3M Menggema Hingga di Ibadah Umrah di Tanah Suci

Memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak (3M) sudah menjadi barang wajib yang harus dijalankan di seluruh negara. Langkah ini dianggap menjadi cara paling mujarab dalam mencegah virus korona (covid-19).

Ketentuan ini pun berlaku pada pelaksanaan umrah pertama kali di tengah pandemi covid-19 di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi, Minggu, 4 Oktober 2020. Lingkungan Ka’bah dibuka kembali setelah lebih dari enam bulan vakum, kecuali di masa Haji.

“Dengan tetap mematuji protokol kesehatan, gelombang pertama jemaah Umrah tiba pada Minggu,” tulis keterangan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi di Twitter dikutip dari laman Anadolu Agency.

Arabnews.com menyebut pemerintah Arab Saudi menetapkan kuota 6.000 orang untuk jemaah umrah per harinya demi melaksanakan jaga jarak. Jumlah 6.000 pengunjung per hari setara dengan 30% dari kapasitas normal. 

Jemaah beserta tenaga medis diberangkatkan dengan bus dari lima titik temu, di antaranya Al-Gaza, Ajyad, dan Al-Shasha. Begitu tiba di Masjidil Haram, kamera pengukur suhu tubuh langsung membidik jemaah di pintu masuk dan di dalam masjid terbesar di dunia itu. 

Alat cuci tangan telah ditempatkan di pintu masuk masjid. Jemaah pun diminta mengenakan kammamat alias masker. Pengelola masjid dan ototitas terkait menerjunkan 1.000 petugas untuk memantau jemaah umrah. 

Masjid dibersihkan 10 kali sehari di antara kehadiran kelompok jemaah. Pembersihan mendalam di area berlalu lintas tinggi dilakukan, termasuk pada air mancur, karpet, dan toilet. Sistem pendingin udara pun dilengkapi teknologi sanitasi ultraviolet dengan pembersihan filter sembilan kali sehari.

Kantor berita Saudi Press Agency (SPA) melaporkan barikade di sekitar Ka’bah dan batu Hajar Aswad tetap dipasang. Jemaah umrah dilarang memegang atau bahkan sekadar mendekati Ka’bah, sebagai bagian dari kebijakan pencegahan covid-19.

Jumlah 6.000 orang sehari peserta umrah baru tahap pertama. Tahap kedua dimulai Minggu, 18 Oktober 2020, dengan melibatkan 15.000 hingga 40.000 orang per hari. Pada tahap ketiga, 20.000 hingga 60.000 orang diizinkan umrah setiap hari, termasuk jemaah dari luar negeri.

Sementara itu, pada perang melawan covid-19, pemerintah Indonesia mengangkat sosok ibu dalam mengampanyekan bahaya penyebaran viru korona. Kampanye #ingatpesanibu diharap efektif mengajak masyarakat mematuhi protokol kesehatan, yakni menerapkan disiplin 3M.

Disiplin 3M meliputi memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Pemerintah melalui #satgascovid19 tak bosan-bosannya mengampanyekan #ingatpesanibu. Jangan lupa selalu menerapkan 3M, yakni #pakaimasker, #jagajarak dan #jagajarakhindarikerumunan, serta #cucitangan dan #cucitanganpakaisabun.

Masjid dibersihkan 10 kali sehari di antara kehadiran kelompok jemaah. Pembersihan mendalam di area berlalu lintas tinggi dilakukan, termasuk pada air mancur, karpet, dan toilet. Sistem pendingin udara pun dilengkapi teknologi sanitasi ultraviolet dengan pembersihan filter sembilan kali sehari.

Kantor berita Saudi Press Agency (SPA) melaporkan barikade di sekitar Ka’bah dan batu Hajar Aswad tetap dipasang. Jemaah umrah dilarang memegang atau bahkan sekadar mendekati Ka’bah, sebagai bagian dari kebijakan pencegahan covid-19.

Jumlah 6.000 orang sehari peserta umrah baru tahap pertama. Tahap kedua dimulai Minggu, 18 Oktober 2020, dengan melibatkan 15.000 hingga 40.000 orang per hari. Pada tahap ketiga, 20.000 hingga 60.000 orang diizinkan umrah setiap hari, termasuk jemaah dari luar negeri.

MEDCOM

Do’a Agar Diteguhkan Hati dalam Ketaatan

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Pada kesempatan kali ini kita masih melanjutkan macam-macam do’a yang singkat namun penuh makna yang dibawakan oleh Imam An Nawawi rahimahullah dalam kitab beliau Riyadhus Sholihin. Semoga bermanfaat.

Do’a Agar Diteguhkan Hati dalam Ketaatan

اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

Allahumma mushorrifal quluub shorrif  quluubanaa ‘ala tho’atik” [Ya Allah, Dzat yang memalingkan hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan beribadah kepada-Mu!]

Dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash berkata bahwasanya ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ قُلُوبَ بَنِي آدَمَ كُلَّهَا بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ كَقَلْبٍ وَاحِدٍ يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

“Sesungguhnya hati semua manusia itu berada di antara dua jari dari sekian jari Allah Yang Maha Pemurah. Allah Subhanahhu wa Ta’ala akan memalingkan hati manusia menurut kehendak-Nya.” Setelah itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa; “Allahumma mushorrifal quluub shorrif  quluubanaa ‘ala tho’atik” [Ya Allah, Dzat yang memalingkan hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan beribadah kepada-Mu!] (HR. Muslim no. 2654). An Nawawi membawakan hadits ini dalam bab, “Allah membolak-balikkan hati sekehendak-Nya.”

Faedah hadits:

  1. Hati manusia berada di antara dua jari dari sekian jari Allah yang Maha Pemurah. Allah memalingkan hati manusia tersebut  sesuai kehendak-Nya.
  2. Jika sudah mengetahui demikian, maka hendaklah setiap hamba rajin memohon pada Allah agar diberi hidayah dan keistiqomahan serta agar tidak menjauh dari jalan yang lurus.
  3. Jika seorang hamba bergantung dan bersandar pada dirinya sendiri, tentu ia akan binasa.
  4. Hendaknya hamba menyerahkan segala usahanya kepada Allah Ta’ala dan janganlah ia berpaling dari-Nya walaupun sekejap mata.
  5. Hendaklah setiap hamba memohon kepada Allah agar terus menerus diteguhkan hati  dalam ketaatan dan tidak sampai terjerumus dalam maksiat atau kesesatan.
  6. Di sini dikhususkan hati karena jika hati itu baik, maka seluruh anggota badan lainnya juga ikut baik.

Semoga do’a bisa kita amalkan. Semoga yang singkat ini bermanfaat.

Referensi:

Bahjatun Naazhirin Syarh Riyadhish Sholihin, Salim bin ‘Ied Al Hilali, cetakan Dar Ibnul Jauzi, jilid II, cetakan pertama, tahun 1430 H.

Syarh Riyadhish Sholihin, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, jilid IV, cetakan ketiga, tahun 1424 H

Diselesaikan sore hari, 8 Jumadil Awwal 1431 H (22/04/2010) di Pangukan-Sleman

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.rumaysho.com

Berkurban untuk Mayit Bisakah?

Pertanyaan:

Maaf apa bisa kita berqurban untuk yg sudah meninggal ustadz. Selama ini salah saya satu kambing buat seorang…yg sudah meninggal..terima kasih pencerahannya ustadz.

Dari: Ibu Imas di Bogor

Jawaban:

Bismillah walhamdulillah was sholaatu wassalam ‘ala Rasulillah wa ba’du.

Jika kita memperhatikan praktek kurban yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, mereka berkurban untuk mereka sendiri dan keluarga mereka, terutama yang masih hidup. Adapun anggapan sebagian masyarakat bahwa kurban dapat diniatkan secara khusus atau mandiri kepada mayit, ini -mohon maaf- tidak ada dalilnya.

Kemudian bagaimanakah cara yang tepat berkurban untuk keluarga yang sudah meninggal?

Ada tiga macam berkurban untuk mayit:

Pertama, meniatkan mereka dalam kurban kita bersama niat kurban kita untuk keluarga yang masih hidup.

Misalnya, kurban kambing diniatkan untuk kakek yang sudah meninggal, dibarengkan dengan niat kurban untuk ortu, anak-anak, dan kerabat yang masih hidup lainnya. Ini boleh dan pahalanya insyaAllah sampai kepada mayit.

Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat beliau menyembelih hewan kurban,

باسم الله اللهم تقبل من محمد وآل محمد

“Bismillah, Ya Allah, terimalah pahala kurban ini sebagai kurban dariku dan keluargaku.” (HR. Muslim)

Kedua, berkurban untuk mayit dalam rangka menjalankan wasiatnya.

Maka ini hukumnya wajib ditunaikan dan pahalanya sampai kepada mayit. Karena wasiat adalah amanah. 

Dasarnya adalah firman Allah ta’ala, 

فَمَنۢ بَدَّلَهُۥ بَعۡدَ مَا سَمِعَهُۥ فَإِنَّمَآ إِثۡمُهُۥ عَلَى ٱلَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٞ

“Siapa mengubahnya (wasiat itu), setelah mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya hanya bagi orang yang mengubahnya. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 181)

Ketiga, meniatkan kurban untuk mayit secara mandiri. 

Misal seorang meniatkan kurbannya untuk ortunya yang sudah meninggal. Tanpa mengikutsertakan kerabat yang masih hidup dalam niat kurbannya atau bukan pula karena wasiat.

Tentang sampai tidaknya pahala kepada mayit untuk kurban jenis ini, ada perbedaan pendapat ulama:

[1] Menurut ulama mazhab Hambali dan jumhur ulama (mayoritas), pahalanya bisa sampai. Dasar mereka adalah qiyas (analogi) dengan sampainya pahala sedekah atas nama mayit.

[2] Mazhab Syafi’i berpendapat, pahala tidak sampai.

[3] Mazhab Maliki mengatakan, makruh.

(https://www.islamweb.net/ar/fatwa/93307/)

Pendapat yang kuat adalah, -wallahu a’lam- pendapat Mazhab Syafi’i, yang menyatakan bahwa jika tidak digabungkan dengan niat kurban untuk orang yang masih hidup, atau mayit tidak mewasiatkan, maka pahala tidak sampai.

Dasarnya adalah, Nabi ﷺ ketika beliau kurban, juga memiliki kerabat yang sudah meninggal. Seperti istri beliau pertama, Ibunda Khadijah, dan anak-anak beliau. Namun tak ada riwayat yang menjelaskan bahwa beliau tidak berkurban secara mandiri untuk kerabat beliau yang sudah meninggal tersebut. 

Pendapat ini dikuatkan oleh Syekh Muhammad bin Sholih Al-‘Utsaimin rahimahullah,

أما أن يضحي عن الميت خاصة فهذا لم يرد عن النبي صلى الله عليه وسلّم أنه ضح عن أحد من أمواته بخصوصه، فلم يضح عن أولاده الذين ماتوا في حياته، وهن ثلاث بنات متزوجات، وثلاثة أبناء صغار ، ولا عن زوجته خديجة وهي من أحب نسائه إليه -رضي الله عنها-, ولا عن عمه حمزة رضي الله عنه وهو من أعز أقاربه عنده، ولوكان هذا من الأمور المشروعة لكان الرسول صلى الله عليه وسلم يشرعه لأمته إما بقوله وإما بفعله وإما بإقراره

“Berkurban khusus hanya untuk orang yang sudah meninggal, ini tidak ada riwayat dari Nabi ﷺ yang menerangkan bahwa beliau ﷺ berkurban untuk salah satu kerabat beliau yang sudah meninggal secara khusus. Beliau tidak pernah berkurban untuk anak-anak beliau yang meninggal di masa beliau hidup. Beliau juga memiliki tiga putri yang sudah berkeluarga, dan tiga cucu. Beliau juga tidak berkurban untuk istri beliau Khadijah. Padahal Khadijah -radhiyallahu ‘anha- adalah istri yang paling beliau cintai. Tidak pula untuk Hamzah -radhiyallahu ‘anhu- paman beliau. Padahal Hamzah adalah keluarga beliau yang paling mulia di mata beliau. Andai saja hal ini disyariatkan, tentu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mensyariatkan kepada umatnya, bisa melalui sabda, perbuatan atau persetujuan beliau.” (Majmu’ Fatawa Ibnu ‘Utsaimin, 25/112)

Demikian.

Wallahu a’lam bis showab.

***

Dijawab oleh: Ustadz Ahmad Anshori, Lc.

KONSULTASI SYARIAH

Anas bin an-Nadhar Mencium Aroma Surga di Balik Uhud

Anas bin an-Nadhar adalah paman dari Anas bin Malik. Artinya, ia berasal dari Suku Khazraj yang bermukim di Madinah. Saat kaum muslimin menghadapi kekacauan di Perang Uhud, ia tampil sebagai pahlawan yang mengobarkan semangat juang pasukan. Mengajak mereka meniti jalan Rasulullah hingga ia menemui syahidnya di sana.

Nasab dan Kabilahnya

Ia adalah Abu Amr Anas bin an-Nadhar bin Dhakhm an-Najjari al-Khazraji al-Anshari. Paman dari pelayan Rasulullah, Anas bin Malik.

Memeluk Islam

Anas bin an-Nadhar radhiallahu ‘anhu memeluk Islam setelah tibanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah. Artinya, ia bukan sahabat Anshar yang turut dalam Baiat Aqabah. Meski demikian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap memuji baiknya keislamannya.

Bersama Rasulullah

Dari Anas bin Malik, ia berkata, “Pamanku, Anas bin an-Nadhar, tak turut serta di Perang Badar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia bertakbir dan berkata, ‘Aku terluput dari pertempuran pertama yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demi Allah! Kalau Allah nanti mempertemukan aku dengan perang lainnya bersama Rasulullah, Allah akan melihat apa yang kuperbuat.” Ia segan untuk berucap lebih dari itu.

Benar saja, Anas bin an-Nadhar ditakdirkan Allah menemui peperangan Rasulullah berikutnya. Ia turut serta di Perang Uhud. Ia bertemu Saad bin Muadz. Lalu Saad bin Muadz menyapanya, “Abu Amr, mau kemana”? Anas menjawab, “Waah.. kucium aroma surga dari balik Uhud.” Ia maju berperang hingga terbunuh. Usai peperangan ditemukan di jasadnya ada delapan puluh sekian luka. Karena sabetan pedang. Hujaman tombak. Dan tertembus anak panah. Kata Anas, “Bibiku, ar-Rubayyi’ binti an-Nadhar berkata, “Tak kukenali saudaraku ini kecuali dari ruas-ruas jemarinya.”

Pribadi Mulia

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Kami berpendapat bahwa ayat ini turun berkaitan dengan Anas bin an-Nadhar:

مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُم مَّن قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُم مَّن يَنتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلاً

“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya).” [Quran Al-Ahzab: 23]

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu bahwa ar-Rubayyi’ binti an-Nadhar mematahkan satu gigi seri seorang budak perempuan. Pihak keluarga pun meminta maaf kepadanya, namun ditolak. Lalu mereka menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan memerintahkan untuk melakukan qishash. Anas bin an-Nadhar berkata, ‘Apakah Anda juga akan mematahkan gigi ar-Rubayyi’, wahai Rasulullah? Jangan. Demi yang mengutusmu dengan kebenaran, mohon jangan Anda patahkan gigi serinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menanggapi,

يا أنس كتاب الله القصاص

“Hai Anas, kitabullah menetapkan qishash.”

Pihak keluarga korban pun akhirnya ridha dan memaafkan. Mengomentari hal itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إن من عباد الله من لو أقسم على الله لأبره

“Sungguh di antara hamba-hamba Allah itu ada seseorang yang kalau dia bersumpah, Allah akan memenuhinya.”

Maksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Anas bin an-Nadhar. Dia bersumpah atas nama Allah, lalu Allah mewujudkan keinginannya. Tentu ini karena keutamaannya. Kualitas ibadah hatinya. Sehingga Allah mengabulkan apa yang ia ucapkan.

Bersama Para Sahabat

Di tengah kecamuk Perang Uhud, pasukan kaum muslimin ditimpa kegamangan berat. Karena ada isu Rasulullah shallallahu telah terbunuh. Tentu ini sangat berat. Sementara Anas terus berperang. Ia melihat Umar bersama beberapa orang, ia berkata, “Hei, mengapa kalian duduk-duduk”? Mereka berkata, “Rasulullah telah wafat.” Anas Kembali berkata, “Lalu, apa yang akan kalian lakukan sepeninggal beliau? Bangkitlah! Matilah juga di atas jalannya.” Ia terus maju mengayun dan menyabetkan pedangnya hingga terbunuh.

Wafatnya

Anas bin an-Nadhar termasuk sahabat yang gugur di Perang Uhud tahun 3 H. Di tubuhnya terdapat 80-an luka. Ada sabetan pedang. Hujaman tombak. Dan tertembus anak panah. Saking begitu banyaknya luka, sampai-sampai jasad beliau tak dikenali oleh orang-orang. Kecuali saudarinya Rubayyi’. Ia kenali dari ruas-ruas jemarinya.

Diterjemahkan secara bebas dari https://islamstory.com/ar/artical/34006/أنس_بن_النضر

Oleh Nurfitri Hadi (IG: @nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com

Usaid bin Hudhair, Lantunan Alqurannya Didengar Malaikat

Usaid bin Hudhair adalah putra dari tokoh dan pimpinan kabilah Aus. Ia termasuk orang Anshar pertama yang memeluk Islam. Setelah berislam, ia menghadiri Baiat Aqobah. Yang merupakan janji setia untuk melindungi Rasulullah di negeri yang baru, Kota Madinah. Ia juga seorang yang bacaan Alqurannya didengarkan oleh malaikat. Bagaimana kisah keislamannya? Dan bagaimana keistimewaan perjalanan hidupnya? Simak kisah berikut ini.

Latar Belakang

Namanya adalah Usaid bin Hudhair bin Abdul Asyhal al-Anshari radhiallahu ‘anhu. Ia adalah ksatria kabilah Aus dan pemuka mereka. Ayahnya juga panglima perang kabilah besar itu dan salah seorang tokoh mulia dalam sejarah Arab masa jahiliyah. Sebagaimana kata pepatah, ‘Buah jatuh tak jauh dari pohonnya’. Demikian juga antara Usaid dan ayahnya Hudhair.

Usaid bin Hudhair adalah seorang yang terdidik. Ia mampu menulis, padahal bangsa Arab di masa itu adalah kaum yang ummi, buta huruf. Ia juga mampu berenang dan jago memanah. Orang-orang Arab klasik menyebut mereka yang memiliki kemampuan demikian dengan al-Kamil (orang yang sempurna). Di kalangan Anshar, Usaid termasuk orang yang pertama memeluk Islam. Bahkan sebelum Saad bin Muadz menerima Islam. Ia menerima dakwah Mush’ab bin Umair yang diutus Rasulullah untuk mendakwahi penduduk Yatsrib. Setelah itu, Usaid tergabung dalam orang-orang yang menawarkan Rasulullah negeri hijrah. Karena Mekah sudah sangat tak aman. Madinah pun mereka jamin siap menerima sang sayyidul anam. Serta para Muhajirin Mekah.

Memeluk Islam

Saat orang-orang Anshar pulang dari baiat pertama mereka kepada Rasulullah, beliau sertakan Mush’ab bin Umair bersama mereka. Seorang juru dakwah yang bertugas membacakan Alquran kepada penduduk Yatsrib. Mengajarkan mereka Islam. Dan memberi pemahaman tentang agama.

Di Madinah, Mush’ab disebut dengan muqri. Ia tinggal di rumah As’ad bin Zurarah. Kemudian As’ad mengajaknya menuju kebun milik Bani Zhafar. Keduanya duduk di dalamnya bersama orang-orang yang telah memeluk Islam. Melihat gencarnya dakwah Mush’ab dan penerimaan penduduk Madinah, tokoh mereka, Saad bin Muadz, tidak tinggal diam. Ia mengutus Usaid bin Hudhair untuk menemui Mush’ab bin Umair dan As’ad bin Zurarah. “Pergilah! Temui dua orang itu. Keduanya datang untuk menipu orang-orang lemah di tengah kita. Cegahlah mereka! As’ad bin Zurarah itu anak dari bibiku, kalau bukan karena itu, aku sendiri yang akan mengurusnya.”, kata Saad kepada Usaid. Saad bin Muadz dan Usaid bin Hudhair adalah dua pemuka kabilah Bani Asyhal. Keduanya memiliki kedekatan.

Usaid bin Hudhair segera mengambil tombaknya. Lalu berangkat menemui Mush’ab dan As’ad. Saat As’ad melihat kedatangan Usaid, ia berkata kepada Mush’ab, “Ini adalah pemuka kaumnya. Ia telah datang menemuimu. Ikhlaslah kepada Allah dalam menghadapinya.” As’ad berharap kalau pemuka bani Abdul Asyhal ini akan menerima dakwah Mush’ab. “Kalau dia mau duduk, aku akan bicara dengannya”, kata Mush’ab.

Usaid tiba di hadapan keduanya. Ia mulai mencaci maki mereka berdua. Lalu berkata, “Apa yang kalian berdua ajarkan! Kalian mau membodohi orang lemah di tengah kami?! Pergi! Tinggalkan kami kalau kalian masih mau hidup!

Mush’ab berkata kepada Usaid, “Bagaimana kalau engkau duduk dulu dan mau mendengarkan? Kalau yang kau dengar kau ridhai, terimalah. Tapi kalau yang kau dengar adalah sesuatu yang kau benci, aku tak akan melanjutkan apa yang tak kau sukai.”

Usaid pun menancapkan tombaknya dan duduk bersama keduanya. Mush’ab mulai berbicara padanya tentang Islam dan membacakannya Alquran. Setelah itu, Mush’ab dan As’ad berkata, “Demi Allah, sebelum berbicara dengannya (lebih jauh) kami tahu dari wajahnya yang berseri dan teduh kalau ia telah menerima Islam.” Usaid berkata, “Alangkah bagus dan indahnya ucapan itu (Alquran). Apa yang kalian lakukan kalau ingin memeluk agama ini?” Keduanya menjawab, “Mandi dan bersucilah. Bersihkan pakaianmu. Lalu bersyahadatlah dan kerjakan shalat.” Usaid pun berdiri. Ia mandi dan bersuci. Lalu membersihkan pakaiannya. Setelah itu ia bersyahadat dengan syahadat yang tulus. Lalu shalat dua rakaat.

Sejarawan berbeda pendapat apakah ia ikut serta dalam Perang Badar atau tidak. Yang pasti, ia turut serta dalam Perang Uhud. Setelah berislam, Rasulullah mempersaudarakannya dengan Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu.

Bacaan Alquran Yang Indah

Dari Abu Said al-Khudri, dari Muhammad bin Ibrahim, dari Usaid bin Hudhair, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اقْرَأْ يَا أُسَيْدُ فَقَدْ أُوتِيتَ مِزْمَارًا مِنْ مَزَامِيرِ آلِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَامُ

“Bacalah hai Usaid. Sungguh engkau dikaruniai (keindahan suara seperti) seruling dari seruling-serulingnya keluarga Daud ‘alaihissalam.” [al-Ahad wa al-Matsani li Ibnu Abi Ashim, No: 1707].

Di suatu malam yang larut, Usaid bin Hudhair duduk di beranda belakang rumahnya. Anaknya, Yahya, tidur di sampingnya. Kuda yang selalu siap sedia untuk berperang fi sabilillah, ditambat tidak jauh dari tempatnya duduk. Suasana malam tenang, lembut, dan hening. Permukaan langit jernih dan bersih. Bintang-bintang melayangkan pandangannya ke permukan bumi yang sedang tidur dengan perasaan kasihan dan penuh simpati. Terpengaruh oleh suasana malam hening dan kudus itu, hati Usaid tergerak hendak menyebarkan harum-haruman ke udara lembab dan bersih berupa harum-haruman Alquran yang suci. Dibacanyalah Alquran dengan suaranya yang empuk dan merdu: “Alif, Lam, Mim, Inilah kitab (Alquran) yang tidak ada keraguan padanya: menjadi petunjuk bagi orang-orang yang iman kepada yang ghaib, yang menegakkan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Alquran) yang diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelum kamu, serta mereka yang yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.” (Al-Baqarah: 1-4)

Mendengar bacaan tersebut, kudanya lari berputar-putar hampir memutuskan tali pengikatnya. Ketika Usaid diam, kuda itu diam dan tenang pula. Usaid melanjutkan membaca: “Mereka itulah yang mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan merekalah orang-orang yang menang.” (Al Baqarah: 5).

Kudanya lari dan berputar-putar pula lebih hebat dari semula. Usaid diam, maka diam pula kuda tersebut. Hal seperti itu terjadi berulang-ulang. Bila dia membaca, kudanya lari dan berontak. Bila dia diam, maka tenang pula kuda itu kembali.

Usaid khawatir anaknya akan terinjak oleh kuda, lalu dibangunkannya. Ketika dia melihat ke langit, terlihat olehnya awan seperti payung yang mengagumkan. Belum pernah terlihat olehnya sebelumnya. Payung itu sangat indah berkilat-kilat, tergantung seperti lampu-lampu memenuhi ufuk dengan sinarnya yang terang. Awan itu bergerak naik hingga hilang dari pemandangan. Setelah hari pagi, Usaid pergi menemui Rasulullah. Diceritakannya kepada beliau peristiwa yang dialami dan dilihatnya semalam.

Kata Rasulullah, “Itu malaikat yang ingin mendengarkan engkau membaca Alquran, hai Usaid. Seandainya engkau teruskan bacaanmu, pastilah orang banyak akan melihatnya pula. Pemandangan itu tidak akan tertutup dari mereka.”

Bersama Rasulullah

Usaid bin Hudhair bukanlah ahlu badr. Ia tak turut serta dalam perang pertama umat Islam dengan orang-orang musyrikin Mekah itu. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, segala puji bagi Allah yang telah memberimu kemenangan dan membuatmu bahagia. Demi Allah wahai Rasululah, aku tak turut serta di Badr karena aku tak menyangka Anda bertemu dengan musuh. Aku mengira Anda hanya mencegat kafilah Quraisy. Kalau aku tahu Anda akan berperang, pasti aku tak akan ketinggalan.” Rasulullah berkata, “Iya, engkau berkata jujur.”

Kita tahu, keberangkatan Rasulullah ke Badr bukanlah untuk berperang. Tapi mencegat kafilah dagang. Rasulullah juga tak mewajibkan semua sahabat ikut serta. Bahkan beliau hanya mengajak mereka yang benar-benar sudah siap. Tak butuh lagi persiapan lama. Karena mencegat kafilah harus segera dilakukan, tak perlu banyak orang, dan tak perlu persiapan lengkap.

Usaid bin Hudhair radhiallahu ‘anhu adalah salah seorang sahabat yang pernah mencandai Rasulullah dengan menuntut qishash pada beliau. Usaid bin Hudhair berkata, “Saat ia sedang bercanda dan membuat orang-orang tertawa, Rasulullah mencolok pinggangnya dengan kayu. Usaid berkata, ‘Aku meminta balas atas apa yang Anda lakukan’. Beliau berkata, ‘Balaslah’. Usaid berkata lagi, ‘Anda memakai baju, sedangkan aku tadi tidak’. Lalu Rasulullah melepas bajunya. Serta merta Usaid mendekap beliau dan menciumi tubuh beliau, antara pinggang dan rusuk. Yang kuinginkan itu hanya ini, wahai Rasulullah (bukan membalas).”

Bersama Para Sahabat

Dari Abdullah bin Hubairah, ia menceritakan bahwa Usaid bin Hudhair adalah imam di perkampungan Bani Abdul Asyhal. Suatu hari ia mengalami sakit. Saat baru sembuh dari sakitnya, ia berangkat ke masjid. Orang-orang berkata, “Majulah (menjadi imam).” Usaid mengatakan, “Tidak. Aku tidak mampu shalat (secara sempurna).” Kaumnya kembali berkata, “Tidak ada yang akan menjadi imam selama engkau ada di tengah kami.” Usaid berkata, “Duduklah.” Mereka pun shalat sambil duduk.

Inilah kedudukan Usaid di tengah kaumnya. Dan apabila imam duduk karena sakit, makmum pun duduk walaupun mereka mampu berdiri.

Bersama Abu Bakar

Dari Aisyah radhiallahu ‘anhuma, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Suatu hari kalungku terjatuh di daerah Baida. Saat itu kami hampir sampai di Madinah. Rasulullah memerintahkan untuk menderumkan hewan tunggangan dan bermalam di daerah tersebut. Saat Rasulullah tidur di pangkuanku, ayahku menusuk-nusuk pinggangku. Ia marah karena kecerobohanku dan merugikan waktu rombongan. Ia berkata, ‘Engkau ini membuat orang tertahan’. Lalu Rasulullah bangun dan waktu subuh pun tiba. Beliau mencari-cari air (untuk wudhu) namun tak mendapatkannya. Turunlah firman Allah,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغْسِلُوا۟ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى ٱلْمَرَافِقِ وَٱمْسَحُوا۟ بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى ٱلْكَعْبَيْنِ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَٱطَّهَّرُوا۟ وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰٓ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ ٱلْغَآئِطِ أَوْ لَٰمَسْتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا۟ مَآءً فَتَيَمَّمُوا۟ صَعِيدًا طَيِّبًا فَٱمْسَحُوا۟ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ مَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَٰكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُۥ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” [Quran An-Nisa: 6]

Usaid bin Hudhair berkata, “Allah memberikan keberkahan kepada kalian untuk orang-orang, wahai keluarga Abu Bakar. Kalian ini adalah keberkahan.”

Bersama Umar bin al-Khattab

Usaid bin Hudhair berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda,

إنكم ستلقون بعدي أثرة

“Sungguh sepeninggalku nanti kalian akan melihat egoisme (mementingkan diri sendiri).”

Saat zaman pemerintahan Umar dibagi-bagikanlah pakaian. Aku termasuk orang yang mendapat bagian. Kulihat pakaian itu, lalu kuberikan pada anakku (karena kekecilan). Saat aku sedang shalat, ada orang yang melewatiku. Seorang pemuda Quraisy. Ia juga mengenakan pakaian yang dibagikan itu. Tapi pakaian miliknya menjulur panjang. Aku langsung teringat dengan sabda Nabi, “Sungguh sepeninggalku nanti kalian akan melihat egoisme (mementingkan diri sendiri).” Aku berkomentar, ‘Benar sekali apa yang beliau sabdakan’.

Lalu ada seseorang yang pergi menuju Umar mengabarkan hal tersebut. Umar datang menemuiku saat aku hendak shalat. Ia berkata, ‘Shalatlah, Usaid’. Setelah shalat, ia berkata, ‘Apa yang kau katakan’? Kusampaikanlah kepadanya. Ia berkata, ‘Itu adalah pakaian yang dikirimkan kepada si Fulan. Seorang yang turut dalam Perang Badar, Uhud, dan Baiat Aqabah. Lalu datang anak muda ini dan membelinya darinya. Ia pun memakainya. Aku tahu apa yang beliau sabdakan itu terjadi pada zamanku’. Aku berkata, ‘Demi Allah hai Amirul Mukminin, aku tak menyangkan hal itu terjadi di zamanmu’.”

Menjadi Jalan Kebaikan Untuk Orang Lain

Setelah memeluk Islam, Usaid berkata kepada Mush’ab, “Sesungguhnya di belakangku terdapat seseorang (yaitu Saad bin Muadz), kalau dia sampai mengikuti kalian berdua, pasti tak seorang pun dari kaumnya yang ketinggalan mengikutinya. Aku akan datangkan dia kepada kalian berdua sekarang.” Lalu ia meminta Saad bin Muadz menemui Mush’ab. Saad bin Muadz pun memeluk Islam. Kemudian diikuti oleh orang-orang Kabilah Aus lainnya.

Kedudukan Usaid bin Hudhair

Dalam Sunan at-Turmudzi terdapat riwayat dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

نِعْمَ الرجلُ أبو بكرٍ نعْمَ الرجلُ عمرُ نِعْم الرجلُ أبو عبيدةَ بنَ الجرَّاحِ نِعْمَ الرجلُ أُسَيدُ بنُ حُضَيرٍ نِعْمَ الرجلُ ثابتُ بنُ قيسِ بنُ شمَّاسٍ نِعْمَ الرجلُ معاذُ بنُ جبلٍ نعْمَ الرجلُ معاذُ بنُ عمرو بنُ الجَموحِ

“Sebaik-baik laki-laki adalah Abu Bakar. Sebaik-baik laki-laki adalah Umar. Sebaik-baik laki-laki adalah Abu Ubaidah bin al-Jarrah. Sebaik-baik laki-laki adalah Usaid bin Hudhair. Sebaik-baik laki-laki adalah Tsabit bin Qais bin Syammas. Sebaik-baik laki-laki adalah Muadz bin Jabal. Sebaik-baik laki-laki adalah Muadz bin Amr bin al-Jamuh.”

Di antara para sahabat yang meriwayatkan hadits Rasulullah dari Usaid bin Hudhair adalah Ummul Mukminin Aisyah, Anas bin Malik, Abdurrahman bin Abi Laila, Ikrimah bin Khalid bin al-Ash radhiallahu ‘anhu jami’an.

Aisyah radhiallahu ‘anha berkata, “Ada tiga orang dari Anshar yang keutamaannya tidak tertandingi oleh orang-orang Anshar lainnya. Mereka semua dari Bani Abdul Asyhal: Saad bin Muadz, Usaid bin Hudhair, Ibbad bin Bisyr.”

Wafatnya

Usaid bin Hudhair wafat pada tahun 20 H. Ia dimakamkan di Baqi’. Saat wafat ia meninggalakan hutang sebanyak 4000 Dirham. Lalu dijuallah tanahnya. Umar berkata, “Aku tak akan meninggalkan anak-anak saudaraku dalam keadaan miskin. Tanahnya dikembalikan dan dari invesati tanah tersebut dibayarkan utangnya tersebut. Setiap tahun dibayar 1000 Dirham.

Diterjemahkan secara bebas dari https://islamstory.com/ar/artical/34004/أسيد_بن_حضير

Oleh Nurfitri Hadi (IG: @nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com

2 Miliarder Muslim Resmi Beli Supermarket Terbesar Inggris

2 miliarder Muslim Inggris membeli jaringan supermarket terbesar Asda.

Dua bersaudara pengusaha miliarder Muslim yaitu Zuber dan Mohsin Issa telah membeli jaringan supermarket di Inggris, Asda dari perusahaan Amerika Serikat (AS) Walmart. 

Pembelian itu tertuang dalam kesepakatan senilai 6,8 miliar poundsterling atau kurang lebih Rp 130 triliun. Konsorsium Issa bersaudara dan perusahaan ekuitas swasta TDR Capital akan mengambil saham mayoritas di Asda.  

Issa bersaudara memiliki EG Group memiliki lebih dari 5.200 pompa bensin di Inggris dan Eropa. Seorang juru bicara Issa bersaudara dan TDR Capital menolak berkomentar tentang bagaimana mereka mendanai kesepakatan itu.

Walmart yang mengumumkan kesepakatan itu mengatakan, Asda akan mempertahankan kantor pusatnya di Kota Leeds, Inggris, dan Kepala Eksekutifnya Roger Burnley akan tetap menjabat dan berada di tempatnya. Mohsin dan Zuber Issa mengaku, mereka ingin mendukung manajemen Asda untuk mencapai pertumbuhan jangka panjang.

“Kami percaya bahwa pengalaman kami dengan EG group, termasuk keahlian kami terkait kemitraan merek dan jalinan kerja sama kami yang sukses dengan TDR Capital dapat membantu mempercepat dan melaksanakan strategi pertumbuhan itu,” kata mereka seperti dikutip dari laman 5pillarsuk, Sabtu (3/10).

Zuber (48) dan Mohsin (49) memulai bisnis mereka dengan satu pom bensin di Bury, Greater Manchester pada 2001 lalu. Sekarang bisnis mereka EG Group telah mrmiliki lebih dari 5.200 pompa bensin, terutama di Eropa dan Amerika Serikat (AS) dan mempekerjakan lebih dari 33 ribu orang. 

The Sunday Times menghargai kekayaan mereka sebesar 3,56 miliar poundsterling. Dua orang bersaudara ini memiliki 50 persen perusahaan mereka diantara mereka, kemudian dibagi rata dengan separuh lainnya yang dimiliki TDR Capital, yang merupakan perusahaan investasi senilai 7,3 miliar poundsterling yang memiliki gym David Lloyd. 

Kini, setelah membeli Asda, dua kakak adik ini akan meluncurkan toko yang lebih kecil. Pemilik baru supermarket ini ingin mendorong pertumbuhan jaringan supermarket terbesar ketiga di Inggris dengan memperluas kehadirannya melalui toko-toko kecil di lingkungan sekitar untuk menambahkan format supermarket besarnya. Konsep ini bisa membuat Asda lebih sejalan dengan pesaingnya Tesco dan Sainsbury’s yang menawarkan keduanya. 

Dikutip dari laman Arab News, pemilik baru ini akan menginvestasikan lebih dari 1 miliar poundsterling dalam kurun waktu ke depan di Asda untuk melindungi rantai pasokannya.

Tak hanya rela menggelontorkan uang untuk bisnis, kedua saudara ini juga memiliki jiwa sosial.

Tercatat mereka menyumbangkan 2,5 persen dari kekayaan mereka setiap tahunnya yayasan amal mereka sendiri yang mendanai proyek-proyek di Inggris dan luar negeri. Kemudian di 2019 lalu, mereka menyumbangkan 20 juta poundsterling. 

Sementara itu, Menteri Keuangan Inggris Rishi Suna menyambut baik kesepakatan untuk Asda yang akan mempertahankan kantor pusatnya di Leeds. 

Sumber: https://5pillarsuk.com/2020/10/02/muslim-billionaire-brothers-buy-asda/ dan https://www.arabnews.com/node/1743216/business-economy 

KHAZANAH REPUBLIKA


Allah Memberi Rezeki Hamba-Nya Sesuai Keinginan-Nya

Allah Swt Berfirman :

ٱللَّهُ لَطِيفُۢ بِعِبَادِهِۦ يَرۡزُقُ مَن يَشَآءُۖ وَهُوَ ٱلۡقَوِيُّ ٱلۡعَزِيزُ

“Allah Mahalembut terhadap hamba-hamba-Nya; Dia memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan Dia Mahakuat, Mahaperkasa.” (QS.Asy-Syura:19)

Ayat ini ingin menjelaskan bahwa Allah Maha Lembut dan penuh belas kasih kepada hamba-Nya. Allah menentukan rezeki untuk hamba-Nya sesuai dengan Ilmu Allah tentang apa yang terbaik bagi mereka. Bukan hanya seperti apa yang diharapkan dan dimohonkan seorang hamba.

Karena terkadang manusia memohon sesuatu, tapi yang diminta itu tidak baik baginya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik baginya.

Allah adalah Sang Pemberi Rezeki yang menjamin semua rezeki hamba-Nya. Dia lah yang paling mengetahuiyang terbaik bagi hamba-Nya saat ini dan akan datang.

Allah Maha Bijaksana sehingga tidak memberi kecuali dengan kebijaksanaan dan tidak menolak kecuali dengan hikmah yang dimilikinya.

Allah memerintahkan kita untuk berusaha mencari rezeki dan Allah menyuruh kita untuk terus berdoa dan memohon kepada-Nya. Bahkan Allah menjanjikan untuk mengkabulkan semua permohonan kita.

Tapi dengan itu semua harus kita yakini bahwa Allah tidak akan pernah memberikan kecuali apa yang Dia inginkan bukan apa yang kita inginkan. Karena Allah lebih mengetahui apa yang terbaik bagi kita.

Karenanya dalam ayat lain Allah mengumpulkan dua Nama-Nya dalam satu ayat yaitu العَليم (Maha Mengetahui) dan الحَكيم (Maha Bijaksana).

إِنَّ رَبِّي لَطِيفٞ لِّمَا يَشَآءُۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلۡعَلِيمُ ٱلۡحَكِيمُ

“Sungguh, Tuhanku Mahalembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (QS.Yusuf:100)

Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk kita sehinga dengan Rahmat, Ilmu serta Hikmah-Nya Dia memberi apa yang Dia inginkan, bukan yang kita inginkan.

Karenanya bila sesuatu yang kita harapkan belum tercapai, sadarilah bahwa Allah Maha Tahu dengan itu semua. Jika hal itu baik bagimu maka akan segera terwujud dan bila itu kurang baik maka akan digantikan dengan yang lebih baik.

Semoga bermanfaat..

KHAZANAH ALQURAN

Zalim Kepada Allah, Tak Mudah Diingatkan

TATKALA kita menasehati seorang mukmin yang khilaf karena telah berbuat zalim kepada sesama manusia, seumpama berlaku curang, menyakiti perasaan orang lain, atau menyakiti fisik orang lain, maka tak terlalu sulit bagi kita untuk menyadarkannya.

Kita cukup mengingatkannya secara ma’ruf dengan petikan ayat-ayat al-Qur’an atau hadits Rasulullah ﷺ maka insya Allah dia akan segera tersadar dan berucap istighfar.  Barangkali, kekhilafan tersebut disebabkan karena kondisi yang memaksa ia berbuat demikian. Boleh jadi ia sedang sangat membutuhkan biaya, atau ia punya beban hidup yang menyebabkan ia tertekan.

Namun, ketika kita menasehati seorang yang berlaku zalim kepada Sang Pencipta, akan sangat sulit bagi kita untuk menasehatinya. Kalau bukan karena Allah Ta’ala memberikan hidayah kepadanya, rasanya tak akan mampu kita menyadarkan bahwa ia telah berlaku zalim kepada Sang Pencipta. Terlebih bila itu ia lakukan dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan.

Misalnya, seseorang yang menyekutukan Allah Ta’ala dengan mahluk-Nya, atau menganggap bahwa ada Tuhan lain yang patut disembah selain Allah Ta’ala, atau menganggap bahwa Allah Ta’ala memiliki anak, maka orang seperti itu akan bersikukuh dengan pendapatnya jika disadarkan. Pendapat kita akan ditentangnya, bahkan boleh jadi ia akan meneror kita agar tak lagi mempengaruhinya.

Penentangan seperti itu telah dialami para Nabi dan Rasul pada zaman dahulu kala. Nabi Musa Alaihissalam (AS), misalnya. Ia pernah ditanya oleh Fir’aun sebagaimana diungkap dalam al-Qur’an surat Asy-Syu’ara [26] ayat 23 hingga 28.

Siapakah Tuhan seluruh alam itu?” tanya Fir’aun.

Tuhan pencipta langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya. (Itulah Tuhanmu), jika kamu memercayainya,” jawab Musa AS

Lantas Fir’aun berkata kepada orang-orang di sekelilingnya untuk memperolok-olok Musa AS. “Apakah kalian tidak mendengar (apa yang dikatakannya)?

Namun Nabi Musa AS tetap melanjutkan dakwahnya, “(Dia) Tuhanmu dan juga Tuhan nenek moyangmu terdahulu.”

Fir’aun mulai murka dan berkata, “Sungguh, Rasul kalian yang diutus kepada kalian (ini) benar-benar orang gila.”

Nabi Musa AS tak peduli dengan caci maki Fir’aun. Ia tetap melanjutkan dakwahnya, “(Dialah) Tuhan (yang menguasai) timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya, jika kamu mengerti.”

Lagi-lagi Fir’aun tetap bersikukuh dengan pendapatnya meskipun telah berulang kali dijelaskan oleh Nabi Musa AS. Bahkan, Fir’aun tetap berlaku zalim kepada Sang Penciptaanya meskipun Nabi Musa AS telah memperlihatkan mukzizat atas izin Allah Ta’ala.

Demikian pula dengan Nabi Ibrahim AS. Beliau tak mampu mengingatkan ayahnya sendiri, Azhar, yang berlaku zalim kepada Sang Penciptanya. Padahal, Ibrahim AS telah berkata dengan lemah lembut kepada ayahnya, sebagaimana tertulis dalam al-Qur’an surat Maryam [19] ayat 42 sampai 45.

Wahai ayahku!” kata Ibrahim AS. “Mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolongmu sedikit pun?

Wahai ayahku! Sungguh, telah sampai kepadaku sebagian ilmu yang tidak diberikan kepadamu. Maka, ikutilah aku, niscata aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.”

Wahai ayahku! Janganlah engkau menyembah setan. Sungguh setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.”

Wahai ayahku! Aku sungguh khawatir engkau akan ditimpa azab dari TuhanYang Maha Pengasih, sehingga engkau akan menjadi teman bagi setan.”

Betapa santun nasehat Nabi Ibrahim AS ini. Namun Azhar, sang ayah, dengan congkak menolak ajakan anaknya. “Bencikah engkau kepada tuhan-tuhanku, wahai Ibrahim? Jika engkau tidak berhenti, pasti engkau akan kurajam. Maka tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama,” kata Azhar sebagaimana tertulis dalam al-Qur’an surat Maryam [19] ayat 46.

Demikianlah kehendak Allah Ta’ala. Hanya Dia yang kuasa membolak-balikkan hati manusia. Meskipun perbuatan zalim kepada Allah Ta’ala sulit disadarkan, namun para penyeru kebenaran tetap harus mendakwahi mereka sebagaimana para Nabi dan Rasul dahulu. Apa pun hasilnya, serahkan pada Allah Ta’alaWallahu a’lam.* 

Mahladi Murni

HIDAYATULLAH



Kisah Kesabaran Istri Menanti Suaminya Memeluk Islam

Setelah bertahun-tahun berpisah dengan istri, sang suami menyatakan keislamannya.

Zainab al-Kubra adalah putri Nabi Muhammad dari istri pertamanya Siti Khadijah. Zainab lahir 10 tahun sebelum ayahnya menjadi nabi.

Sesuai dengan sifat-sifat yang melekat pada diri ibunya, Zainab tumbuh menjadi teladan yang utama dengan seluruh sifat-sifat yang terpuji. Hampir sempurnalah sifat kewanitaan Zainab, sehingga putra dari bibinya yang bernama Abu al-‘Ash bin Rabi yang terpandang di Makkah dalam hal pemilikan harta, berhasrat malamarnya.

Setelah akad dilakukan, masuklah Zainab ke dalam rumah tangga suaminya yakni Abu Al-Ash. Meski  usia Zainab masih muda, ia mampu mengatur rumah tangga, sehingga menemukan kebahagiaan dan ketentraman.

Dalam perkawinannya, mereka dikaruniai dua orang anak bernama Ali dan Umamah, semakin sempurnalah kebahagiaan rumah tangga itu dengan kehadiran buah hati dalam rumah yang penuh dengan kebahagiaan dan kenikmatan.

Pada suatu ketika Abu al-Ash berada dalam suatu perjalanan, kemudian terjadilah peristiwa besar dalam sejarah kehidupan manusia yaitu diangkatnya Muhammad sebagai nabi dengan membawa risalah. Zainab bersegera menyambut seruan dakwah yang dibawa oleh ayahnya.

Tatkala suaminya kembali dari bepergian, Zainab menceritakan perubahan yang terjadi pada kehidupan. Ia menerangkan bahwa bersamaan dengan kepergian suaminya, muncul lah Din (agama) yang baru dan lurus. Zainab menduga bahwa suaminya akan segera menyatakan keislamanny.

“Akan tetapi ia malah mendapat kan suaminya hanya diam dan tidak bereaksi,” tulis Teguh Pramono dalam bukunya “100 Muslim Terhebat Sepanjang Masa”.

Kemudian, Zainab mencoba dengan segala cara untuk meyakinkan suaminya. Namun, sang suami menjawab. “Demi Allah, bukannya saya tidak percaya dengan ayahmu. Hanya saja saya tidak ingin dikatakan bahwa telah menghina kaumku dan mengkafirkan agama nenek moyangku karena ingin mendapatkan keridhaan istriku,” katanya.

Pernyataan suami ini jelas merupakan pukulan telak bagi Zainab. Karena suaminya tidak mau masuk Islam, maka goncangan dan gelisah lah isi rumah tangga mereka. “Kegembiraan yang selama ini tercipta berubah menjadi kesengsaraan,” katanya.

Saat itu, Zainab tinggal di Makkah, di rumah suaminya. Tidak ada seorangpun di sekelilingnya yang dapat meringankan penderitaannya, karena jauhnya dirinya dengan kedua orang tua. Ayahnya telah berhijrah ke Madinah Al Munawaroh bersama sahabat-sahabatnya. Sedangkan ibunya telah menghadap ar Rafiqul A’la.

“Sementara saudara-saudaranya pun telah menyusul ayahnya di bumi hijrah,” katanya.

Tatkala pecah perang Badar kaum musyrikin mengajak Abu al Ash keluar bersama mereka untuk memerangi kaum muslimin. Namun, dalam sebuah peperangan Abu Al Ash menjadi tawanan kaum muslimin. Tatkala Abu Al Ash dihadapkan kepada Rasulullah, beliau berkata kepada para sahabat.

“Perlakukan tawanan ini dengan baik! “

Mendengar suaminya ditawan, Zainab sedih. Ia mengutus seseorang untuk menebus suaminya dengan kalung yang dihadiahkan sang ibunya Khadijah ketika membangun rumah tangganya dengan Abu al-Ash. Melihat kalung sebagai tebusan, Rasulullah tak henti-hentinya memandangi kalung tersebut, ia teringat istrinya yang setia, yang telah menghadiakan kalung tersebut kepada putrinya.

Setelah beberapa saat Rasulullah terdiam, beliau kemudian berkata dengan lemah lembut, “Jika kalian melihatnya sebagai kebaikan, maka bebaskanlah tawanan tersebut dan kembalikanlah harta tebusannya, maka lakukanlah!”

Dan para sahabatpun, melepaskannya. “Baiklah ya Rasulullah,”

Rasulullah meminta Abu al-Ash  berjanji dan membiarkan Zainab untuk hijrah. Karena Islam telah memisahkan hubungan antara keduanya. Abu al-Ash menyanggupinya dan membiarkan Zainab pergi menyusun Rasulullah ke Madinah.

Namun orang-orang Quraisy menghalangi dan mengancam jika bersikeras keluar dari Makkah, akhirnya Zainab kembali pulang dalam keadaan hamil muda dan keguguran. Abu al-Ash merawat Zainab hingga pulih dan setelah itu ia membawa Zainab pergi menemui Rasulullah.

Enam tahun berlalu, setelah perpisahan, akhirnya Abu al-Ash mendatangi Zainab dan menceritakan apa yang terjadi pada dirinya. Saat itu Zainab tak percaya atas kedatangan suaminya, Zainab ingin memeluk, namun ia harus menahan diri karena ingin memastikan tentang aqidahnya.

Abu al-Ash berkata. “Kedatangan ku ke sini bukan untuk menyerah, tetapi aku keluar untuk berdagang membawa barang-barang orang-orang Quraisy. Namun tiba-tiba saya bertemu dengan pasukan ayahmu yang didalamnya ada Zaid bin Haritsah dan 170 tentara. Selanjutnya mereka mengambil barang-barang yang aku bawa dan akupun melarikan diri. Sekarang aku menemui mu dengan sembunyi-sembunyi untuk meminta perlindungan.”

Namun pada saat waktu sholat subuh, Zainab berteriak, bahwa dia telah melindungi orang kafir  Abu al-Ash. Seketika Rasulullah bersama para sahabat menuju pusat suara dan benar ada Abu al-Ash.  Ketika itu Zainab memohon kepada ayahnya agar mau mengembalikan harta dan barang-barang Abu al-Ash dan Rasulullah pun memberikannya setelah minta izin kepada para sahabat.

Setelah mendapatkan kembali hartanya Abu al Ash pergi meninggalkan Zainab, menuju Makkah dengan membawa sebuah tekad.  Kemudian Abu al Ash berdiri dan berseru. “Wahai orang-orang Quraisy masih adakah di antara kalian yang hartanya masih berada di tanganku dan belum diambil?”

Mereka menjawab. “Tidak semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Sungguh kami dapatkan bahwa anda adalah seorang yang setia dengan janji.”

Karena sudah tidak ada lagi harta orang-orang pada dirinya, Abu al-Ash berkata mendeklarasikan dirinya masuk Islam. Bersyahadatnya Abu al-Ash setelah ia mengembalikan barang-barang orang Quraisy, sehingga terlepasnya bebannya.

“Setelah aku mengembalikan barang-barang kalian dan sudah aku laksanakan tanggung jawabku, maka masuk Islam,” katanya.

Setelah menyatakan masuk Islam Abu al- Ash bertolak ke Madinah, ia kembali berkumpul dengan orang-orang yang dicintainya. Namun tak lama dari perkumpulan itu Zainab wafat pada tahun ke-8 Hijriyah akibat sakit yang masih membekas karena keguguran saat hendak berhijrah.

Rasulullah meminta sahababiyah (sahabat dari kalangan wanita) untuk memandikannya. “Mandikanlah dengan bilangan yang ganjil, tiga atau lima, dengan kapur barus atau sejenisnya. Apabila kalian selesai memandikan, beritahukan kepadaku.”

Tatkala para wanita Islam itu telah selesai memandikannya, Rasulullah memberikan kain penutup dan bersabdam “Pakaikanlah ini kepadanya. Semoga Allah merahmati Zainab binti Rasulullah dan membalas seluruh amal baiknya dengan balasan yang baik.”

KHAZANAH REPUBLIKA

Khadijah binti Khuwailid, Istri Tercinta Nabi Muhammad (1)

Siti Khadijah berjuang bersama Rasulullah SAW syiarkan Islam

Khadijah dilahirkan pada tahun 68 sebelum Hijriyah, di sebuah keluarga yang mulia dan terhormat. Dia tumbuh dalam suasana yang dipenuhi dengan perilaku terpuji. Ulet, cerdas dan penyayang merupakan karakter khusus kepribadiannya. Sehingga masyarakat di zaman Jahiliyah menjulukinya sebagai At-Thahirah (seorang wanita yang suci).

Selain itu, Khadijah juga berprofesi sebagai pedagang yang mempunyai modal sehingga bisa mengupah orang untuk menjalankan usahanya. Kemudian Khadijah akan membagi keuntungan dari perolehan usaha tersebut. Rombongan dagang miliknya juga seperti umumnya rombongan dagang kaum Quraisy lainnya.

Lalu, suatu saat dia mendengar tentang Rasulullah SAW, sesuatu yang menarik perhatian Khadijah tentang kejujuran, amanah, dan kemuliaan akhlak beliau.

Kemudian Khadijah memberikan pekerjaan kepada Rasulullah agar menjalankan barang dagangannya ke negeri Syam dengan ditemani anak bernama Maisarah. Beliau diberi modal yang cukup besar dibandingkan lainnya. Rasulullah menerima pekerjaan tersebut dan disertai Maisarah menuju kota Syam.

Sesampainya di negeri tersebut beliau mulai menjual barang dagangannya, dan kemudian hasil dari penjualan tersebut beliau belikan barang lagi untuk dijual di Makkah. Setelah misi dagangnya selesai, beliau bergabung dengan kafilah kembali ke Makkah bersama Maisarah. Keuntungan yang didapatkan Rasulullah sungguh berlipat ganda, sehingga Khadijah menambahkan bonus untuk beliau dari hasil penjualan tersebut.

Sesampainya di Makkah, Maisarah menceritakan perilaku baik Rasulullah yang dilihatnya dengan mata kepala sendiri. Khadijah merasa tertarik dengan cerita tersebut dan segera mengutus Maisarah untuk datang pada Rasulullah. Dan menyampaikan pesannya untuk beliau.

“Wahai anak pamanku, aku senang kepadamu karena kekerabatan, kekuasaan terhadap kaummu, amanahmu, kepribadianmu yang baik, dan kejujuran perkataanmu.” Kemudian Khadijah menawarkan dirinya kepada Rasulullah.

KHAZANAH REPUBLIKA