Fikih I’tikaf (3)

Hukum beberapa tempat yang berada di lingkungan masjid

Bismillah wal hamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du :

Sebagaimana sudah diketahui pada artikel sebelumnya, bahwa definisi i’tikaf adalah

لُزُومُ مَسْجِدٍ لِطَاعَةِ اللهِ تَعَالَى

Menetap di masjid untuk melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala.

Dari definisi i’tikaf di atas, dapat disimpulkan bahwa tempat i’tikaf adalah di masjid dan menetap di masjid adalah syarat sahnya i’tikaf, halini berdasarkan dalil yang telah disebutkan pada artikel sebelumnya.

Oleh karena itu, dari sinilah pentingnya mengetahui tentang beberapa hal yang terkait dengan masjid, seperti:

  1. Definisi masjid dan hal ini sudah dijelaskan pada artikel sebelumnya.

  2. Hukum batasan masjid dan beberapa tempat yang berada di lingkungannya, seperti : halaman masjid (telah dijelaskan pada artikel sebelumnya), ruang takmir, ruang adzan, atap masjid, tempat wudhu`, kamar mandi, perpustakaan dan yang semisalnya.

Mengetahui batasan masjid dan hukum beberapa tempat yang berada di lingkungan masjid, merupakan pembahasan yang sangat penting, agar seseorang yang sedang i’tikaf mengetahui di tempat-tempat manakah ia boleh berada, sehingga ibadah i’tikaf yang ia lakukan bisa sah diterima oleh Allah Ta’ala.

Berikut ini, penulis nukilkan beberapa fatwa ulama rahimahullah tentang hal itu.

1. Fatwa Komite Fatwa Arab Saudi (Lajnah Daimah) tentang ruang satpam dan panitia zakat

س6: هل تعتبر غرفة الحارس وغرفة لجنة الزكاة في المسجد صالحة للاعتكاف فيها؟ علمًا بأن أبواب هذه الغرف في داخل المسجد.

Pertanyaan no. 6 :

Apakah ruang satpam dan ruang panitia zakat yang terletak di area masjid sah untuk i’tikaf? Perlu diketahui bahwa pintu ruang-ruang tersebut berada di dalam masjid.

ج6: الغرف التي داخل المسجد وأبوابها مشرعة على المسجد لها حكم المسجد، أما إن كانت خارج المسجد فليست من المسجد، وإن كانت أبوابها داخل المسجد.

اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء

Jawab:

Ruang-ruang yang terletak di dalam areal masjid sedangkan pintunya masuk di masjid, maka hukumnya sebagaimana masjid, adapun jika ruangan tersebut terletak di luar areal masjid, maka bukanlah bagian masjid, walaupun pintunya terletak di masjid.

[Sumber: http://www.alifta.net/Fatawa/FatawaChapters.aspx?languagename=ar&View=Page&PageID=3807&PageNo=1&BookID=3]

2. Fatwa Islamweb.net tentang ruang imam

ما قولكم في غرفة الإمام في المسجد هل يجوز البيع والشراء فيها؟

Pertanyaan :

Bagaimana pendapat Anda tentang kamar imam yang terletak di dalam masjid, apakah boleh melakukan jual beli di dalam kamar tersebut?

الإجابــة

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أما بعد: فإن غرفة الإمام إذا كانت مستقلة فحكمها حكم البيت وليس حكم المسجد، فقد كانت غرف أمهات المؤمنين وبيوت الصحابة مجاورة ومتلاصفة مع المسجد.. وكانوا يمارسون فيها الأعمال العادية المباحة وتكون عليهم الجنابة والحيض. وعلى هذا، فغرفة الإمام ليس حكمها حكم المسجد، فيجوز فيها البيع والشراء وممارسة الأعمال المباحة، وإن كان ينبغي أن تجتنب فيها بعض الأعمال التي لا تليق بحرمة المسجد، وألاّ تتخذ مكانا دائما للبيع وعقد الصفقات. والله أعلم.

Jawab:

Alhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala Alihi wa sahbihi, amma ba’du,

Sesungguhnya kamar imam jika terpisah, maka hukum yang berlaku adalah hukum rumah dan bukan hukum masjid. Dahulu kamar-kamar para istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan rumah-rumah para sahabat bertetangga dan menempel dengan masjid Nabawi.

Mereka dahulu terbiasa melakukan aktifitas sehari-hari yang mubah dan (suatu hal yang lumrah) diantara mereka ada yang mengalami junub ataupun haidh.

Karena inilah, maka kamar imam, hukumnya bukanlah sebagaimana masjid, sehingga boleh dilakukan aktifitas jual beli dan aktifitas keseharian yang mubah di dalamnya.

Walaupun selayaknya di kamar tersebut, dijauhi sebagian aktifitas yang tidak selaras dengan kehormatan masjid dan janganlah dijadikan sebagai tempat tetap untuk melakukan jual beli dan mengadakan akad jual beli. Wallahu a’lam.

[Sumber: Fatwa.Islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=32640]

3. Fatwa Syaikh Muhammad Shaleh Al-Utsaimin rahimahullah tentang perpustakaan masjid

ما حكم تحية المسجد بالنسبة للداخل إلى مكتبة المسجد في الحالات التالية :
1. إذا كان باب المكتبة داخل المسجد .
2. إذا كان باب المكتبة خارج المسجد .
3. إذا كان للمكتبة بابان أحدهما داخله والآخر خارجه ؟ والله يحفظكم ويرعاكم ويمدكم بعونه وتوفيقه .

Apa hukum shalat Tahiyatul Masjid bagi orang yang masuk kedalam perpustakaan masjid pada keadaan-keadaan berikut:

a. Jika pintu perpustakaan ada di dalam masjid?

b. Jika pintu perpustakaan ada di luar masjid?

c. Jika pintu perpustakaan memiliki dua pintu, salah satunya ada di dalam masjid dan yang lainnya di luarnya? Semoga Allah menjaga dan memelihara Anda serta memberi pertolongan dan taufik-Nya kepada Anda.

فأجاب فضيلته بقوله : بسم الله الرحمن الرحيم .
في الحال الأولى وهي : ما إذا كان باب المكتبة داخل المسجد , تكون المكتبة من المسجد فلها حكمه ، فتشرع تحية المسجد لمن دخلها ، ولا يحل للجنب المكث فيها إلا بوضوء ، ويصح الاعتكاف فيها ، ويحرم فيها البيع والشراء ، وهكذا بقية أحكام المسجد المعروفة .

Maka beliau menjawab:

Bismillahir Rahmanir Rahiim,

Pada keadaan yang pertama yaitu ketika pintu perpustakaan ada di dalam masjid, maka perpusatakaan tersebut termasuk masjid dan berlaku di dalamnya hukum masjid. Maka disyari’atkan bagi yang masuk ke dalamnya untuk shalat Tahiyatul Masjid, tidak boleh bagi orang yang junub untuk tinggal di dalamnya kecuali kalau ia berwudhu, sah melakukan i’tikaf dan haram berjual beli di situ, begitu itu pula untuk hukum-hukum masjid yang sudah dikenal yang lainnya.

وفي الحال الثانية وهي : ما إذا كان بابها خارج المسجد ، وليس لها باب على المسجد ، لا تكون من المسجد فلا يثبت لها أحكام المساجد ، فليس لها تحية مسجد ، ولا يصح الاعتكاف فيها ، ولا يحرم فيها البيع والشراء ، لأنها ليست من المسجد لانفصالها عنه .

Pada kondisi yang kedua, yaitu ketika pintu perpustakaan di luar masjid, dan ia tidak memiliki pintu ke arah masjid, maka ia bukan bagian dari masjid dan tidak berlaku hukum-hukum masjid. Tidak disyari’atkan shalat Tahiyatul Masjid, tidak sah i’tikaf di di dalamnya, dan tidak diharamkan jual beli, sebab ia bukan bagian dari masjid karena sudah terpisah darinya.

وفي الحال الثالثة وهي : ما إذا كان لها بابان ، أحدهما داخل المسجد , والثاني خارجه ، إن كان سور المسجد محيطاً بها فهي من المسجد , فتثبت لها أحكام المسجد ، وإن كان غير محيط بها بل لها سور مستقل فليس لها حكم المسجد فلا تثبت لها أحكامه , لأنها منفصلة عن المسجد ، ولهذا لم تكن بيوت النبي صلى الله عليه وسلم من مسجده ، مع أن لها أبواباً على المسجد , لأنها منفصلة عنه .

Dan pada kondisi yang ketiga, yaitu jika perpustakaan itu memiliki dua pintu, salah satunya di dalam masjid dan yang lainnya di luar masjid.

Jika pagar masjid mengelilinginya, maka ia termasuk masjid dan berlaku padanya hukum-hukum masjid.

Namun, jika pagar masjid tidak mengelilinginya, bahkan ia memiliki pagar terpisah, tidaklah dihukumi sebagai masjid dan tidak berlaku padanya hukum-hukum masjid, karena ia terpisah dari masjid. Oleh sebab itu, rumah-rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak termasuk bagian dari Masjid Nabawi, padahal ia memiliki pintu-pintu ke arah masjid, karena ia terpisah dari masjid.

[Sumber: Majmu’ Fatawa wa Rasail Fadhilatisy Syaikh Muhammad Shaleh Al-Utsaimin, hal. 351-3512 (PDF)]

4. Fatwa Jumhur Ulama rahimahumullah tentang atap masjid

يصح الاعتكاف في سطح المسجد أو صعود المعتكف إليه، وهو قول جمهور العلماء من الحنفية ، والشافعية ، والحنابلة ، وحكى ابن قدامة الإجماع على ذلك ؛ وذلك لأنَّ السَّطح من جملة المسجد؛ فيأخذ أحكامه

I’tikaf sah dilakukan di atap masjid dan orang yang sedang i’tikaf sah pula naik ke atap masjid. Ini adalah pendapat jumhur Ulama, yaitu : dari kalangan ulama bermadzhab Hanafi, Syafi’i dan Hanbali. Bahkan Ibnu Qudamah menukilkan terjadinya konsensus ulama (Ijma’) tentang hal ini, hal itu dikarenakan atap masjid termasuk bagian dari masjid, sehingga berlaku hukum-hukum masjid padanya.

[ http://www.dorar.net/enc/feqhia/1984]

5. Fatwa Ulama senior Madinah Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad hafizhahullah tentang kamar mandi di halaman masjid

السؤالذكرتم حفظكم الله أن ساحة المسجد تعد من المسجد، ولكن الإشكال في وجود دورات المياه في هذه الساحة، والمسجد ينبغي أن ينزه عن ذلك؟

Pertanyaan:

Semoga Allah menjaga Anda. Anda telah menyebutkan bahwa halaman masjid merupakan bagian dari masjid, namun yang menjadi permasalahan, adanya beberapa kamar mandi/toilet di halaman masjid ini1, padahal selayaknya masjid dikosongkan darinya.

الجوابدورات المياه خارجة عن المسجد، وما عداه يكون مسجداً، ودورات المياه ليست من المسجد، ولو كانت تحيط بها الساحات، وكما هو معلوم لها مكان معين في البدروم، والناس ينزلون إليها، ومن نزل إليها خرج من المسجد

Jawab:

Kamar mandi/toilet (di halaman tersebut) bukanlah termasuk masjid, namun tempat lainnya (dari halaman tersebut), termasuk bagian dari masjid.

Jadi, kamar mandi/toilet (di halaman tersebut) bukanlah termasuk masjid,walaupun diliputi oleh area halaman masjid. Sebagaimana sudah diketahui (bersama), kamar mandi/toilet (di halaman tersebut) berada di suatu tempat tertentu, (yaitu:) di ruang bawah tanah, orang-orangpun singgah padanya, sedangkan orang yang masuk ke tempat tersebut, berarti telah keluar dari masjid2.

[Audio.Islamweb.net/audio/index.phppage=FullContent&audioid=172001].

6. Fatwa Komite Fatwa Arab Saudi (Lajnah Daimah) tentang kamar mandi/toilet di sekitar masjid

فتوى رقم 6857

دورات المياه حول المسجد

س: لاحظت عدة مساجد يوضع ملاصقا لها أو تحت مناراتها أماكن للوضوء وحمامات، وحيث إن من الأولى تكريم المأذنة وعدم وضعها سقفًا لذلك فإنني أرجو بحث هذه الظاهرة والإفادة لنا بالحكم، لإمكانية التنبيه، حفظكم الله.

Fatwa no. 6857

Kamar mandi/toilet di sekitar masjid

Pertanyaan :

Saya memperhatikan beberapa masjid, dibangun tempat wudhu` dan kamar mandi menempel (dinding) masjid atau dibawah menara masjid, padahal sikap yang lebih utama adalah memuliakan tempat adzan (menara) dan tidak membangunnya di atas tempat-tempat tersebut. Oleh karena itu, saya mengharap adanya pembahasan tentang fenomena ini dan penyebutan hukumnya kepada kami, karena fenomena ini masihmemungkinkan untuk diperingatkan. Semoga Allah menjaga Anda.

ج: إذا كان الواقع كما ذكرت من أن أماكن الوضوء والحمامات.. إلخ وضعت تحت المنارات وملاصقة لجدار المساجد فلا حرج في ذلك إذا لم يحصل على المساجد وأهلها أذى منها؛ لعدم وجود دليل شرعي يمنع من ذلك.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.

Jawab:

Jika kenyataannya seperti yang Anda sebutkan, bahwa tempat wudhu` dan kamar mandi …dan seterusnya, dibangun dibawah menara dan menempel dinding masjid, maka hal ini tidaklah mengapa, jika tidak mencemari masjid dan tidak mengganggu jama’ah masjid, karena tidak ada dalil Syar’i yang melarangnya.

Wabillahit Taufik. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa alihi wa shahbihi wa sallam.

[Sumber: http://www.alifta.net/Fatawa/FatawaChapters.aspx?lang=&Type=Index3&IndexItemID=59281&SecItemHitID=64496&ind=7&indtype=1&View=Page&PageID=11962&PageNo=1&BookID=2&languagename=]

Kesimpulan

Kesimpulan dari beberapa fatwa ulama yang telah disebutkan tentang beberapa tempat yang berada di lingkungan masjid adalah seluruh tempat yang berada di dalam pagar masjid, maka termasuk bagian dari masjid, sehingga berlaku hukum-hukum untuk masjid di dalamnya, termasuk sah sebagai tempat i’tikaf, sehingga jika seseorang yang sedang i’tikaf keluar dari ruang utama masjid, kemudian berpindah ke tempat-tempat tersebut, tidaklah menyebabkan i’tikafnya batal.

Kesimpulan yang menunjukkan bahwa seluruh tempat yang berada di dalam pagar masjid adalah bagian dari masjid, nampak dalam fatwa berikut ini,

7. Fatwa Komite Fatwa Arab Saudi (Lajnah Daimah) tentang seluruh tempat di dalam pagar masjid

ما كان داخل سور المسجد فهو من المسجد، وله حكم المسجد، فرحبة المسجد من المسجد، ومكتبة المسجد من المسجد إذا كان كل منهما داخل سور المسجد

“Semua yang berada di dalam pagar masjid, maka termasuk bagian dari masjid, hukumnya sama dengan masjid, dengan demikian, halaman masjid juga termasuk masjid, perpustakaan masjid pun bagian dari masjid, jika semua tempat tersebut berada di dalam pagar masjid”.

[Sumber: http://www.alifta.net/Fatawa/FatawaChapters.aspx?languagename=ar&View=Page&PageID=11947&PageNo=1&BookID=3]

Jika kita perhatikan, sesungguhnya fatwa-fatwa di atas hakekatnya menerapkan kaidah fikih,

الحَرِيمُ لَهُ حُكْمُ مَا هُوَ حَرِيمٌ لَهُ

‘Pada lingkungan suatu tempat berlaku ketentuan yang juga berlaku untuk tempat tersebut.’ (Al-Asybah wan Nazhair, karya As-Suyuthi, hlm. 125).

Dan kaedah tersebut diambil dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ

Ingatlah bahwa setiap raja itu memiliki daerah larangan dan ketahuilah bahwa daerah larangan Allah adalah hal-hal yang Allah haramkan.’ (HR. Bukhari dan Muslim)

[Disimpulkan dari http://ferkous.com/home/?q=fatwa-691]

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/25985-fikih-itikaf-3.html