Detik-Detik Sakaratul Maut

Abdullah bin Ahmad bin Hambal rahimahullah menuturkan: “Ketika ayahku (Imam Ahmad bin Hambal) dihampiri kematian, aku duduk di sampingnya sambil memegang selembar kain untuk merapatkan kedua rahangnya, sedang dia dalam keadaan sakaratul maut. Beliau kehilangan kesadaran, hingga kami mengira beliau telah wafat. Kemudian ia sadar kembali sambil berkata, tidak…! belum…! tidak…! belum…! Ia mengucapkannya beberapa kali, pada ucapannya yang ketiga kali aku tanyakan kepadanya: “Wahai ayahku, apakah yang telah engkau ucapkan di saat-saat seperti ini?”. Ia menjawab: “Hai anakku, apakah engkau tidak mengetahui?”. “Tidak tukasku”. Maka ia berkata: “Iblis… terlaknat! Ia duduk dihadapanku sambil menggigit ujung-ujung jarinya seraya berkata: “Hai Ahmad! Engkau telah selamat dariku, dan aku menjawabnya, Tidak… belum… (Aku belum selamat darimu) hingga aku mati” (Siyar Alamin Nubalaa‘ XI/341).

Demikian kuat dan besar tekad iblis dalam menyesatkan manusia hingga detik akhir kehidupan manusia. Ia bangkitkan perasaan ujub terhadap amal shalihnya, bahwasanya manusia telah banyak beribadah sehingga timbul riya dan sum’ah terhadap semua kebajikan dan amal shalih yang pernah dilakukannya. Ini tipu muslihat iblis agar mampu menundukkan mukmin yang tekun beribadah pada Allah.

Al-Hafidz ‘Abdul Ghair Al-Farisi rahimahullah berkata, “Aku mendengar Abu Shalih berkata: ‘Aku datang kepada Abu Bakar Al-Labbad di saat beliau wafat, aku mendengarnya bertutur, sedang ia merelakan dirinya untuk menerima kematian:

الملك القدوس السلام المؤمن

Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Maha Mengaruniakan keamanan… (QS. Al-Hasyr: 23).

Beliau menyebut nama-nama Allah ‘Azza wa Jalla hingga yang terakhir [Q.S Al Hasyr: 24]” (Madarijus Saalikin, III/443).

Hamba yang selalu mentauhidkan Allah, mengagungkan asma’ dan sifat-Nya, tidak mentakwilkan sifat-sifat-Nya, tidak mengingkari serta tidak menyerupakan/menyamakannya dengan sifat-sifat makhluk akan diwafatkan-Nya dalam keadaan bahagia dan selamat insyaallah.

Di ayat lain Allah Ta’ala mengabarkan kematian orang mukmin dalam keadaan baik. Allah Ta’ala berfirman:

الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلَامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

(Yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): ”salamun ‘alaikum (keselamatan dan kesejahteraan bagimu)” Masuklah ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan” (QS. An-Nahl: 32).

Syaikh Asy Syinqithi rahimahullah mengatakan: “Dalam ayat ini Allah menyebutkan bahwa orang yang bertaqwa, yang melaksanakan perintah Rabb mereka dan menjauhi larangan-Nya akan diwafatkan para malaikat dalam keadaan thayyibin (baik), yakni bersih dari syirik dan maksiat. (Demikian ini) menurut tafsiran yang paling shahih, (juga) memberi kabar gembira berupa surga dan menghampiri mereka dengan salam…” (Adhwaul Bayan, 3/266).

Dari dua kisah seputar kematian di atas, banyak pelajaran yang bisa membuat seorang mukmin segera mempersiapkan kematian yang datangnya tanpa kita sadari. Mati membuatnya takut berbuat dosa dan memotivasi beramal shalih. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أكثروا ذكرَ هادمِ اللَّذَّاتِ يعني الموتَ فإنَّهُ ما كانَ في كثيرٍ إلَّا قلَّلَهُ ولا قليلٍ إلَّا جَزَلَهُ

Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yaitu kematian, karena sesungguhnya tidaklah seseorang mengingatnya di waktu sempit kehidupannya, kecuali (mengingat kematian) itu melonggarkan kesempitan hidup atas orang itu. Dan tidaklah seseorang mengingatnya di waktu luas (kehidupannya), kecuali (mengingat kematian) itu menyempitkan keluasan hidup atas orang itu” (HR. Ath Thabarani [6/56], dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jamiush Shaghir no.1222).

Hikmah lainnya adalah perlunya bekal kehidupan setelah kematian di dunia. Iman dan amal shalih yang ikhlas dan sesuai petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bekal berharga dalam menuju perjalanan ke negeri akhirat. Tanpa bekal iman dan amal shalih seorang hamba akan menyesal sebagaimana penyesalan orang kafir. Allah Ta’ala berfirman:

حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلَّا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ

(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seorang dari mereka, dia berkata: “Ya Rabbku… Kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku berbuat amal shalih terhadap yang telah aku tinggalkan. “sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkan saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka di bangkitkan” (QS. Al-Mukminun: 99-100).

Di akhir tulisan ini ada nasehat bagus dari Hamid Al-Qaishari: “Kita semua tidak melihat orang yang bersiap-siap menghadapinya. Kita semua telah meyakini adanya surga, tetapi kita tidak melihat orang yang beramal untuknya. Kita semua telah meyakini adanya neraka, tetapi kita tidak melihat orang yang takut terhadapnya. Maka terhadap apa kamu bergembira? Kemungkinan apakah yang kamu nantikan? Kematian! Itulah perkara pertama kali yang akan datang kepadamu dengan membawa kebaikan atau keburukan. Wahai saudara-saudaraku, berjalanlah menghadap penguasamu (Allah) dengan perjalanan yang bagus” (Mukhtashar Minhajul Qashidin, hlm.483, tahqiq Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi).

Wallahu a’lam.

***

Referensi:

  • 6 Pilar Utama dakwah Salafiyyah (terjemah) ‘Abdul Malik bin Ahmad Ramadhani, Pustaka Imam Syafi’i, Bogor, 2004.
  • Majalah As-Sunnah edisi 12/th VIII/1426 H.

Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa

Artikel Muslimah.or.id

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/12752-detik-detik-sakaratul-maut.html