Gelombang Mualaf Dunia

Peristiwa kekerasan yang disangka dilakukan oleh Muslim di New York AS tahun 2001, telah menghasilkan gelombang kejut ke seluruh dunia. Dan tahun 2001, telah menandai awal wabah Islamofobia yakni ketakutan tanpa alasan terhadap Islam dan Muslimin di seluruh dunia. Sejak itu, berbagai kekerasan terhadap umat Islam di berbagai negara silih berganti. Mulai dari Benua Asia sampai Afrika. Ini karena umat Islam telah dikunci dengan satu kosa kata “pelaku kekerasan” tanpa banyak intektual Muslim yang melakukan pembelaan terhadap Islam dan Muslimin selayaknya.

 

Sementara itu, negara-negara Islam atau negara dengan penduduk Muslim, takut saling membantu saudara Muslim yang sedang tertindas karena takut dituduh “pelaku kekerasan”. Keadaan ini terus berlangsung. Sementara itu, para pemimpin negeri-negeri Muslim asyik meraup uang rakyat dan anak-anak mereka yang tidak kalah rakus dengan ayah mereka berlomba membeli Lamborghini dan Ferrari karena Mercedes Benz sudah sangat membosankan buat mereka, apalagi Avanza, huh.

Salah seorang putra pemimpin negeri Muslim baru saja mendepositokan uang miliaran dollar ke suatu bank di Eropa, membeli Ferrari, dan pada kecepatan 200 km/jam bress duarr remnya gagal; ia mati tanpa mencantumkan ahli waris dari depositonya yang 15 milar dollar itu. Kini uang itu menjadi milik bank; perampok dirampok?

 

Kebanyakan umat Islam tertekan dan melarat di seluruh dunia. Puncaknya adalah tahun 2010, ketika penderitaan mereka telah sampai di awan, sehingga katup pengaman harus dibuka kalau tidak ingin meletup berkeping. Dan, inilah yang terjadi di Tunisia, ketika seorang pemuda Mohammed Bouazizi mengalami musibah besar, suatu tragedi yang akan membakar dunia Arab dari Afrika sampai seluruh Timur Tengah.

Pedagang kaki lima ini sedang menjajakan dagangan buah-buahan ketika datang Satpol PP merampas dagangannya. Padahal, dengan dagangan itulah kehidupan keluarganya tergantung. Pemuda ini sangat marah, tetapi tidak mampu melawan polisi dan ia akhirnya memarahi dan melawan dirinya sendiri. Setelah menyiramkan bensin ke badan, iapun menyulut dirinya dengan api. Ia membakar dirinya sendiri. Mati? Tidak, belum.

Berminggu ia bergulat melawan maut. Dari Selasa malam 14 Desember 2010 saat ia memprotes pemerintah Tunisia dengan membakar diri sendiri sampai Selasa 4 Januari 2011 Mohammed Bouazizi selama 17 hari bergulat menahan nyeri dari kulit dan daging hidup yang terbakar, ia berjuang melawan maut, dan; ia kalah. Mati.

Rakyat Tunisia pun bergolak, marah telah menggelegak, kegeraman mereka telah menjadi tenaga dahsyat untuk menghancurkan apa saja yang dapat dihancurkan, mengusir pejabat siapa saja yang dapat diusir termasuk Presiden Zeinal Abidin yang kabur dengan uang tunai jutaan dolar dan ratusan kilogram batangan emas murni. Kepergiannya dari negeri tempat ia dilahirkan, dibesarkan, diangkat sebagai presiden, dan rakyat yang mengusirnya telah menandai era baru. Arab Spring.

Badai Arab Spring telah menjalar dari Tunisia ke timur ke Libya menghancurkan dan membunuh Moammar Gadafi. Ke timur lagi ke Mesir mengirim Hosni Mubarak ke penjara, lompat ke timur ke Arab Saudi; mentok di sini karena Barat berkepentingan dengan minyak Saudi. Belok, ke utara sedikit Arab Spring maju ke Bahrain; Emir Bahrain yang arif segera menyiramkan miliaran dinar kepada para demonstran agar marahnya padam. Berhasil, UUD memang berlaku universal.

Melaju ke timur, Arab Spring tidak mendapati apa-apa di Iraq karena negeri ini tanpa Arab Spring-pun sudah rata dengan tanah, mau ke selatan ke Iran dihadang para Mullah yang kharismatik; merangsek ke timur ke Suriah. Bashar Asad yang sudah menunggu segera memberondong gerakan rakyat dengan peluru, sampai kini. Banjir darah di Timur Tengah dalam Arab Spring sejak 17 Desember 2010 sampai Desember 2012 ini, tidak terdengar di Indonesia, bukan karena tuli karena telah ada Mul-Tatuli, tetapi mereka yang di atas ribut rebutan uang Hambalang, eKTP, Freeport, BLBI, Bank Century, reklamasi, dan entah apalagi. Sementara itu, para pegawai biasa yang terpaksa jujur asyik saja makan tempe mendoan diselingi cekikikan cengengesan main WA sambil nunggu gajian dan uang pesiun.

Masyarakat Barat adalah masyarakat berpendidikan dan rasional. Berita-berita miring tentang Islam dan Muslimin dunia yang bertubi-tubi telah mendatangkan pertanyaaan di dalam hati mereka “Benarkah Islam seperti itu?” Mereka mulai mencari literatur dan bacaan yang kredibel tentang Islam, ada juga yang turun langsung ke lapangan membuat dokumentasi. Dan di antara mereka ada yang mendatangi tempat atau negara yang dikabarkan sebagai sarang penjahat Muslim. Mereka telah melakukan berbagai tindakan nyata untuk memenuhi hasrat kaingintahuan diri mereka yang merupakan bagian dari fitrah manusia.

Sebutlah seorang wartawati Inggris Yvonne Ridley yang mungkin datang ke Afghanistan tahun 2001 sebagai mata-mata, tetapi mengaku untuk meliput keadaan masyarakat. Perlukah seorang wanita muda datang sendirian ke wilayah perang untuk menulis tentang seluk beluk masyarakat yang sedang berlomba kabur menghindari perang? Apapun alasananya, ia ditangkap dan dipenjara; takdir belum menentukan ia mati di ujung senapan.

Ketika perang menyurut dan ia dipulangkan sebagai bagian dari pertukaran tawanan. Ia merasa tugasnya belum selesai dan hasrat kaingintahuannya belum terpenuhi; maka ia kembali ke Afghanistan. Dan, inilah yang ditemukannya. Pejara Afghanistan yang dikunjunginya ternyata dipenuhi dengan gadis-gadis yang sebagian masih bau kencur atau baru beranjak dewasa. Kesalahan mereka? Lari dari orang tua yang memaksa mereka menikah dengan orang seumur ayah mereka dan menjadi isteri kedua, ketiga atau keempat.

Yvonne Ridley geram “Kurang ajar! Inikah Islam?” dan ia menjadi semakin ingin tahu. Naluri jurnalisitiknya mengantarkannya ke beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh para tokoh masyarkat Afghanistan. Jawaban yang diperoleh ternyata sangat mengejutkan, para gadis itu telah dijual oleh orang tua mereka kepada orang kaya yang telah mempunyai istri atau beberapa istri. Ini tradisi setempat, tidak termasuk ajaran Islam.

Setelah mengerti perbedaan antara Islam dan tradisi, Yvonne minta dituntun mengucapkan syahadatain, lalu bertekad menjadi pembela para gadis yang dimasukkan penjara bukan karena kejahatan, tetapi karena tradisi. Pulang ke Inggris mengenakan hijab atau kerudung Muslimah, ia membuat seantero Inggris bahkan Eropa geger. Seorang mantan tawanan Afghanistan kembali ke Inggris menjadi Muslimah! Dialah yang membuka mata Eropa dan dunia Barat bahwa Islam sangat berbeda dengan tradisi lokal, Islam ternyata bukan kekerasan. Yvonne Ridley telah menjadi muallaf sekaligus pendakwah. Inilah hidayah.

Michael Moore mempunyai hobi membuat film dokumentasi yang kemudian menjadi profesi. Film dokumenternya ‘Fahrenheit 9/11’ memenangkan beberapa penghargaan internasional dan menghasilkan 200 juta dollar dari penonton seluruh dunia. Temuannya yang didokumentasikan telah mengejutkan dunia khususnya tentang kebenaran Islam yang ditutup-tutupi oleh dunia Barat. Sesudah bersyahadat, ia membentangkan poster di depan TRUMP HOTEL “WE ARE ALL MUSLIMS”, kami semua Muslim.

Oliver Stone adalah produser film yang sukses di Hollywood, apa saja difilmkan asal mendatangkan duit. Anaknya Sean Stone yang berumur 27 tahun, ingin menapak jejak sang ayah dan pergi ke Iran untuk membuat film dokumenter di “negara para pendukung kekerasan.” Apa yang dilihatnya telah membuka mata hatinya bahwa Islam adalah indah, dan iapun urung membuat film, ia bersyahadat dan belajar tentang Islam.

Tony Blair adalah Perdana Menteri Inggris terkenal, ia dan isterinya berasal dari keluarga Nasrani. Iparnya Laureen Booth senantiasa memantau TV akan aktivitas politik Tony Blair dan bertanya-tanya, “Benarkah Islam adalah seperti yang dimusuhi oleh Tony Blair?” Setelah menelaah beberapa buku, ia datang ke masjid dan minta disyahadatkan. Inggris geger lagi, Perdana Menteri yang ingin mengalahkan Muslim ternyata tidak berdaya melawan ipar sendiri, bagaimana akan mengalahkan Islam?

Berderet nama selebriti dunia yang memeluk Islam atau yang disangka bukan Muslim ternyata Muslim tulen dan mendapat publikasi yang mendunia, langsung atau tidak, mereka adalah pendakwah. Sebut saja Muhamad Ali, Mike Tyson, bintang bola basket Shaquille O’Neal dan Abdul Hakeem Olajuwon, komedian Dave Chappelle, penyanyi hip hop Ice Cube dan Trevor Tahiem Smith, Jr. alias Busta Rhymes, bintang filem Ellen Burstyn, Omar Sharif, bintang Iron Man Faran Tahir, dan Aasif Hakim Mandviwala, penyanyi rap Lupe Fiasco, foto model Iman Mohamed Abdulmajid. Daftar masih panjang, Dr. Mehmet Oz, pelantun “Morning Has Broken” Cat Stevens alias Yusuf Islam dari Inggris, penyanyi Q-Tip alias Kamaal Ibn John Fareed, penyanyi Mos Def malah menyanyikan hit “Bismillah ar-Rahman ar-Raheem”, dan seorang gadis umur 17 tahun pemenang hadiah Nobel termuda di dunia Malala Yousefzai.

Penyanyi Janet Jackson dan kakaknya Jermaine Jackson; seorang lagi kakaknya yang paling popular Michael Jackson ketika berada di Qatar telah mengucapkan “Insya Allah.” Sekiranya peyanyi bintang pujaan pemuda-pemudi seluruh dunia ini telah jelas masuk Islam, maka sangat mungkin jutaan para pemujanya di seluruh dunia bakal ikut masuk Islam, mungkinkah karena ini ia harus mati atau dimatikan?

Oleh: Abdul Rahman Bahry, Tinggal di Cleveland, Ohio Amerika Serikat, Alamat email abahry@hotmail.com

Satu-satunya warga negara Indonesia yang bekerja sebagai Guru Agama di penjara kota Cleveland

 

REPUBLIKA