur.” Jika dia menegur orang pun tidak dengan menegurnya. Dia hanya berkata, “Mengapa ada orang berlaku ini?”.

Rasulullah senang senyum dan bercanda. Saat ada candaan yang lucu, dia tidak terbahak-bahak, tapi terlihat semua giginya.

“Ada seorang nenek tua datang kepada Nabi, dia berkata, “Doakan saya masuk surga wahai Nabi,” Nabi ini ingin bercanda, lalu dia berkata, “Di surga tidak ada orang tua.” Kemudian nenek itu menangis DNA Nabi berkata, “Bukan itu maksud saya, kamu nanti jadi wanita cantik dan muda. Karena di surga tidak ada yang tua,” ujar Quraish Shihab.

Rasulullah merupakan sosok suami yang sangat mandiri. Setiap pagi, dia memeras sendiri susu sapi untuknya. Kalau ada alas kaki yang robek, dia jahit sendiri. Selain itu, Rasulullah juga merupakan suami yang sangat romantis.

Jika Aisyah minum di satu gelas, di tempat Aisyah meletakkan bibirnya, Rasulullah ambil gelas tersebut dan meletakkan juga bibirnya di tempat itu. Itu semua yang menjadi orang tertarik kepadanya. Di saat yang sama, Rasulullah juga gagah dan berwibawa. Beliau berkata, “Aku mendapat kemenangan karena orang takut kepadaku.”

Menurut para ulama, Rasulullah merupakan seorang yang gagah, berwibawa, orang bersimpati padanya, dan dia juga bersimpati pada orang lain. “Ini yang membuat orang tertarik ajaran Islam bahkan sebelum mengenal ajaran Islam. Karena beliau menjadi teladan kita semua,” ucap dia. 

Sumber:

Nabi Muhammad yang Membuat Orang Tertarik Islam” href=”https://www.youtube.com/watch?v=ei22qOYpHTc&t=76s” target=”_blank”>https://www.youtube.com/watch?v=ei22qOYpHTc&t=76s

KHAZANAH REPUBLIKA

Hadis-Hadis tentang Menangis Karena Takut Pada Allah

Menangis termasuk perbuatan yang dikenal sebagai salah satu ekspresi batin bagi manusia. Banyak faktor yang membuat orang menangis. Kadang seseorang menagis karena datangnya sebuah kondisi yang memilukan, seperti wafatnya orang tua, tidak lulus ujian, atau tidak jadi bersanding dengan pujaan hati.

Kadang menangis juga terjadi karena berada dalam kondisi begitu bahagia, yang dikenal sebagai terharu. Contohnya misalnya, anak kita menjadi juara kelas, terharu melihat fakir miskin bahagia, atau mendengar kabar bahwa teman yang dulunya sakit parah sudah sembuh total.

Namun perlu diketahui bahwa semua tangisan tadi bila didasari atas ketakutan pada Allah SWT niscaya kita akan mendapatkan keutamaan. Sayyid Muhammad bin ‘Alwi al-Maliki mengkompilasikan satu bab khusus berisi hadis-hadis tentang menangis karena takut kepada Allah (al-buka’ min khosyyatillah). Ini seperti disebutkan dalam kitab Khoshois al-Ummah al-Muhammadiyah,

pertama; dari sahabat Anas Bin Malik, nabi bersabda;

4367- عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ , رَضِيَ الله عَنْهُ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ الله صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم : عَيْنَانِ لاَ تَمَسُّهُمَا النَّارُ أَبَدًا : عَيْنٌ بَاتَتْ تَكْلَأ الْمُسْلِمِينَ فِي سَبِيلِ الله ، وَعَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ الله .

Rasulullah bersabda; dua mata yang selamanya tidak akan disentuh oleh api neraka yakni mata yang semalaman menjaga kaum muslimin di peperangan dan mata yang menangis karena takut pada Allah (Ahmad bin Abi Bakar al-Bushiry, Ittihaf al-Kiyaroh al-Maharoh Bi Zawaid al-Masanid al-Asyaroh, j. 5 h. 125).

Kedua; dari sahabat Abu Hurairah, nabi bersabda;

7667- عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ رَفَعَهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لاَ يَلِجُ النَّارَ أَحَدٌ بَكَى مِنْ خَشْيَةِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَتَّى يَعُودَ اللَّبَنُ فِي الضَّرْعِ ، وَلاَ يَجْتَمِعُ غُبَارٌ فِي سَبِيلِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَدُخَانُ جَهَنَّمَ فِي مِنْخَرَيْ مُسْلِمٍ أَبَدًا.

Seseorang yang menagis karena takut pada Allah Tidak akan pernah masuk neraka  sampai susu kembali ke dalam kantong kelenjar susu binatang dan selamanya tidak akan  berkumpul antara debu yang ada dalam peperangan dengan asap api neraka jahanam pada hidung orang muslim. (al-Hakim, al-Mustadrak ‘ala as-Shahihayn

Ketiga; dari Hasan, Nabi Saw. bersabda;

825 – عن الحسن قال : « ما اغرورقت عين بمائها إلا حرم الله جسدها على النار فإن سالت على خد صاحبها لم يرهق ، وجهه قتر ولا ذلة أبدا وليس من عمل إلا له وزن وثواب إلا الدمعة فإنها تطفئ بحورا من النار ، ولو أن رجلا بكى من خشية الله تعالى في أمة من الأمم لرجوت أن ترحم تلك الأمة ببكاء ذلك الرجل »

Tidak ada mata yang dipenuhi oleh cucuran air kecuali Allah haramkan jasadnya atas api neraka, dan bila air mata itu mengalir pada pipinya maka wajahnya tidak akan pernah ditimpa kesusahan dan kehinaan, tidak ada perbuatan yang tidak ada nilai dan pahalanya kecuali tetesan air mata karena tetesan itu dapat memadamkan lautan api neraka, dan andaikan ada seseorang yang menangis karena takut pada Allah taala di antara satu umat dari berbagai umat di dunia niscaya aku akan menyangi umat itu karena tangisanya. (al-Baihaqi, Syu’ab al-Iman)

Keempat; dari sahabat Abu Hurairah, nabi bersabda;

660 – عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

Rasulullah bersabdaTujuh golongan yang dinaungi Allâh dalam naungan-Nya pada hari di mana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: (1) imam yang adil, (2) seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allâh, (3) seorang yang hatinya bergantung ke masjid,(4) dua orang yang saling mencintai di jalan Allâh, keduanya berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya, (5) seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, ‘Aku benar-benar takut kepada Allâh.’ (6) seseorang yang bershadaqah dengan satu shadaqah lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfaqkan tangan kanannya, serta (7) seseorang yang berdzikir kepada Allâh dalam keadaan sepi lalu ia meneteskan air matanya.(al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, j. 1 h. 133).

Kelima; dari sahabat ‘Umamah, ‘Uqbah berkata;

22665- عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، قَالَ: قَالَ عُقْبَةُ بْنُ عَامِرٍ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ مَا النَّجَاةُ قَالَ امْلِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ وَلْيَسَعْكَ بَيْتُكَ وَابْكِ عَلَى خَطِيئَتِكَ.

‘Uqbah Bin ‘Amir berkata; saya bertanya; wahai Rasulullah bagaimana acaranya untuk mendapatkan keberhasilah itu? Beliau menjawab: tahanlah lisanmu(agar hanya kebaikan yang keluar darinya), hendaklah rumahmu memberikan keluasan kepadamu(kenyamanan bagimu), dan menagiskah atas segala kesalahanmu (Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad. j. 8 h. 431)

Wallahu A’lam

BINCANG SYARIAH

Hukum Mencukur Jenggot Jenazah

Syariat Islam mengajarkan bagaimana kita memperlakukan jenazah dengan baik dan santun mulai dari proses memandikan, mengkafani, mensalati sampai menguburkannya. Bahkan semua pekerjaan tadi wajib dilakukan hal ini sudah dijelaskan oleh para ulama dalam berbagai karya. Abu Bakar al-Hishni dalam kitab Kifayatu al-Akhyar (h. 159) misalnya mengatakan,

لَا خِلَافَ أَنَّ الْمَيِّتَ الْمُسْلِمَ يَلْزَمُ النَّاسَ الْقِيَامُ بِأَمْرِهِ فِي هَذِهِ الْأَرْبَعَةِ وَالْقِيَامُ بِهَذِهِ الْأَرْبَعَةِ فَرْضُ كِفَايَةٍ بِالْإِجْمَاعِ ذَكَرَهُ الرَّافِعِيُّ وَالنَّوَوِيُّ وَغَيْرُهُمَا

“Para ulama sepakat bahwa masyarakat wajib(fardu kifayah) melakukan 4 hal (memandikan, mengkafani, mensalatkan, dan menguburkan) untuk mayat muslim sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam ar-Rofi’i, Imam an-Nawawi, dan lainnya.”

Dan sudah lumrah dikenal masyarakat jika di saat salah satu diantara kita wafat tentu mereka akan melakukan cara-cara tadi sampai tuntas. Hal ini didasari pada ajaran agama bahwa manusia atau bani Adam harus dihormati baik dia masih hidup ataupun sudah meninggal. Sebagaimana ditegaskan oleh firman Allah surat  al-Isra’ [17]: 70 berikut;

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan

Namun dalam proses memandikan jenazah ternyata ada sebagian masyarakat yang bertanya tentang hukum mencukur jenggot jenazah. Apakah jenazah yang sudah dimandikan boleh dicukur jika memiliki janggut atau rambut yang lain?

Berikut ini penjelasan tentang hukum mencukur jenggot jenazah, seperti dikutip dari Mawsu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah (j. 35 h. 233-234) dan Muhammad bin ‘Abd al-Hamid Hasunah dalam kitab al-Lihyah fi al-Kitab wa as-Sunnah wa Aqwaal Salaf al-Ummah (h. 91) (buku dapat diunduh secara legal dan gratis di waqfeya.com),

Menurut Mazhab Hanafi; menyisir rambut jenazah, mencukur, dan mencabutnya hukumnya makruh karena semua itu tidak diperlukan.

Sementara ulama mazhab Maliki masih dirinci; bila rambut itu tidak haram dicukur saat masa hidupnya seperti rambut kepala maka makruh mencukurnya saat wafat. Sedangkan bila saat hidup memang haram dicukur seperti bulu jengggot maka haram pula dicukur ketika meninggal dunia

Sementara menurut mazhab Hanbali menyisir rambut mayat hukumnya makruh baik itu rambut kepala ataupun jenggot sebab itu akan berakibat tercabutnya beberapa rambut padahal menyisir rambut tidak dibutuhkan. Dan menurut mereka, mencukur jenggot jenazah serta rambut kepalanya hukumnya haram.

Sedangkan mazhab Syafi’i; menyisir rambut mayat tidak haram dan merupakan tindakan yang baik sebab demi menghilangkan kotoran-kotoran, dan bekas-bekas daun bidara yang menempel di pangkal-pangkal rambut. Menyisir rambut bisa dilakukan dengan menggunakan sikat gigi yang disikatkan ke jenggot dengan cara yang lembut agar meniminalisir rotoknya rambut.

BINCANG SYARIAH

Shalat Menjadi Kesenangan Hati (Bag. 1)

Salat merupakan penyejuk hati dan penenang jiwa. Momen untuk bermunajat bagi orang-orang yang hatinya sedang gundah dan jiwanya sedang resah adalah saat salat, terutama di dalam sujud. Posisi sujud itulah saat terdekatnya seorang hamba dengan Rabbnya. Rasulullaah shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَا بِلَالُ ! أَرِحْنـــَا بِالصَّلَاة

“Wahai Bilal, istirahatkanlah kami dengan salat” (HR. Ahmad no. 23088 dan Abu Dawud no. 4985. Dinilai sahih oleh Syekh Al-Albani dalam Shahih Al Jami’ no. 7892).

Dalam hadis tersebut dijelaskan bahwa istirahat Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang cinta kepada Allah Ta’ala terletak pada salat. Adapun orang yang lalai dan berpaling, maka dia tidak merasakan kenikmatan tersebut. Bahkan mereka merasakan salat sebagai sesuatu yang sangat berat dilaksanakan, ibarat mereka sedang berdiri di atas bara api. Oleh karena itu, mereka sangat ingin segera menyelesaikan salatnya dikarenakan tidak adanya kesenangan di hatinya dan tidak ada istirahat baginya di dalam salat tersebut.

Jika seseorang senang terhadap sesuatu dan hatinya merasa bisa istirahat dengan hal tersebut, maka hal yang paling berat adalah berpisah dengannya. Sebaliknya, orang yang terpaksa melakukan sesuatu yang tidak disenanginya akan sangat bahagia ketika berpisah dengan sesuatu tersebut. Orang yang merasa terpaksa melaksanakan salat akan tersiksa dengan lamanya salat, sekalipun dia memiliki waktu luang dan badan yang sehat.

Enam hal yang perlu dihadirkan saat shalat

Salat bisa menjadi qurratul ‘ain (kesenangan hati) dan istirahatnya hati ketika salat tersebut menghadirkan 6 hal, yaitu: (1) ikhlas, (2) kejujuran dan ketulusan, (3) mengikuti dan mencontoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, (4) ihsan, (5) menyadarri anugerah dari Allah Ta’ala, (6) merasa kurang dalam amalan.

Pada artikel ini akan kami bahas empat poin yang pertama. Tiga poin terakhir insyaallah akan kami bahas pada artikel selanjutnya.

Ikhlas

Hal yang membawa dan mendorong orang yang ikhlas dalam salatnya untuk melaksanakan salat adalah harapannya kepada Allah, rasa cinta kepada-Nya, mencari rida-Nya, mendekat kepada-Nya, mencari cinta-Nya dan karena melaksanakan perintah-Nya. Hamba tersebut mendirikan salat sama sekali bukan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dunia.

Kejujuran dan ketulusan

Hamba yang jujur dan tulus dalam salat akan memusatkan hatinya dalam salat untuk Allah Ta’ala dan berusaha semaksimal mungkin untuk menyempurnakan secara lahir maupun batin. Secara lahir, seorang hamba akan berusaha agar gerakan dan ucapan dalam rangkaian salat bisa sesempurna mungkin. Adapun secara batin, seorang hamba akan berusaha supaya bisa khusyuk dan merasa senantiasa dilihat oleh Allah Ta’ala. Aspek batin ini ibarat ruh salat, sedangkan gerakan dan ucapan dalam salat ibarat badannya.

Jika salat kosong dari ruh, maka salat tersebut seperti badan yang tidak memiliki ruh. Adapun salat yang sempurna secara lahir dan batin, maka dia akan diberikan cahaya seperti cahaya matahari. Allah Ta’ala akan meridainya, dan salat itu berkata kepada orang yang salatnya sempurna tersebut, “Semoga Allah Ta’ala menjagamu sebagaimana Engkau telah menjagaku.”

Mengikuti dan mencontoh Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam

Seorang hamba harus bersungguh-sungguh melaksanakan salat, sebagaimana salat Rasululllaah shalallaahu ‘alaihi wa sallam. Dia berpaling dari hal-hal baru yang dibuat manusia dalam salat, baik berupa penambahan maupun pengurangan yang sama sekali tidak ada nukilan dari Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam maupun seorang pun dari para sahabat.

Ihsan

Ihsan yakni beribadah kepada Allah Ta’ala dalam keadaan seolah-olah melihat-Nya. Hal ini bisa bisa terwujud bagi hamba yang sempurna keimanannya kepada Allah, nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Sampai seolah-olah dia melihat Allah beristiwa’ di atas Arsy, berbicara dengan perintah-Nya dan larangan-Nya, mengatur urusan makhluk Nya, semua perkara turun dari sisi-Nya dan juga naik kepada-Nya, amalan hamba dan ruh hamba akan dihadapkan kepada-Nya ketika matinya. Dia menyaksikan semua itu dengan hatinya. Menyaksikan nama-nama dan sifat-sifat-Nya, menyaksikan bahwa Allah Ta’ala adalah Dzat yang berdiri sendiri, tidak membutuhkan makhluk dan terus menerus mengurus makhluk-Nya. Dia menyaksikan bahwa Allah Ta’ala adalah Dzat yang Maha Hidup, Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Perkasa, Maha Bijaksana, memerintah dan melarang, mencintai dan membenci, rida dan murka, melakukan apa yang dikehendaki, menghukumi dengan apa yang diingini-Nya, dan mengetahui seluruh perbuatan hamba yang lahir maupun batin.

Ihsan ini merupakan pokok bagi seluruh amalan hati. Jika hamba beribadah kepada Allah Ta’ala dengan keadaan seolah-olah melihat-Nya, maka akan muncul sifat malu, mengagungkan Allah, rasa takut, cinta, kembali kepada Allah dengan bertaubat dan mengikhlaskan amal, tawakal, menghinakan diri di hadapan-Nya, memotong bisikan setan serta mengumpulkan tujuannya untuk Allah Ta’ala.

Kadar kedekatan hamba kepada Allah Ta’ala sesuai dengan kadar ihsannya. Oleh karena itu, salat yang dilakukan oleh setiap orang memiliki kadar yang berbeda-beda pula karena kadar ihsan setiap orang berbeda. Bisa jadi salat dua orang terlihat sama namun nilai keutamaannya jauh berbeda ibarat jauhnya langit dengan bumi.

[Bersambung]

Sumber:

Disarikan dari kitab Ta’zhiim Ash-Shalaat  hal. 83-87, karya Syaikh ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr hafidzahullahu Ta’ala, cetakan pertama tahun 1434, penerbit Daar Al fadhiilah.

* * *

Penulis: Apt. Pridiyanto

Artikel: Muslim.or.id

MUSLIMorid