Dasar Ibadah Haji

Haji adalah rukun Islam kelima, dimana merupakan kewajiban sekali seumur hidup bagi setiap orang Islam yang mampu menunaikannya. Secara bahasa, haji berarti Al-Qashd (bermaksud) adalah pergi mengunjungi tempat yang diagungkan. Sementara secara istilah, haji bermaksud mendatangi Baitullah untuk amal Ibadah tertentu yang dilakukan pada waktu dan cara yang tertentu juga. Dasar hukum haji Para ulama fiqih sepakat bahwa Ibadah Haji dan Umrah adalah wajib hukumnya bagi setiap muslim yang mempunyai kemampuan biaya, fisik dan waktu, sesuai dengan nash Al-Qur’an:

“Dan Allah mewajibkan atas manusia haji ke Baitullah bagi orang yang mampu mengerjakannya”. (QS. Al-Imran :97)

Waktu kegiatan yang dilakukan para jamaah ketika haji adalah waktu-waktu haji, atau sering biasa disebut sebagai musim haji, hal ini berbeda dengan umrah yang bisa dilaksanakan kapan saja atau tak terbatas dengan waktu.

Indonesia mempunyai jumlah penduduk Islam terbesar sedunia sehingga Penyelenggaraan Ibadah haji telah lama menjadi bagian dari tugas negara berlandaskan pada Undang-undang RI Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Haji.

Penetapan Kuota Haji tahun ini tertuang dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 64  tahun 2014 menetapkan Kuota Haji Reguler 155.200 dan Haji Khusus 13.600, setelah dipotong 20% karena ada pembangunan pelebaran Masjidil Haram, Kuota tersebut akan berjalan normal setelah pembangunan selesai dan difungsikan sebagaimana biasanya, Indonesia diperkiraan akan mendapat tambahan kuota sekitar 100 – 150% Orang Jamaah dari Kuota musim haji tahun ini, jumlah jamaah yang besar menjadikan pokok permasalahan yang besar pula yang sedang dihadapi pada penyelenggaraan haji di Indonesia, baik dari sisi kepastian hukum, kelembagaan baik didalam negeri maupun diluar negeri, dan beberapa aspek teknis seperti, Pemondokan di Mekkah, Hotel Madinah, Hotel Jeddah, General Service, Transportasi, Konsumsi Luar Negeri, Asrama Haji, dokumentasi dan Operasional serta didalamnya adalah Pembinaan Haji dan Umrah.

Perlu untuk digaris bawahi bahwa penyelenggaraan Ibadah Haji itu merupakan investasi bathin bagi seluruh rakyat Indonesia, hal tersebut guna meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta peningkatan penyempurnaan ke-Islaman, akan tetapi menyadari betul bahwa Ibadah Haji dan Umrah merupakan Ibadah Maliah Mahdoh (terkait dengan harta benda) dimana harus memenuhi beberapa ketentuan yang dipersyaratkan untuk menyempurnakannya sebagaimana Fiman Allah SWT

Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah” (QS. Al-Baqaroh : 196)

Penyempurnaan Ibadah Haji merujuk pada ketentuan yang telah di syari’-kan oleh baginda Rasullah SAW dengan beberapa syarat haji, dimana kententuan tersebut adalah Islam, dewasa (tidak gila), berakal sehat, merdeka dan mampu melaksanakan (bekal dan perjalanan). Syarat Mampu dalam Ibadah Haji diartikan bahwa mampu terhadap materi, pengetahuan, kesehatan, dan layak dalam perjalanan. Kemudian bagaimana kepada mereka yang mampu akan tetapi tidak melakukan haji? maka lebih dari itu, bagi orang yang sudah mampu tapi enggan berangkat menunaikan ibadah haji, maka baginya mati Yahudi atau Nasrani, sabda nabi.

“Barang siapa yang telah memiliki bekal dan kendaraan (sudah mampu), dan ia belum haji ke Baitullah maka tidak ada yang menghalangi baginya mati Yahudi atau Nasrani”. (HR. Tirmidzi)

Rukun Haji adalah rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji yang apabila tidak melaksanakan salah satu rukun haji tersebut maka hajinya menjadi tidak sah dan harus mengulangi haji tahun berikutnya, Rukun haji tersebut ada enam diantaranya yaitu Ihram (niat), Wukuf di Arafah, Thawaf Ifadah, Sa’I, Bercukur dan Tertib sesuai tuntutan manasik Haji. Sementara Rukun-Rukun Umrah ada Lima diantaranya Ihram (niat), Thawaf, Sa’I, Bercukur dan Tertib sesuai tuntutan manasik Haji. Apabila tidak melaksanakan salah satu rukun Umrah tersebut maka Umrahnya menjadi tidak sah

Wajib Haji adalah rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji sebagai pelengkap Rukun Haji, yang jika tidak dikerjakan harus membayar dam (denda). Wajib Haji Menurut Mazhab Hanafi ada lima, yaitu: Sa’I, Mabit (keberadaan) di Muzdalifah, Melontar jamaah, Menggunting/memotong rambut dan Thawaf Wada’. Menurut Mazhab Maliki ada lima, yaitu : Mabit (keberadaan) di Muzdalifah, Mendahulukan melontar jamrah aqabah dan menggunting rambut dan thawaf ifadhah pada hari Nahr (10 Zulhijjah), Mabit di Mina pada hari Tasyriq (11 s/d 13 Zulhijjah), Melontar jamrah pada hari Tasyriq, dan Menggunting/memotong rambut. Menurut Mazhab Syafi’i ada lima yaitu : Ihram, Mabit di Muzdalifah, Melontar jamrah aqabah (10 Zulhijjah), Mabit di Mina dan melontar jamrah pada hari hari Tasyriq, dan Menjauhi larangan-Iarangan ihram. Menurut Mazhab Hambali ada tujuh yaitu : Ihram dari miqat, Wukuf di Arafah sampai mencapai malam hari, Mabit di Muzdalifah, Mabit di Mina, Melontar jamrah, Memotong menggunting rambut dan Thawaf wada’ dan Wajib umrah ada dua, yaitu ihram dari miqat dan menghindari semua larangan-Iarangan ihram. Pada dasarnya sama dengan wajib haji menurut tiap-tiap mazhab kecuali wukuf, mabit dan melontar jamrah, karena hal ini hanya ada dalam haji.

Sunat Haji dan Umrah sesuai dengan rangkaian masing-masing kegiatan dalam pelaksanaan ibadah haji dan umrah, mulai ihram, thawaf, sa’i, bercukur, wukuf, mabit di Muzdalifah/Mina, melontar jumrah, menyembelih binatang (hadyu) dan yang tidak kalah penting adalah memperbanyak ukhuwa Islamiah, membaca sholawat nabi dan memperbanyak bacaan talbiyah, seperti dibawah ini

“Ya Allah kami datang memenuhi panggilanmu. Ya Allah tidak ada sekutu bagi-Mu sesungguhnya segala puji dan kenikmatan serta kerajaan (kekuasaan) adalah milik-Mu semua. Tidak ada sekutu bagi-Mu”

Sukses dan terselenggaranya Ibadah Haji dengan baik didasari oleh beberapa hal diantaranya adalah Layanan Haji, Ibadah Haji dan Keuangan Haji. Setiap orang jamaah pasti mendambakan haji-nya akan menjadi Mabrur wa Mabruroh, untuk menuju kearah kemabruran tidak akan tercapai manakala tidak didukung pemahaman jamaah haji terhadap manasik dan ibadah lainnya serta dapat melaksanakannya sesuai tuntunan ajaran agama Islam, hal ini menjadi prasyarat kesempurnaan ibadah haji untuk memperoleh haji mabrur oleh karena itu maka diperlukan pembelajaran Praktek Haji atau dengan istilah yang biasa disebut dengan Pembinaan Manasik haji.

Pembinaan Manasik haji merupakan bagian penyuluhan dan pembimbingan bagi Jamaah Haji pada pelaksanaan Ibadah Haji sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam, serta negara menjamin atas pembinaan manasik haji yang tertuang dalam Undang-undang N0. 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Pasal 7 ayat (a) berbunyi :

“Jamaah haji berhak memperoleh pembinaan, pelayanan, dan perlindungan dalam menjalankan Ibadah Haji, yang meliputi pembimbingan manasik haji dan/atau materi lainnya, baik di tanah air, di perjalanan, maupun di Arab Saudi “

Berlandaskan pada pengelolaan keuangan haji hanya pada prinsip profesional, amanah dan transparan tidaklah cukup masih dibutuhkan satu prinsip lainnya, yaitu optimal. Prinsip terakhir terkait dengan pengelolaan keuangan haji yang ditujukan untuk mendapatkan nilai manfaat seoptimal mungkin untuk peningkatan layanan bagi jamaah haji oleh karena itu untuk pengoptimalan layanan haji maka dilakukan Pembinaan Ibadah Haji tingkat KUA, Kantor Urusan Agama Kec. Purwakarta, melakukan penyuluhan, Pembinaan bagi calon Jamaah haji di kecamatan Purwakarta dengan membentuk sebuah Tim Pelaksana Pembinaan Manasik Haji.

sumber : kemenag RI