Menghindari Riba

Fikih Ekonomi (6): Menghindari Riba

Tulisan ini merupakan rangkaian kajian tentang fikih ekonomi yang diulas secara berkala. Kali ini kita akan membahas tentang riba (Baca: Fikih Ekonomi (5): Perjanjian). Ulama sepakat bahwa riba hukumnya haram. Pertanyaannya adalah apa yang dimaksud dengan riba? Alquran maupun Hadis tidak memberikan pengertian riba secara rinci. Alquran dan Hadis hanya memberikan contoh praktik riba, sehingga perbedaan pendapat akan sangat mungkin terjadi terkait dengan penafsiran apakah satu transaksi mengandung riba atau tidak.

Untuk menghindari praktik riba kita harus paham apa yang dimaksud dan bagaimana bisa terjadi riba. Secara bahasa, riba berarti kelebihan, ekspansi, kenaikan, tambahan, atau pertumbuhan. Dalam praktiknya riba dapat diartikan sebagai perolehan tidak sah, yang diperoleh dari ketidakserataan kuantitatif nilai-nilai yang dipertukarkan di dalam transaksi apapun, yang bertujuan memengaruhi pertukaran dua atau lebih jenis barang yang termasuk dalam genus yang sama, serta diatur menurut sebab efisien yang sama.

Untuk memperjelas pengertian riba di atas, mari kita lihat jenis-jenis riba. Dalam berbagai literatur terdapat beberapa macam jenis riba. Dari jenis-jenis tersebut dapat kita rangkum dalam dua jenis riba, yaitu:

Pertama, Riba al-duyun, riba al-nasi’ah atau riba al-quran. Riba jenis ini terjadi dalam kontrak peminjaman dengan pembayaran lebih karena penundaan waktu pembayaran. Dari ketentuan ini ketika seseorang melakukan peminjaman maka si peminjam tidak boleh mengambil manfaat lebih dari jasa, barang atau uang selain dari pokok yang dipinjamkan.

Kedua, Riba al-buyu’, riba fadhl, atau riba al-sunnah. Riba jenis ini terjadi dalam kontrak tukar menukar. Riba ini terjadi ketika suatu komoditas dipertukarkan dengan komuditas yang sama dengan jumlah yang tidak setara atau tidak tunai.

Diriwayatkan dari Ubadah ibn Samit, Rasulullah saw bersabda:

Emas dengan emas, perak dengan perak, gandung dengan gandum, serupa dengan serupa, setara dengan setara, dan dari tangan ke tangan; jika komoditas-komoditasnya berbeda, maka kamu boleh menjual seperti keinginanmu, asalkan pertukaran tersebut dari tangan ke tangan. (HR. Muslim).

Terkait dengan jenis barang ribawi yang disebutkan dalam hadis Rasulullah saw di atas. Ulama membaginya dalam dua kategori yaitu sarana pertukaran mata uang, dan pertukaran bahan makanan. Hadis di atas dapat diambil faidah untuk menghindari riba perlu memperhatikan dua kondisi berikut:

  1. Objek penjualan harus mempunyai jumlah yang setara,
  2. Transaksi dilakukan kontan atau tunai.

Untuk menghindari kesalahan dalam memahami riba dalam praktiknya penting untuk diperhatikan ketentuan berikut. Pertukaran uang dengan uang dalam mata uang yang sama harus dilakukan dengan memenuhi dua ketentuan di atas. Harus setara dan dilakukan dengan tunai. Namun jika barangnya sama, misalkan sama-sama uang, namun dalam basis yang sama seperti dengan Rupiah dengan Dolar maka yang diharuskan adalah kontan saja.

BINCANG SYARIAH