Dibutuhkan, Pemimpin yang Amanah! [2]

SELAIN harus memiliki kekuataan ‘aqliyyah, seorang pemimpin harus memiliki kekuatan nafsiyyah (kejiwaan). Kejiwaan yang kuat akan mencegah seorang pemimpin dari tindakan tergesa-gesa, sikap emosional, dan tidak sabar. Seorang pemimpin yang lemah kejiwaannya, cenderung akan mudah mengeluh, gampang emosi, serampangan dan gegabah dalam mengambil tindakan. Pemimpin seperti ini tentunya akan semakin menyusahkan rakyat yang dipimpinnya.

Kedua, al-taqwa (ketaqwaan). Ketaqwaan adalah salah satu sifat penting yang harus dimiliki seorang pemimpin maupun penguasa. Sebegitu penting sifat ini, tatkala mengangkat pemimpin perang maupun ekspedisi perang, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam selalu menekankan aspek ini kepada para amirnya. Dalam sebuah riwayat dituturkan bahwa tatkala Rasulullah melantik seorang amir pasukan atau ekspedisi perang, beliau berpesan kepada mereka, terutama pesan untuk selalu bertaqwa kepada Allah Subhanahu Wata’ala dan bersikap baik kepada kaum Muslim yang bersamanya.[HR. Muslim & Ahmad].

Pemimpin yang bertaqwa akan selalu berhati-hati dalam mengatur urusan rakyatnya. Pemimpin seperti ini cenderung untuk tidak menyimpang dari aturan Allah Subhanahu Wata’ala. Ia selalu berjalan lurus sesuai dengan syariat Islam. Ia sadar, kepemimpinan adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak di hari akhir. Untuk itu, ia akan selalu menjaga tindakan dan perkataannya.

Berbeda dengan pemimpin yang tidak bertaqwa. Ia condong untuk menggunakan kekuasaannya untuk menindas, mendzalimi dan memperkaya dirinya. Pemimpin seperti ini merupakan sumber fitnah dan penderitaan.

Ketiga, al-rifq (lemah lembut) tatkala bergaul dengan rakyatnya. Sifat ini juga sangat ditekankan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dengan sifat ini, pemimpin akan semakin dicintai dan tidak ditakuti oleh rakyatnya. Dalam sebuah riwayat dikisahkan, bahwa ‘Aisyah ra berkata, ”Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berdoa di rumah ini, ‘Ya Allah, siapa saja yang diserahi kekuasaan untuk mengurusi urusan umatku, kemudian ia memberatkannya, maka beratkanlah dirinya, dan barangsiapa yang diserahi kekuasaan untuk mengurus urusan umatku, kemudian ia berlaku lemah lembut, maka bersikap lembutlah kepada dirinya.” [HR. Muslim].

Selain itu, seorang pemimpin mesti berlaku lemah lembut serta memperhatikan dengan seksama kesedihan, kemiskinan, dan keluh kesah masyarakat. Ia juga memerankan dirinya sebagai pelindung dan penjaga umat yang terpercaya. Ia tidak pernah menggunakan kekuasaannya untuk menghisap dan mendzalimi rakyatnya.

Seorang pemimpina mesti juga tak pernah memanfaatkan kekuasaannya untuk memperkaya diri, atau menggelimangkan dirinya dalam lautan harta, wanita dan ketamakan. Ia pun tidak pernah berfikir untuk menyerahkan umat dan harta kekayaan mereka ke tangan-tangan musuh.

Dirinya selalu mencamkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Barangsiapa diberi kekuasaan oleh Allah Subhanahu Wata’ala untuk mengurusi urusan umat Islam, kemudian ia tidak memperhatikan kepentingan, kedukaan, dan kemiskinan mereka, maka AllahSubhanahu Wata’ala tidak akan memperhatikan kepentingan, kedukaan, dan kemiskinannya di hari kiamat.” [HR. Abu Dâwud & at-Tirmidzi].

Untuk itu, seorang pemimpin mesti memperhatikan urusan umat dan bergaul bersama mereka dengan cara yang baik. Seorang pemimpin tidak hanya dituntut memiliki kecakapan dalam hal pemerintahan dan administasi, akan tetapi ia juga harus memiliki jiwa kepemimpinan yang menjadikan dirinya ditaati dan dicintai oleh rakyatnya.*/Nur Alfiyah, staf pengajar Home Shcooling Group SD Allami Jember

 

sumber: Hidayatullah