INFOGRAFIS: Jadwal Puasa Bulan Sya’ban 1441 H

Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam diriwayatkan tidak pernah berpuasa selama satu bulan penuh selain di bulan suci Ramadhan. Namun sang penghulu Rasul itu tidak berpuasa sunah sebanyak di bulan Sya’ban.

وسلم يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ وَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطُّ إِلاَّ رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ فِي شَهْرٍ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ

Artinya: Seperti dinarasikan Aisyah, “Rasulullah SAW sempat puasa beberapa hari hingga kami berpikir dia akan terus melakukannya. Kemudian, Rasulullah SAW tidak puasa selama beberapa hari dan kami mengira dia tidak akan puasa lagi. Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW menyelesaikan puasa hingga satu bulan kecuali saat Ramadhan, dan aku tidak pernah melihatnya berpuasa sebanyak di bulan Sya’ban.” (HR Abu Daud).

Berikut ini jadwal puasa sunah selama bulan Sya’ban 1441 H (ilustarsi pada cover):

DETIK HIKMAH

Doa Keluar Rumah saat Pandemi Virus Corona dari Aa Gym

KH Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym, mengunggah video protocol dalam menjaga kesehatan kita di tengah pandemi virus Corona atau COVID-19. Aa Gym membagikan video ini bagi mereka yang sering keluar rumah demi melaksanakan kewajiban diluar dari rumah. Video tersebut diunggah melalui akun media sosial Aa Gym, salah satunya Facebook pada Rabu, 25 Maret 2020.


Pimpinan Pesantren Daarut Tauhiid (DT) Gegerkalong, Bandung ini mengawali unggahannya dengan ucapan salam. “Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh. Bagi sahabat-sahabatku yang memang wajib keluar, paramedis, petugas keamanan, pengantar barang makanan yang memang wajib keluar maka ikutilah protokol ini. Keluarlah dengan niat lilahi taala yang benar memenuhi kewajiban” ucap Aa Gym.

Ia juga mengingatkan untuk tidak lupa melengkapi diri dengan perlengkapan kesehatan seperti masker untuk menutup wajah, sarung tangan plastik yang biasa dipakai masak namun bisa bermanfaat, hand sanitizer gel, dan juga sabun kecil, dimana saat ketemu air lebih efektif dalam mematikan virus Corona tersebut.

“Dan ada satu lagi, ini dia jas hujan murah meriah yang bisa dipakai dalam situasi yang sangat sulit dan bisa dibuang, disposal ya” tambah Aa Gym.

Jika niat dan cara sudah benar, Aa Gym kemudian mengingatkan kembali amalan ketiga yaitu ketika keluar dari rumah, untuk memanjatkan doa “Bismillahi tawakaltu Alallahi lahaula walakuata ilabilah. Dengan nama Allah yang dengan nama-Nya, saya bertawakal kepada Allah. Tiada kekuatan kecuali dari Allah. Tiada daya tiada kekuatan kecuali dari Allah. Hudita, wakufita, wawukita, akan ditunjuki, akan dicukupi, akan dilindungi. Ini janji Allah,” ujar Aa Gym.

Aa Gym kemudian melanjutkan, berangkat dari rumah dan melakukan sedekah dengan apapun baik uang, sembako atau kebaikan yang bisa kita lakukan karena sedekah merupakan penolak segala bala. Ia juga mengingatkan untuk melangkah keluar dari rumah sambal senantiasa berdzikir. “Maka ingatlah pada-Ku menurut Allah aku ingat padamu. Sepanjang kita zikir, Allah pun akan memperlakukan kita spesial, mudah-mudahan perjalanan keluar ini jadi amal soleh, senantiasa dalam perlindungan Allah, membawa manfaat bagi orang karena wajib, dan kembali ke rumah penuh dengan keselamatan. Selamat melaksanakan amal soleh yang darurat ini semoga jadi kebaikan. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,” tutup Aa Gym.

Sebelumnya pada Sabtu 22 Maret 2020, Aa Gym juga mensosialisasikan terkait social distancing dan kewaspadaan terhadap virus Corona. Aa Gym mengimbau para warga untuk berada di rumah jika tidak memiliki keperluan yang mendesak.

DETIK HIKMAH

Sabar Itu Wajib, Ridha Itu Sunnah

Sabar artinya menahan diri dari apa yang dilarang oleh syariat ketika menghadapi sesuatu yang tidak disukai. Ketahuilah bahwa sabar itu hukumnya wajib. Lebih dari sabar adalah sikap ridha, dan ridha lebih disukai dari sabar.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung” (QS. Al Imran: 200).

Allah ta’ala juga berfirman:

وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al Anfal: 46).

Allah ta’ala juga berfirman:

وَاتَّبِعْ مَا يُوحَى إِلَيْكَ وَاصْبِرْ حَتَّى يَحْكُمَ اللَّهُ وَهُوَ خَيْرُ الْحَاكِمِينَ

Dan ikutilah apa yang diwahyukan kepadamu, dan bersabarlah hingga Allah memberi keputusan dan Dia adalah Hakim yang sebaik-baiknya.” (QS. Yunus: 109).

Allah ta’ala juga berfirman:

وَاصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ

Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS. Hud: 115).

Dan ayat-ayat yang lainnya, yang terdapat perintah untuk bersabar. Sabar disebutkan dengan fi’il amr (kata kerja perintah). Sedangkan kaidah ushul fiqih mengatakan:

الأصل في الأمر للوجوب

“Hukum asalnya kata perintah menghasilkan hukum wajib”.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan:

فيجب على الإنسان أن يصبر على المصيبة, و ألا يحدث قولا محرما و لا فعلا محرما

“Maka wajib bagi setiap orang untuk bersabar terhadap musibah dan tidak mengucapkan perkataan yang haram serta tidak melakukan perbuatan yang haram (ketika menghadapi musibah)” (Syarah Hadits Jibril, hal. 84).

Maka sabar itu wajib, orang yang tidak bersabar dia berdosa. Dan tidak boleh seorang mengatakan: “saya sudah tidak sabar lagi”, karena ini berarti: “saya sudah tidak mau melakukan kewajiban lagi”.

Bagaimana sabar yang wajib itu?

Definisi dari sabar adalah sebagaimana dijelaskan Ibnul Qayyim:

الصبر : حبس اللسان عن الشكوى الى غير الله ، والقلب عن التسخط ، والجوارح عن اللطم وشق الثياب ونحوها

“Sabar adalah menahan lisan dan mengeluh kepada selain Allah, menahan hati agar tidak marah (pada takdir Allah), dan menahan anggota badan dari menampar-nampar pipi, merobek baju atau ekspresi marah yang semisalnya” (‘Uddatus Shabirin, 231).

Maka batasan sabar adalah ketika seseorang bisa menahan lisannya dan perbuatannya agar tidak terjerumus pada sesuatu yang haram ketika terjadi musibah, walaupun ia menahannya dengan berat dan sesak di dada.

Yang lebih utama dari sabar adalah ridha. Yaitu sikap menerima dengan sepenuh hati dan penuh tulus takdir Allah tanpa merasakan sesak di dada. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan:

والفرق بين الرضا والصبر : أن الراضي لم يتألم قلبه بذلك أبدا ، فهو يسير مع القضاء

“Perbedaan antara ridha dan sabar adalah, orang yang ridha tidak merasakan sakit hatinya sama sekali dengan adanya musibah, ia berjalan bersama dengan takdir Allah dengan ringan” (Syarah Hadits Jibril, hal. 84).

Ridha hukumnya sunnah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:

الرضا بالمصائب كالفقر والمرض والذل : مستحب في أحد قولي العلماء وليس بواجب ، وقد قيل : إنه واجب ، والصحيح أن الواجب هو الصبر

“Ridha terhadap musibah seperti kefakiran, sakit dan bangkrut, ini hukumnya mustahab (dianjurkan) menurut salah satu pendapat dari para ulama, tidak sampai wajib. Sebagian ulama, mengatakan ridha itu wajib. Namun pendapat yang shahih, yang wajib adalah sabar” (Majmu’ Al Fatawa, 10/682).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan:

فما يقع من المصائب يستحب الرضا به عند أكثر أهل العلم ولا يجب ، لكن يجب الصبر عليه

“Ketika terjadi musibah, dianjurkan untuk ridha terhadap musibah, menurut jumhur ulama, tidak sampai wajib. Namun yang wajib adalah sabar” (Majmu’ Fatawa war Rasail, 2/92).

Intinya, sabar adalah menahan diri dari yang diharamkan dalam agama, ketika terjadi musibah. Itulah kadar yang wajib! Adapun jika bisa lebih dari itu maka mustahab (dianjurkan).

Semoga Allah ta’ala memberi taufik.

Penulis: Ustadz Yulian Purnama

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/11985-sabar-itu-wajib-ridha-itu-sunnah.html

Hilangnya Amar Ma’ruf Bisa Mengundang Bencana

MEMELIHARA diri siksaan dan kemurkaan yang bisa jadi tidak hanya menimpa diri kita adalah syariat agama yang harus diperhatikan. Imbas dari dosa terkadang bukan hanya menimpa pelakunya, juga bisa menimpa orang lain, bahkan ia termasuk orang-orang sholeh sekalipun.

Allah teleh memerintahkan untuk menjaga dan memelihara diri dari hal yang demikian. Dalam Al-Quran Allah berfirman;

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang zhalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksanya.” [QS: al-Anfâl/8l:25]

Dalam ayat ini, Allah Azza wa Jalla memperingatkan kaum Mukminin agar mereka senantiasa membentengi diri mereka dari siksa. Allah juga menyeru manusia kepada kebaikan dan melarang mereka dari kemunkaran.

Adzab Allah itu amat pedih. Jika adzab itu diturunkan pada suatu tempat, maka ia akan menimpa semua orang yang ada di tempat tersebut, baik orang shaleh maupun orang yang keji.

Ummul Mukminîn Zainab binti Jahsy Radhiyallahu anhuma bahwa Rasulullâh ﷺ pernah mendatanginya dalam keadaan terkejut, seraya berkata: “Lâ ilâha illallâh! Celakalah bangsa Arab, karena kejelekan yang telah mendekat, hari ini telah dibuka tembok Ya’jûj dan Makjûj seperti ini – beliau melingkarkan ibu jari dengan jari telunjuknya – kemudian Zainab Radhiyallahu anhuma berkata: “Apakah kita akan binasa wahai Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , padahal di sekitar kita ada orang-orang shalih? Beliau menjawab: “Ya, jika kemunkaran itu sudah merajalela.” (Shahîh al-Bukhâri No.7059 Shahîh Muslim No. 2880).

Bahkan, disebutkan dalam hadits Abu Bakar Radhiyallahu anhu,  Beliau berkata: “Sungguh, kami pernah mendengar Rasullullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya jika manusia melihat seseorang melakukan kezhaliman, kemudian mereka tidak mencegah orang itu, maka Allah akan meratakan adzab kepada mereka semua.” [HR Abu Dâwud, at-Tirmidzi].

Dari hadits inilah kita berkaca bahwa salah satu produk dosa yang dapat mendatangkan bencana adalah hilangnya rasa perihatin ketika menyaksikan kemunkaran terjadi. Tidak mencegahnya, pun tidak mengingarinya. Hingga kemunkaran merajalela.

Karena, diamnya orang-orang yang mampu menegakkan amar ma’ruf nahi munkar akan membuat perbuatan jelek akan nampak baik dan indah di mata khalayak ramai. Kemudian mereka pun akan menjadi pengikut para pelaku maksiat, hingga maksiat menjadi merata, dan ini adalah musibah dan bencana yang sangat besar.

Sedangkan mereka yang senantiasa menjaga dan menggalakkan amar ma’ruf, maka niscya Allah akan membentengi dirinya dari bencana. Sebagaiman firmanNya,

فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ أَنْجَيْنَا الَّذِينَ يَنْهَوْنَ عَنِ السُّوءِ وَأَخَذْنَا الَّذِينَ ظَلَمُوا بِعَذَابٍ بَئِيسٍ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ

“Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka kami menyelamatkan orang-orang yang mencegah perbuatan jahat dan kami timpakan kepada orang yang berbuat dzalim siksaan yang keras disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” [QS: al-A’raf :165].

Mengenai ayat ini Syeikh as-Sa’di rahimahullah berkata dalam tafsirnya;  “Ini adalah sunnatullah (hukum Allah Azza wa Jalla ) bagi para hamba-Nya, bahwa orang-orang yang memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang kemunkaran akan selamat ketika musibah menimpa.” (Taisîrul Karîm ar-Rahmân hlm. 307)

Muhasabah

Karenanya saat wabah menghantam Syam dan Hijaz, Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata;

كثرت الأمراض بالحمى والطاعون، في العراق والحجاز والشام، وماتت الوحوش في البرازي والبهائم، وهاجت ريح سوداء وتساقطت الأشجار.

فأمر الخليفة المقتدي بأمر الله، بتجديد الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر، وكسر آلات الملاهي، فانجلى الطاعون وذهبت الأمراض.

“Saat itu banyak penyakit demam dan wabah di Irak, Hijaz dan Syam. Hewan-hewan liar mati di berbagai tempat terbuka dan begitu pula hewan ternak mati, angin hitam bertiup kencang dan pohon-pohon bertumbangan.

Maka Khalifah Al Muqtadi Biamrillah memerintahkan untuk menggalakkan amar ma’ruf nahi munkar dan menghancurkan alat-alat musik, maka akhirnya wabah penyakit itu hilang dan penyakit-penyakitnya pun sirna.” (Dalam Al Bidayah wan Nihayah,  Ibnu Katsir [16/93]).

Maka apapun yang menimpa kita hari ini sebaiknya mengintropeksi diri karena siksaan terberat dari ditinggalkannya amar ma’ruf adalah tidak terkabulnya doa, Jangan sampai karena dosa inilah yang membuat doa-doa kita, hingga hari ini tidak juga terkabul.

Perhatikanlah sabda Rasulullah ﷺ dalam haditsnya;

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوْشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْ عِنْدِهِ ثُمَّ لَتَدْعُنَّهُ فَلاَ يَسْتَجِيْبُ لَكُمْ

“Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, hendaknya kalian betul-betul melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar atau (jika kalian tidak melaksanakan hal itu) maka sungguh Allah akan mengirim kepada kalian siksa dari-Nya kemudian kalian berdoa kepada-Nya (agar supaya dihindarkan dari siksa tersebut) akan tetapi Allah Azza wa Jalla tidak mengabulkan do’a kalian.” [HR Ahmad dan at-Tirmidzi dalam Shahîhul Jâmi’]

Akhirnya mari merenung untuk memastikan satu hal, adakah wabah yang sedang menyerbu kita dengan ganas hari ini. Benar untuk mengangkat derajat, atau justru buah dari laknat.

لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَىٰ لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ

“Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat dengan lisan Dâwud dan Isa putera Maryam. Hal itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampauhi batas. Mereka satu sama lain senantiasa tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat, sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” [QS: al-Mâidah/5:78-79]

Mari ikhtiar dan bertaubat. Hanya itu satu-satunya jalan untuk kembali meraih rahmat.

Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu berkata:

مَا نَزَلَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِذَنْبٍِ وَلاَ رُفِعَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِتَوْبَةٍ

“Tidaklah musibah itu menimpa, kecuali disebabkan dosa, dan musibah itu tidak akan diangkat kecuali dengan taubat.” (Addâ’ Wad Dawâ’ Hlm. 118).*/Naser Muhammad

HIDAYATULLAH

Antara Suami dan Orang Tua, Mana yang Ditaati?

SEBUAH keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah adalah impian dari setiap Muslim. Namun terkadang, ada saja hal yang menjadi penghalang terwujudnya hal tersebut. Seperti halnya masalah yang hadir dari kedua keluarga. Yakni keluarga dari pihak istri dan suami.

Tak sedikit antara keluarga suami dan istri terjadi perselisihan. Di sinilah, biasanya pihak istri merasa bimbang untuk memilih, mana yang harus ditaati. Istri ingin berpihak kepada keluarga karena menaati dan berbuat baik pada kedua orang tua termasuk menjalankan perintah Allah.

Namun, menjadi sebuah pertimbangan kembali ketika mendengar sabda Rasulullah SAW, “Sekiranya aku boleh memerintah seseorang untuk bersujud kepada selain Allah, pasti aku akan perintahkan seorang istri untuk bersujud kepada suaminya,” (HR. Ibnu Majah VI/30).

Dengan demikian, untuk waktu yang lama perselisihan tersebut belum berhasil terselesaikan. Lalu, harus dipihak manakah yang diambil oleh seorang istri?

Tak diragukan lagi bahwa hak kedua orang tua wajib ditunaikan. Menaati kedua orang tua secara makruf dan berbuat baik kepada keduanya telah Allah perintahkan dalam banyak ayat. Sebagai istri, Anda juga wajib menunaikan hak suami. Mereka berdua sama-sama mempunyai hak yang wajib Anda penuhi. Anda berkewajiban untuk menunaikan hak masing-masing.

Mengenai kepada siapa Anda harus berpihak ketika terjadi perselisihan, maka Anda harus berpihak pada orang yang benar. Jika suami Anda yang benar dan ayah Anda salah, Anda harus berpihak pada suami dan menasihati ayah. Namun, jika sebaliknya maka Anda harus berpihak pada ayah dan menasihati suami. Jadi, Anda harus berpihak pada kebenaran dan menasihati siapa yang salah di antara keduanya.

Demikianlah sikap yang hendaknya Anda ambil ketika keduanya berselisih. Selain itu, upayakan untuk mendamaikan keduanya semampu Anda. Sebab, mendamaikan orang (yang berselisih), apalagi sesama kerabat, termasuk amal ketaatan yang agung. Anda akan mendapat pahala dari Allah ketika melakukannya.

Allah SWT berfirman, “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia,” (QS. An-Nisa: 114).

Bagi keluarga yang sedang menghadapi masalah perselisihan tersebut, hendaklah keduanya bertakwa kepada Allah, bermuamalah dengan persaudaraan yang berdasarkan Islam dengan hak kekerabatan yang ada di antara keduanya. Kedua belah pihak hendaknya melupakan perselisihan yang pernah terjadi serta saling memaafkan. Sebab, beginilah sifat-sifat seorang Muslim. Selain itu, janganlah mengikuti hawa nafsu atau setan. Selalulah memohon perlindungan kepada Allah dari segala bujuk rayu setan. []

Sumber: Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan/Al-Muntaqa min Fatawa Al-Fauzan/150 Problem Rumah Tangga yang Sering Terjadi/Karya: Nabil Mahmud/Penerbit: Aqwam

ISLAMPOS

Dua Jenis ‘Benih’ dalam Hati Setiap Manusia

Ada benih takwa dan kefasikan dalam hati tiap manusia.

Allah SWT menanam dalam hati tiap insan dua jenis benih. Pertama, benih kefasikan (fujur) dan takwa. Hal ini ditegaskan dalam Alquran surah asy-Syams ayat 8-10.

“Maka Dia (Allah) mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan merugilah orang yang mengotorinya.” Demikian terjemahan firman Allah tersebut.

Bagaikan seorang petani yang tangkas, Muslim hanya fokus pada membesarkan benih ketakwaan di dalam hatinya. Biarkan benih fujur kerdil dan merana.

Seorang Muslim yang baik akan terus memupuk benih takwa itu dengan Alquran dan Sunah Nabi SAW sebagai pupuk yang utama. Lalu, ia menyiraminya dengan air hikmah, yakni berupa ucapan dan perilaku para salafush shalih.

Bersamaan dengan itu, dia juga berusaha menjauhi segala bentuk maksiat agar tanaman terhindar dari hama dan penyakit. Dan tanah yang subur, tanamannya tumbuh baik dengan izin Allah, sebaliknya tanah yang gesang tanamannya tumbuh kerdil …. (QS Al-A’raf [7]: 58).

Tanaman seperti inilah yang diumpamakan oleh Allah SWT dalam QS Ibrahim [14]: 24-25. Tidakkah engkau perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan izin Rabbnya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.

Betapa indah pohon takwa Rasulullah SAW. Banyak orang melemparinya dengan batu, cacian, dan berbagai fitnah, tapi Rasul SAW selalu membalasnya dengan buah senyum dan kasih sayang.
Begitu pula dengan pohon takwa Abu Bakar Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib Radliyallahu anhum, dan para sahabat lainnya yang selalu berbuah akhlaqul karimah. Mereka, generasi pertama Islam yang selalu menjadikan Alquran dan sunah sebagai referensi utama, hingga Aisyah RA menyebut akhlak Rasulullah SAW sebagai Khuluquhul Qur`an (akhlak Rasulullah adalah Alquran).

Bagimana dengan generasi Islam saat ini, apa yang menjadi referensi utama mereka dalam berucap dan bertindak? Pertanyaan inilah yang harus dijawab oleh para orang tua dan pemimpin Islam saat ini. Wallahu a’lam.

KHAZANAH REPUBLIKA

Virus Corona, Kami dan Undangan Kami

KAMI dalam judul ini barangkali tidak berisi saya sendiri dengan sedikit orang, melainkan juga banyak orang yang seringkali diundang untuk mengisi acara pengajian-pengajian. Ada beberapa panitia pengundang yang dengan kesadarannya menunda atau menggagalkan undangan yang sudah jauh hari ditentukan dan disepakati bersama.

Kami tidak mempermasalahkan karena memang kondisi seperti saat ini mengharuskan kita memilih pilihan yang teraman dan terbaik untuk semuanya. Tak benar isu yang mengatakan bahwa para muballigh sedih menderita gara-gara pembatalan atau penundaan undangan itu.

Ada juga beberapa panitia yang marah-marah kepada kami karena kami memilih untuk menunda acara. Ada yang beralasan bahwa semua sudah siap, konsumsi dan semua fasilitas sudah selesai ditata. Ada pula yang berkata halus namun menusuk: “Sebagai muballigh ternyata iman Anda masih tidak kuat-kuat juga. Masa Anda takut pada virus Corona. Anda rupanya tak yakin bahwa hidup mati itu tak ada hubungannya dengan virus Corona.” Hebat betul “iman” orang ini ya.

Saya menjawab pelan saja bahwa mungkin saja iman kami tidak seperti iman beliau-beliau itu. Saya bertanya ringan, salahkan saya kalau saya menjalankan perintah Allah QS An-Nisa’ ayat 71 untuk bersiap siaga alias menjaga diri penuh kewaspadaa?

Ayatnya begini: “Wahai orang-orang yang beriman! Bersiap siagalah kamu dan majulah (ke medan pertempuran) secara berkelompok atau majulah bersama-sama (serentak).” (QS. An-Nisa’ 4: Ayat 71).

Lalu saya tanyakan lagi, salahkah saya jika saya melaksanakan perintah Allah dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 195 agar jangan melakukan sesuatu yang sekiranya menjadikan diri celaka? Ayatnya adalah ini: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”

Jawaban saya ini tak dijawabnya. Mungkin sedang mencari dalil tandingan. Kami paham bahwa secara batin kita harus memasrahkan semuanya kepada Allah dan meyakini bahwa semua berjalan di atas pengetahuan serta kehendak Allah. Namun secara dzahir, kita diperintah berusaha merespon segala sesuatu dengan respon terbaik menurut pertimbangan-pertimbangan kita.

Sementara ini, pengajian rutin kami dialihkan menjadi pengajian online. Mungkin, ini adalah salah satu cara Allah “mengislamkan” jaringan net kita yang selama ini lebih sering digunakan untuk hal-hal no agama. Salam maaf dan hormat, AIM, Pengasuh Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya. [*]

Oleh KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

Awas! Undian Berhadiah karena Membeli Suatu Produk

DERASNYA arus persaingan dalam dunia bisnis secara umum dan ritel secara khusus, memaksa para pelaku bisnis untuk memeras akal guna menemukan strategi manjur dalam bisnisnya. Alih-alih menemukan strategi untuk memenangkan persaingan. Seringkali mereka pusing tujuh keliling karena memikirkan strategi agar bisnisnya dapat bertahan hidup di tengah persaingan yang ketat dan terasa kejam.

Berbagai kiat dan strategi ditempuh dari yang klasik, atau yang kontemporer dan bahkan hingga yang unik. Kondisi ini seakan menyisipkan satu pesan kepada para pengusaha bahwa dunia usaha hanya bisa dihuni oleh orang-orang yang inovatif, bermental baja, dan berhati “batu” sehingga jeli dan sekaligus tega (tanpa iba) memanfaatkan segala kesempatan walau dalam kesempitan.

Dahulu, masyarakat meyakini bahwa pembeli adalah raja, sehingga ia bebas memilih, mendapatkan layanan, dan senantiasa keluar sebagai penentu keputusan. Dan mungkin hingga kini Anda termasuk yang masih meyakini kebenaran mitos ini. Namun Benarkah mitos ini senantiasa terbukti pada dunia nyata? Coba Anda renungkan berbagai proses dan praktik niaga yang selama ini Anda jalani? Benarkah dalam setiap kesempatan yang Anda lalui merasa sebagai raja dan mendapat perlakuan selayaknya raja?

Kata-kata : BIG SALE, CUCI GUDANG, DISCOUNT UP TO 75 %, atau BELI 1 DAPAT 2, atau MENANGKAN MOBIL BMW, dan ucapan serupa lainnya, adalah buktinya. Dengan kata-kata ini, pengusaha mengesankan bahwa Anda adalah raja, sehingga layak mendapatkan barang dengan harga murah, hadiah melimpah, dan lain sebagainya.

Benarkah demikian? Tentu saja tidak, sejatinya, semua itu hanyalah alat untuk memancing Anda agar lalai sehingga isi kantong terus mengalir, tanpa Anda sadari. Bahkan kalaupun kantong telah kering, Anda masih juga belum menyadari kenyataan yang ada. Kata-kata manis di atas, hanyalah kiat para pengusaha guna melipatgandakan penjualan dan keuntunganya. Mereka tidak peduli apakah akhirnya Anda benar-benar untung dan mendapatkan janji manis mereka atau malah buntung. Karenanya jadilah konsumen cerdas, sehingga senantiasa bersikap proporsional dan waspada.

Di antara kiat manjur pengusaha untuk melipatgandakan penjualannya ialah dengan mengadakan undian berhadiah. Dari mereka ada yang membuat kuis sederhana, ada pula yang dengan mengirimkan potongan bungkus produk, atau cara lainnya. Anda kurang percaya? Bukankah untuk bisa mengikuti undian ini Anda terlebih dahulu harus membeli produknya. Ditambah lagi pengundian pemenang dilakukan dalam jeda waktu yang cukup panjang sejak dimulainya pengumpulan kupon undian. Dengan demikian Anda bisa bayangkan; betapa banyak konsumen yang terdorong membeli karena tergiur oleh iming-iming “peluang menjadi pemenang.”

Mungkin Anda kurang menyadari hal ini, karena Anda merasa bahwa uang yang Anda keluarkan untuk mebeli poduk itu kecil, sedangkan hadiah yang dijanjikan bernilai ratusan juta rupiah. Walau Anda kurang menyadari, namun semua sepakat bahwa sejatiya Anda telah menyisihkan sebagian uang untuk mendapatkan “peluang menjadi pemenang” pada undian tersebut. Anda telah terjerumus dalam sikap spekulasi yang terlarang, yaitu membayarkan sejumlah harta dengan motivasi untuk mendapatkan hadiah “peluang menjadi pemenang”, bukan mendapatkan imbalan yang pasti. Praktik semacam ini dalam syariat Islam disebut sebagai perjudian. Kami yakin Anda pasti telah mengetahui bahwa perjudian diharamkan.

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS. Al Maidah 90-91)

Mungkin Anda berkata: Saya telah mendapatkan imbalan yang pasti berupa barang yang saya beli. Betul, Anda telah mendapatkan imbalan berupa barang, namun itu bukan semua imbalan yang Anda harapkan ketika membeli produk tersebut. Produk bukan tujuan dan motivasi utama Anda membeli. Itu hanya sebagian dari imbalan, sedangkan sisa imbalan yang Anda inginkan terwujud pada “peluang menjadi pemenang”.

Adanya niat mendapatkan imbalan yang tidak pasti, ini cukup sebagai alasan untuk menyamakan undian ini dengan praktik perjudian, karena inti dari keduanya terletak pada ketidakpastian. Pemain judi klasik dan konsumen produk kupon berhadiah, sama-sama membeli “peluang menjadi pemenang” dengan sebagian hartanya. Adanya kesamaan motivasi ini secara hukum syariat cukup untuk menyamakan keduanya dalam tinjauan hukumnya, yaitu sama-sama haram, sebagaimana ditegaskan dalam hadits berikut:

“Sejatinya setiap amalan pastilah disertai dengan niat, dan setiap manusia hanya mendapatkan hasil selaras dengan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Pembaca yang budiman, Dunia ini memang penuh dengan tipu daya: “Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid 20)

Hanya dengan cara ini Anda dapat menggapai sukses dalam hidup, apapun profesi dan status Anda. Demikianlah petuah Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada umatnya dalam mensikapi harta kekayaan dunia:

“Sesungguhnya harta ini bak buah yang segar lagi manis. Barangsiapa yang mengambilnya dengan tanpa ambisi (sikap rakus), maka ia mendapat berkah pada hartanya. Sedang orang yang mengambilnya dengan penuh rasa ambisi (rakus), niscaya hartanya tidak diberkahi. Akibatnya ia bagaikan orang yang makan namun tidak pernah merasa kenyang.” (Bukhari dan Muslim)

Semoga paparan ini menggugah semangat dan menjadi pelajaran bagi Anda dalam menyikapi propaganda-proganda para pengusaha. Wallahu aalam bisshawab.

[Majalah Pengusaha Muslim/ Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri]

INILAH MOZAIK

Orang yang Paling Merugi Amalannya

Siapa Orang yang Merugi Itu?

Orang yang sudah beramal namun tidak mendapatkan manfaat apa-apa dari amalannya tersebut, maka ia orang yang merugi. Dan ada orang yang paling merugi lagi, yaitu orang yang tidak mendapatkan manfaat apa-apa dari amalannya namun ia tidak menyadarinya. Allah ta’ala berfirman:

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا

“Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya” (QS. Al Kahfi: 103-104).

Penjelasan Para Ulama

Mari kita lihat penjelasan para ulama tentang siapakah mereka orang-orang yang merugi tersebut?

Al Baghawi rahimahullah menjelaskan:

واختلفوا فيهم : قال ابن عباس وسعد بن أبي وقاص : هم اليهود والنصارى . وقيل : هم الرهبان

“Para ulama berbeda pendapat tentang siapa orang yang merugi dalam ayat ini. Ibnu Abbas dan Sa’ad bin Abi Waqqash mengatakan: mereka adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani. Sebagian mufassirin mengatakan: mereka adalah ruhban (pendeta Nasrani)” (Tafsir Al Bagahwi).

Imam Ath Thabari membawakan sebuah riwayat dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu:

عن عليّ بن أبي طالب، أنه سئل عن قوله (قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالأَخْسَرِينَ أَعْمَالا) قال: هم كفرة أهل الكتاب ، كان أوائلهم على حقّ، فأشركوا بربهم، وابتدعوا في دينهم، الذي يجتهدون في الباطل، ويحسبون أنهم على حقّ، ويجتهدون في الضلالة، ويحسبون أنهم على هدى، فضلّ سعيهم في الحياة الدنيا، وهم يحسبون أنهم يحسنون صنعا

Dari Ali bin Abi Thalib, ketika ia ditanya tentang firman Allah ta’ala (yang artinya) “Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?”. Beliau menjawab: mereka adalah orang-orang kafir dari kalangan Ahlul Kitab. Awalnya mereka di atas kebenaran, lalu mereka berbuat syirik terhadap Rabb mereka. Dan mereka membuat kebid’ahan-kebid’ahan, yang mereka lakukan dengan sungguh-sungguh dalam kebatilan. Dan mereka menganggap amalan mereka itu benar. Sehingga mereka pun bersungguh-sungguh dalam kesesatan dan menganggap diri mereka di atas petunjuk. Maka sesatlah mereka dalam kehidupan dunia dan mereka mengira diri mereka sedang melakukan kebaikan” (Tafsir Ath Thabari).

Maka orang yang paling merugi amalannya adalah orang-orang yang kufur kepada Allah, diantaranya orang-orang Yahudi dan Nasrani. Karena mereka berbuat syirik kepada Allah namun mereka menganggap diri mereka sedang melakukan kebaikan. Sebagaimana disebutkan dalam kelanjutan ayat:

أُولَئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلَا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا

“Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat” (QS. Al Kahfi: 105).

Al Imam Al Qurthubi rahimahullah juga menjelaskan:

قال ابن عباس : ( يريد كفار أهل مكة ) . وقال علي : ( هم الخوارج أهل حروراء . وقال مرة : هم الرهبان أصحاب الصوامع )

“Ibnu Abbas berkata: yang dimaksud ayat ini adalah orang-orang kafir Mekkah. Ali (bin Abi Thalib) berkata: yang dimaksud ayat ini adalah khawarij penduduk Harura. Dalam kesempatan yang lain, Ali berkata: mereka adalah para pendeta yang tinggal di shuma’ah (tempat ibadah)” (Tafsir Al Qurthubi).

Imam Ath Thabari membawakan sebuah riwayat lain dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu:

عن أبي الطفيل، قال: سأل عبد الله بن الكوّاء عليا عن قوله (قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالأَخْسَرِينَ أَعْمَالا) قال: أنتم يا أهل حَروراء.

“Dari Abu Ath Thufail, ia berkata: Abdullah bin Al Kawwa’ bertanya kepada Ali tentang firman Allah ta’ala (yang artinya) “Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?””. Ali menjawab: itu adalah kalian wahai penduduk Harura’ (Khawarij)” (Tafsir Ath Thabari).

Maka diantara orang yang paling merugi adalah ahlul bid’ah, termasuk di dalamnya kaum Khawarij.  Karena tidak ada pelaku kebid’ahan, kecuali ia mengira sedang melakukan kebaikan dengan kebid’ahanya tersebut. Oleh karena itu Sufyan Ats Tsauri rahimahullah sampai mengatakan:

إن البدعة أحب إلى إبليس من المعصية لأن البدعة لا يُتاب منها والمعصية يُتاب منها

“Kebid’ahan itu lebih dicintai oleh iblis dari pada maksiat, karena pelaku bid’ah sulit bertaubat sedangkan pelaku maksiat mudah bertaubat” (Syarhus Sunnah Al Baghawi, 1/216).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَ اللهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعْ بِدْعَتَهُ

“Sungguh Allah menghalangi taubat dari setiap pelaku bid’ah sampai ia meninggalkan bid’ahnya”  (HR. Ath Thabrani dalam Al Ausath no.4334. Dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 54)

Dan semua orang yang amalannya batil dan tidak sesuai dengan sunnah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam baik berupa kekufuran, kesyirikan dan kebid’ahan, maka pelakunya adalah orang-orang yang merugi. Amalannya tidak diridhai oleh Allah dan tidak diterima oleh Allah. Dijelaskan Al Imam Ibnu Katsir rahimahullah:

فقال ” الذين ضل سعيهم ” في الحياة الدنيا ” أي عملوا أعمالا باطلة على غير شريعة مشروعة مرضية مقبولة ” وهم يحسبون أنهم يحسنون صنعا ” أي يعتقدون أنهم على شيء وأنهم مقبولون محبوبون .

“Firman Allah [orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini] maksudnya orang-orang yang mengamalkan amalan-amalan yang batil, tidak sesuai syariat yang diridhai dan diterima oleh Allah. [sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya] maksudnya mereka berkeyakinan bahwa mereka berada di atas kebaikan dan meyakini amalan mereka diterima dan dicintai Allah” (Tafsir Ibnu Katsir).

Semoga Allah lindungi kita dari kekufuran, kesyirikan dan kebid’ahan. Wallahu waliyyut taufik was saddaad.

Penulis: Yulian Purnama

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/55456-orang-yang-paling-merugi-amalannya.html

Ayat-Ayat Yang Perlu Kau Renungkan Ditengah Kondisi Yang Mencekam

Hari ini dunia dilanda musibah yang amat mencekam. Semua orang menjadi gelisah dan ketakutan. Simpang siurnya informasi dan berita membuat kepanikan masyarakat semakin menjadi-jadi.

Ditengah fenomena semacam ini, mari kita renungkan beberapa Firman Allah dibawah ini :

1. Tidak ada yang lebih mencintai anda selain Allah.

Bukan orang tua, bukan pasangan, bukan pula anak ataupun kerabat. Bahkan Cinta Allah kepadamu lebih besar dari kecintaanmu pada dirimu sendiri.

Rasulullah saw bersabda :

“Allah swt lebih mencintai hamba-Nya melebihi cinta seorang ibu kepada anaknya.”

2. Allah swt adalah yang paling berbelas kasih kepadamu melebihi segalanya.

Dia-lah yang menyebut Nama-Nya :

فَٱللَّهُ خَيۡرٌ حَٰفِظٗاۖ وَهُوَ أَرۡحَمُ ٱلرَّٰحِمِينَ

“Allah adalah penjaga yang terbaik dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.” (QS.Yusuf:64)

3. Yakinilah bahwa Allah tidak pernah mengujimu atau membebanimu melebihi kemampuanmu.

لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَاۚ

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS.Al-Baqarah:286)

Maka segala sesuatu yang menimpamu pasti engkau mampu untuk melewatinya.

4. Yakinilah bahwa Allah tidak pernah memberi kecuali yang terbaik.

Mungkin sepintas apa yang kau dapatkan itu tidak baik tapi pasti dibaliknya ada keindahan yang tidak kita ketahui.

فَعَسَىٰٓ أَن تَكۡرَهُواْ شَيۡـٔٗا وَيَجۡعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيۡرٗا كَثِيرٗا

“Boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.” (QS.An-Nisa’:19)

5. Yakinilah bahwa tiada yang bisa menghalangi segala sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah untuk sampai padamu.

Dan tiada sesuatu yang akan menimpamu bila Allah telah menjauhkannya.

Bukankah Allah swt berfirman :

وَإِن يَمۡسَسۡكَ ٱللَّهُ بِضُرّٖ فَلَا كَاشِفَ لَهُۥٓ إِلَّا هُوَۖ وَإِن يُرِدۡكَ بِخَيۡرٖ فَلَا رَآدَّ لِفَضۡلِهِۦۚ يُصِيبُ بِهِۦ مَن يَشَآءُ مِنۡ عِبَادِهِۦۚ وَهُوَ ٱلۡغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ

Dan jika Allah menimpakan suatu bencana kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS.Yunus:107)

6. Bila engkau dalam kondisi gelisah, takut dan kesulitan. Maka tiada yang bisa membuat hatimu tenang kecuali engkau kembali kepada-Nya dengan mengingat-Nya.

ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَتَطۡمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكۡرِ ٱللَّهِۗ أَلَا بِذِكۡرِ ٱللَّهِ تَطۡمَئِنُّ ٱلۡقُلُوبُ

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS.Ar-Ra’d:28)

Di hari-hari semacam ini, ingatlah selalu ayat-ayat diatas agar hati kita menjadi tenang dan mampu menjalani semua ini dengan tabah dan kuat.

Karena kita telah menyandarkan semuanya kepada Yang Maha Kuat.

Semoga bermanfaat.

KHAZANAH ALQURAN