Harta Dzahir dan Harta Bathin

Pembagian Harta Zakat – Harta Dzahir dan Harta Bathin

Ditulis oleh ustadz Ammi Nur Baits

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Istilah harta dzahir dan harta bathin tidak kita jumpai dalam dalil al-Quran dan sunah. Tidak pula dalam penjelasan para sahabat. Hanya saja para ulama sepakat mengenai pembagian ini. (Penjelasan dalam keputusan Baituz Zakat, untuk pertemuan ke-5, hlm. 505).  Kita bisa jumpai penggunaan istilah ini dalam buku-buku para ulama fikih. Mereka membagi harta zakat menjadi 2, harta dzahir dan harta bathin.

Kita simak penjelasan al-Qadhi Abu Ya’la – ulama Hambali –,

Al-Qodhi Abu Ya’la menjelaskan pembagian harta dzahir dan bathin itu dan beliau juga sebutkan contohnya,

والأموال المزكاة ضربان: ظاهرة وباطنة. فالظاهرة: ما لا يمكن إخفاؤه: من الزروع، والثمار، والمواشي.والباطنة: ما أمكن إخفاؤه: من الذهب، والفضة وعُروض التجارة

Harta yang dizakati ada 2 bentuk: dzahir dan bathin. Harta dzahir adalah harta yang tidak mungkin disembunyikan, seperti hasil tanaman, buah-buahan, dan binatang ternak. Dan harta bathin adalah harta yang mungkin untuk disembunyikan, seperti emas, perak dan harta perdagangan.

Kemudian al-Qadhi menjelaskan pembagian ini kaitannya dengan tugas amil,

وليس لوالي الصدقات نظر في زكاة المال الباطن، وأربابُه أحق بإخراج زكاته منه، إلا أن يبذلها أرباب الأموال طوعًا، فيقبلها منهم، ويكون في تفرقتها عونًا لهم، ونظره مخصوص بزكاة المال الظاهر، يؤمر أرباب الأموال بدفعها إليه إذا طلبها، فإن لم يطلبها جاز دفعها إليه

Amil zakat tidak memiliki wewenang untuk menaksir zakat harta bathin. Pemiliknya yang paling berhak untuk menunaikan zakat harta bathin, kecuali jika dia serahkan harta itu atas kerelaannya, lalu amil menerimanya dari mereka, sehingga status amil membagikan zakat hanya membantu mereka. Amil hanya berwenang menaksir harta dzahir. Dia boleh perintahkan pemilik harta untuk menyerahkan zakat hartanya kepadanya ketika amil minta. Jika tidak diminta amil, muzakki boleh menyerahkannya ke amil. (al-Ahkam as-Sulthaniyah, hlm. 180)

Penjelasan lain disampaikan oleh an-Nawawi – ulama Syafiiyah – dalam I’anatut Thalibin,

يمنع في المال الباطن وهو النقد والعرض دون الظاهر وهو المواشي والزروع والثمار

Amil dilarang untuk meng-audit harta bathin, yaitu mata uang dan barang dagangan, bukan harta dzahir, seperti hewan ternak, hasil pertanian dan buah-buahan. (I’anatut Thalibin, 2/175).

Juga disampaikan al-Kasani – ulama Hanafi – dalam kitabnya, Bada’I as-Shana’I,

مال الزكاة نوعان ظاهر وهو المواشي والمال الذي يمر به التاجر على العاشر وباطن وهو الذهب والفضة وأموال التجارة في مواضعها

Harta zakat ada 2, harta dzahir seperti hewan ternak dan harta yang dilaporkan pedagang kepada petugas penarik pajak. Dan harta bathin, seperti emas, perak, dan harta perdagangan yang tidak nampak di tempat perdagangnya. (Bada’i as-Shana’i, 2/35).

Syaikh Abu Zahrah – ulama kontemporer – menjelaskan,

الأموال التي كان يجمع عثمان – رضي الله عنه – منها الزكاة، سميت الأموال الظاهرة، والأخرى باطنة

Harta yang dikumpulkan Utsman radhiyallahu ‘anhu diantaranya harta zakat. Dan ada yang disebut harta dzahir dan ada harta bathin… (at-Taujih at-Tasyri’i, Muhammad Baithar, 2/149).

Dan dari batasan yang disampaikan para ulama di atas, kita bisa simpulkan bahwa inti dari harta dzahir adalah harta yang tidak mungkin bisa disembunyikan, sehingga bisa diketahui orang lain. Mengenai rinciannya, mereka berbeda-beda dalam menyebutkannya.

Pertanyaannya, apakah harta perdagangan termasuk?

Ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Beberapa keterangan di atas memasukkan harta perdagangan bagian dari harta bathin. Karena tidak diketahui orang lain. Dan itulah pendapat jumhur ulama. Meskipun ada juga yang menggolongkan harta perdagangan sebagai harta dzahir, karena bisa diketahui orang lain. Ini merupakan pendapat Abul Faraj asy-Syirazi, sebagaimana keterangan dalam al-Inshaf. (al-Inshaf, 6/342)

Wewenang Amil Hanya untuk Harta Dzahir

Amil zakat punya wewenang untuk menarik harta zakat dan mengaudit harta yang dimiliki muzakki. Namun ini hannya berlaku untuk harta dzahir. Sementara harta bathin, amil tidak memiliki wewenang untuk audit. Melakukan audit untuk harta bathin, bisa termasuk tindakan tajasus (memata-matai) dan itu dilarang.

Al-Qadhi Abu Ya’la mengatakan,

وليس لوالي الصدقات نظر في زكاة المال الباطن، وأربابُه أحق بإخراج زكاته منه، إلا أن يبذلها أرباب الأموال طوعًا، فيقبلها منهم، ويكون في تفرقتها عونًا لهم، ونظره مخصوص بزكاة المال الظاهر، يؤمر أرباب الأموال بدفعها إليه إذا طلبها، فإن لم يطلبها جاز دفعها إليه

Amil zakat tidak memiliki wewenang untuk menaksir zakat harta bathin. Pemiliknya yang paling berhak untuk menunaikan zakat harta bathin, kecuali jika dia serahkan harta itu atas kerelaannya, lalu amil menerimanya dari mereka, sehingga status amil membagikan zakat hanya membantu mereka. Amil hanya berwenang menaksir harta dzahir. Dia boleh perintahkan pemilik harta untuk menyerahkan zakat hartanya kepadanya ketika amil minta. Jika tidak diminta amil, muzakki boleh menyerahkannya ke amil. (al-Ahkam as-Sulthaniyah, hlm. 180)

Keterangan lain disampaikan Al-Kasani setelah menjelaskan pembagian harta,

فللإمام ونوابه وهم المصدقون من السعاة والعشار ولاية الأخذ والساعي هو الذي يسعى في القبائل ليأخذ صدقة المواشي في أماكنها والعاشر هو الذي يأخذ الصدقة من التاجر الذي يمر عليه والمصدق اسم جنس والدليل على أن للإمام ولاية الأخذ في المواشي والأموال الظاهرة الكتاب والسنة والإجماع

Imam dan wakilnya, yaitu para penarik zakat, baik su’at atau assyar, memiliki wewenang untuk mengambil. Su’at adalah orang yang mengaudit harta zakat di kabilah-kabilah untuk menarik zakat hewan ternak  di tempat peternakannya. Sementara Assyar adalah orang yang mengambil zakat dari pedagang yang lewat. Dalil bahwa pemerintah memiliki wewenang untuk menarik zakat hewan ternak dan harta dzahir adalah al-Quran, Sunah, dan sepakat ulama. (Bada’i as-Shana’i, 2/35)

Syaikh Abu Zahrah mengatakan,

ولا شك أن تسمية الأولى ظاهرة، والأخرى باطنة، واضح من ذات الأموال، فالنَّعَم لا تخفى على الناس، ووالي الصدقات يحصيها، والأخرى لا يمكن معرفتها إلا بمحاولات للتعرف، وقد يكون من سُبل ذلك التجسس؛ لمعرفة ما يُهرب أو يخفى من الأموال

Tidak diragukan bahwa pembagian harta menjadi harta dzahir dan bathin sangat relevan bagi pemilik zakat. Binatang ternak tidak bisa disembunyikan, dan petugas zakat bisa audit. Smentara harta bathin tidak mungkin bisa diketahui kecuali dengan audit detail, dan itu bisa menjadi jalan terjadinya tajasus (memata-matai), untuk mengetahui harta yang disembunyikan. (at-Taujih at-Tasyri’i, Muhammad Baithar, 2/149).

Demikian, Allahu a’lam.

Read more https://pengusahamuslim.com/5883-pembagian-harta-zakat-harta-dzahir-dan-harta-bathin.html