Hukum Kawin Kontrak Berdasarkan Ijma’ 4 Madzhab

Hukum Kawin Kontrak Berdasarkan Ijma’ 4 Madzhab

Nikah Mut’ah atau yang jamak dikenal dengan istilah kawin kontrak, merupakan salah satu contoh nikah yang diharamkan. Sebab nikah model demikian ini merugikan pihak perempuan, padahal spirit yang dibangun dalam pernikahan adalah kasih sayang dan ibadah. Nah berikut keterangan lengkap hukum kawin kontrak berdasarkan ijma’ulama 4 madzhab.

Dalam kitab Fikih ensiklopedis yang diterbitkan oleh Kementrian Agama di Kuwait, dikatakan bahwa ulama empat Mazhab telah sepakat bahwa hukum kawin kontrak dalam fikih adalah haram. Berikut keterangannya;

نِكَاحُ الْمُتْعَةِ هُوَ قَوْل الرَّجُل لِلْمَرْأَةِ: أُعْطِيكِ كَذَا عَلَى أَنْ أَتَمَتَّعَ بِكِ يَوْمًا أَوْ شَهْرًا أَوْ سَنَةً أَوْ نَحْوَ ذَلِكَ سَوَاءٌ قَدَّرَ الْمُتْعَةَ بِمُدَّةٍ مَعْلُومَةٍ كَمَا هُوَ الشَّأْنُ فِي الأَْمْثِلَةِ السَّابِقَةِ، أَوْ قَدَّرَهَا بِمُدَّةٍ مَجْهُولَةٍ كَقَوْلِهِ: أُعْطِيكِ كَذَا عَلَى أَنْ أَتَمَتَّعَ بِكِ مَوْسِمَ الْحَجِّ أَوْ مَا أَقَمْتُ فِي الْبَلَدِ أَوْ حَتَّى يَقْدَمَ زَيْدٌ، فَإِذَا انْقَضَى الأَْجَل الْمُحَدَّدُ وَقَعَتِ الْفُرْقَةُ بِغَيْرِ طَلاَقٍ. وَنِكَاحُ الْمُتْعَةِ مِنْ أَنْكِحَةِ الْجَاهِلِيَّةِ، وَكَانَتْ مُبَاحًا فِي أَوَّل الإِْسْلاَمِ ثُمَّ حُرِّمَ، لِحَدِيثِ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَال: إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الْمُتْعَةِ وَعَنْ لُحُومِ الْحُمُرِ الأَْهْلِيَّةِ زَمَنَ خَيْبَرَ “، ثُمَّ رَخَّصَ فِيهِ عَامَ الْفَتْحِ، لِحَدِيثِ الرَّبِيعِ بْنِ سَبْرَةَ الْجُهَنِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا:” أَنَّ أَبَاهُ غَزَا مَعَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتْحَ مَكَّةَ قَال: فَأَقَمْنَا بِهَا خَمْسَ عَشْرَةَ (ثَلاَثِينَ بَيْنَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ) فَأَذِنَ لَنَا رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مُتْعَةِ النِّسَاءِ ” ثُمَّ حُرِّمَ فِيهِ، وَرُوِيَ أَنَّهُ رَخَّصَ فِيهَا فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ، ثُمَّ حُرِّمَ أَبَدًا لِحَدِيثِ سَبْرَةَ” أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبَاحَ نِكَاحَ الْمُتْعَةِ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ، ثُمَّ حَرَّمَ أَبَدًا، قَال الإِْمَامُ الشَّافِعِيُّ: لاَ أَعْلَمُ شَيْئًا” حُرِّمَ ثُمَّ أُبِيحَ ثُمَّ حُرِّمَ إِلاَّ الْمُتْعَةَ.


Artinya; Nikah mut’ah atau kawin kontrak adalah seperti ucapan seorang laki-laki kepada perempuan: “aku berikan engkau uang sekian dengan imbalan aku bisa kawin denganmu selama sebulan”. Apabila sebulan telah berlalu, pernikahan itu otomatis berakhir tanpa adanya lafal talak atau perceraian dari pihak suami.

Kontrak dalam nikah mut’ah bisa terukur dengan masa seperti sebulan, seminggu dan lainnya atau tidak terukur seperti kontrak nikah mut’ah selama musim haji, selama tinggal di sini, hingga fulan datang atau urusannya rampung. Apabila yang ditunggu telah usai atau terwujud, maka secara otomatis pernikahannya berakhir.

Dalam Islam, Nikah mut’ah termasuk pernikahan Jahiliah. Pada awalnya pernikahan ini diperbolehkan oleh Islam lalu diharamkan dengan hadis: “Sesungguhnya Rasulullah Saw melarang nikah mut’ah dan daging keledai jinak pada masa perang Khaibar (7 Hijriah)”.

Kemudian Baginda Nabi membolehkan nikah mut’ah pada saat pembebasan kota Makkah dengan bukti hadis dari Rabi’ bin Sabrah di mana ayahnya turut serta dalam pembebasan kota Makkah (8 Hijriah). Saat itu Rasulullah Saw mengizinkan nikah mut’ah.

Dalam riwayat lain Baginda Nabi mengizinkan nikah mut’ah pada saat haji wadâ’ (10 Hijriah). Lalu setelah itu nikah mut’ah diharamkan selamanya. Berdasarkan latar belakang nikah mut’ah, Imam Syafii berkomentar bahwa: “Aku tidak mengetahui sesuatu yang dihalalkan lalu diharamkan, kemudian dihalalkan dan diharamkan lagi kecuali hanya nikah mut’ah”.

Hukum Kawin Kontrak

Adapun hukum nikah mut’ah atau kawin kontrak sendiri adalah haram menurut mayoritas ulama Hanafiah, Mâlikiah, Syâfiiah dan Hanâbilah. Hal ini berdasarkan hadis Muslim (No.1406) Ibnu Abbas sendiri menjelaskan bahwa nikah mut’ah memang pernah diperbolehkan pada permulaan Islam, di mana ketika seseorang bermukim di tempat yang tidak memiliki kenalan, umumnya seseorang tersebut menikah mut’ah selama bermukim guna menjaga harta bendanya dan membantu urusannya.

Namun, ketika turun ayat “kecuali atas istrinya atau budak yang dimiliki” (QS. al-Mu’minun: 6), dari sini alat kelamin hanya bisa halal dari jalur nikah normal atau budak. Artinya, nikah mut’ah kemudian diharamkan.

Konsekuensi Nikah Kontrak

Adapun dampak dari nikah mut’ah atau kawin kontrak adalah sebagai berikut;

  1. Dalam nikah mut’ah tidak berlaku talak, sumpah ila’, dzihar, waris, li’an, status muhshan bagi laki-laki atau perempuan dan halalnya istri atas suami yang telah mentalak bain, mengingat pasangan nikah mut’ah harus diceraikan.
  2. Laki-laki dalam nikah mut’ah tidak berkewajiban membayar mahar atau materi yang disebut dalam akad mut’ah dan nafkah selama belum terjadi persetubuhan. Jika sudah terjadi persetubuhan, maka pihak laki-laki harus membayar mahar mitsil menurut mazhab Syafii.

    Sedang menurut mazhab Hanafi pihak laki-laki harus membayar yang paling murah atau minimum diantara mahar mitsil dan mahar mutsamma (yang disebut dalam akad). Apabila dalam akad mut’ah tidak menyebut mahar, maka cukup membayar mahar mitsil. Menurut Mâlikiah dan Hanâbilah pihak laki-laki harus membayar mahar musamma (yang disebut dalam akad).
  3. Ulama sepakat bahwa apabila perempuan yang dinikah mut’ah melahirkan anak, maka anak tersebut dinasabkan kepada laki-laki yang menikah mut’ah (ayahnya). Baik sang laki-laki meyakini nikah tersebut sah maupun tidak. Sebab akad dalam nikah mut’ah memiliki sisi syubhat (terdapat ulama yang memperbolehkan) di mana dengan adanya akad, perempuan menjadi firâsy (istri).
  4. Nikah mut’ah berkonsekuensi berlakunya mushâharah (persemendaan) dimana orang tua dan anak dari pihak perempuan haram dinikah oleh laki-laki yang menikahinya. Sebaliknya anak dan orang tua dari pihak laki-laki haram menikahi perempuan yang telah dinikah mut’ah.

    Memandang banyaknya dampak negatif yang didapat, nikah mut’ah atau kawin kontrak ini diharamkan. Dan sudah maklum, kalau sesuati itu dilarang kemudian diperbolehkan dan dilarang lagi, maka hukumnya sudah tetap dan mengikat. Oleh karenanya haram untuk nikah mut’ah, namun ketika terjadi akan berdampak pada beberapa hal yang telah disebutkan di atas.


    Keterangan hukum kawin kontrak ini disarikan dari kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah Juz 41 Halaman 334 . Semoga bermanfaat, Wallahu A’lam bi al-Shawa

BINCANG SYARIAH