Fikih Shalat Dhuha

Harmonisasi Hukum Fikih Shalat Dhuha

SAAT mendengar isu kajian fikih yang bersangkutan mengenai amalan shalat Dhuha, dalam pikiran terlintas bahwasannya hukum terkait itu tidak hanya satu dari pendapat ulama. Seorang muslim tidak diwajibkan mendirikan shalat Dhuha setiap hari atau seorang muslim dianjurkan shalat Dhuha setiap hari, begitulah adanya.

Shalat Dhuha merupakan salah satu dari sejumlah amalan sunnah yang dicontohkan Rasulullah ﷺ. Artinya amalan sunnah tidak wajib hukumnya untuk dikerjakan, tetapi memiliki nilai pahala yang pasti diberikan oleh Allah ta’ala. Selain itu, shalat Dhuha memiliki hikmah dan manfaat yang luar biasa bermanfaat. Salah satunya adalah pengganti dari sedekah.

Diriwayatkan oleh Bukhari;

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ إِنْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيَدَعُ الْعَمَلَ وَهُوَ يُحِبُّ أَنْ يَعْمَلَ بِهِ خَشْيَةَ أَنْ يَعْمَلَ بِهِ النَّاسُ فَيُفْرَضَ عَلَيْهِمْ وَمَا سَبَّحَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُبْحَةَ الضُّحَى قَطُّ وَإِنِّي لَأُسَبِّحُهَا

“Telah menceritakan kepada kami [‘Abdullah bin Yusuf] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Malik] dari [Ibnu Syihab] dari [‘Urwah] dari [‘Aisyah radliallahu ‘anha] berkata; “Tidaklah Rasulullah ﷺ meninggalkan suatu amal padahal Beliau mencintai amal tersebut melainkan karena Beliau khawatir nanti orang-orang akan ikut mengamalkannya sehingga diwajibkan buat mereka. Dan tidaklah Beliau melaksanakan shalat Dhuha sekalipun kecuali pasti aku ikut melaksanakannya.” (Shahih Bukhari).

Sementara ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha juga pernah berkata, bahwa “Nabi ﷺ tidak melakukannya melainkan baru tiba dari perjalanan.”

Maksud dari hadits di atas tersebut ialah ‘Aisyah tidak pernah melihat, padahal belum tentu jika ‘Aisyah tidak melihat, Nabi ﷺ tidak melakukannya. Sebabnya ialah Nabi ﷺ jarang bersama ‘Aisyah pada waktu Dhuha karena mungkin sedang dalam perjalanan, atau berada di tempat tapi beliau di masjid atau tempat lain.

Apabila Nabi berada bersama istri-istri beliau, maka beliau berada di tempat ‘Aisyah hanyalah pada hari kesembilan, sehingga benarlah jika ‘Aisyah mengatakan, “saya tidak pernah melihat”. Atau, perkataan ‘Aisyah: “Nabi tidak melakukannya,” itu artinya tidak melakukannya terus-menerus.

Adapun cara mengharmonisasikan dua hadits di atas yang terlihat bertentangan, yaitu yang satu menafikkan dan yang satunya menetapkan. Dengan menafikkan sifat rajinnya Nabi ﷺ, bukan shalat beliau.

Sementara terdapat pendapat Ibnu Umar yang menganggap bid’ah shalat Dhuha, maksud beliau adalah karena shalat Dhuha di masjid dalam rangka pamer. Alasan kedua dikarenakan dilakukan terus menerus sedangkan Nabi tidak melakukannya terus menerus, sehingga dikhawatirkan jika dianggap fardhu. Namun ini adalah untuk Nabi ﷺ.

Adapun untuk umat Islam, disunnahkan untuk terus-menerus melakukannya sebagaimana dalam hadits-hadits berikut:

1. Hadits riwayat Abu Hurairah:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : أَوْصَانِي خَلِيلِي – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – بِصِيَامِ ثَلاَثَةِ أيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَرَكْعَتَي الضُّحَى ، وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَرْقُدَ . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
وَالإيتَارُ قَبْلَ النَّوْمِ إنَّمَا يُسْتَحَبُّ لِمَنْ لاَ يَثِقُ بِالاسْتِيقَاظِ آخِرَ اللَّيْلِ فَإنْ وَثِقَ ، فَآخِرُ اللَّيْلِ أفْضَلُ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kekasihku—Rasulullah ﷺ—mewasiatkan kepadaku untuk puasa tiga hari setiap bulan, mengerjakan shalat Dhuha dua rakaat, dan melakukan shalat witir sebelum tidur.” (HR. Bukhari, no. 1178 dan Muslim, no. 721)

2. Hadits riwayat Abu ad-Dardak:

عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ رضي الله عنه قَالَ :أَوْصَانِي حَبِيبِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ لَنْ أَدَعَهُنَّ مَا عِشْتُ : بِصِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَصَلَاةِ الضُّحَى ، وَبِأَنْ لَا أَنَامَ حَتَّى أُوتِرَ

“Dari Abu ad-Dardak (diriwayatkan bahwa) ia berkata: “Kekasihku (Rasulullah) ﷺ mewasiatiku tiga perkara yang tidak akan aku tinggalkan selama aku masih hidup: Puasa tiga hari setiap bulan, shalat Dhuha, dan aku tidak tidur sehingga shalat witir dahulu.” (HR: Muslim).

3. Hadits riwayat Abu Dzar:

عَنْ أَبِـيْ ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوْا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللّٰـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَا رَسُوْلَ اللّٰـهِ ! ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُوْرِ بِاْلأُجُوْرِ ؛ يُصَلُّوْنَ كَمَـا نُصَلِّـيْ ، وَيَصُوْمُوْنَ كَمَـا نَصُوْمُ ، وَيَتَصَدَّقُوْنَ بِفُضُوْلِ أَمْوَالِـهِمْ. قَالَ : «أَوَلَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللّٰـهُ لَكُمْ مَا تَصَدَّقُوْنَ ؟ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةً ، وَكُلِّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةً ، وَكُلِّ تَـحْمِيْدَةٍ صَدَقَةً ، وَكُلِّ تَهْلِيْلَةٍ صَدَقَةً ، وَأَمْرٌ بِالْـمَعْرُوْفِ صَدَقَةٌ ، وَنَهْيٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ ، وَفِـيْ بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ». قَالُوْا : يَا رَسُوْلَ اللّٰـهِ ! أَيَأْتِـيْ أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهَا أَجْرٌ ؟ قَالَ : «أَرَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِـي حَرَامٍ، أَكَانَ عَلَيْهِ فِيْهَا وِزْرٌ ؟ فَكَذٰلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِـي الْـحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرًا»

Dari Abu Dzar Radhiyallahu anhu bahwa beberapa orang dari Sahabat berkata kepada Nabi ﷺ: “Wahai Rasulullah! Orang-orang kaya telah pergi dengan membawa banyak pahala. Mereka shalat seperti kami shalat, mereka puasa seperti kami puasa, dan mereka dapat bersedekah dengan kelebihan harta mereka.” Beliau ﷺ bersabda : “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian sesuatu yang dapat kalian sedekahkan? Sesungguhnya pada setiap tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, menyuruh kepada yang ma’ruf adalah sedekah, mencegah dari yang mungkar adalah sedekah, dan salah seorang dari kalian bercampur (berjima’) dengan istrinya adalah sedekah.” Mereka bertanya : “Wahai Rasulullah! Apakah jika salah seorang dari kami mendatangi syahwatnya (bersetubuh dengan istrinya) maka ia mendapat pahala di dalamnya?” Beliau menjawab : “Apa pendapat kalian seandainya ia melampiaskan syahwatnya pada yang haram, bukankah ia mendapatkan dosa? Maka demikian pula jika ia melampiaskan syahwatnya pada yang halal, maka ia memperoleh pahala.” (HR: Muslim).

Berdasarkan hadits-hadits di atas, kita disunnahkan untuk melakukan shalat Dhuha semampu kita tanpa melalaikan kewajiban-kewajiban. Wallahu a’lam bish shawab.*/Asmaul Afifah Irfindari, aktivis Himpunan Mahasiswa Islam.

HIDAYATULLAH