Hukum Membakar yang Ada Tulisan Lafadz Allah dan Al-Quran

Al-Quran dan tulisan lafadz Jalalah Allah yang tertulis media seperti kertas atau kain, maka wajib kita muliakan. Sebagaimana kita memuliakan mushaf Al-Quran dan lafadz Jallalah Allah. Tidak boleh kita taruh sembarangan di tempat yang kotor dan tempat yang tidak suci. Tidak boleh juga dibiarkan berada ditempat yang tidak layak bagi kemuliaan Al-Quran. Jika kita menemukannya berada ditempat yang tidak layak, hendaknya kita ambil dan kita taruh dan simpan ditempat yang layak dan mulia, agar tidak menjadi barang/benda yang “tidak berharga” seperti sampah atau benda-benda remeh yang tidak dipedulikan.

Ketika kita menemukan Al-Quran yang robek atau sudah sulit dibaca sebagiannya atau menemukan media yang ada tulisan Al-Quran dan lafadz Allah dalam keadaan demikian juga, maka cara “menyelamatkannya” ada dua cara:

1) Membakarnya sampai habis dan tidak tersisa

2) Menguburkan pada tanah yang baik dan layak

Hal ini sebagaimana fatwa dari Al-Lajnah Ad-Daimah:

ما تمزق من المصاحف والكتب والأوراق التي بها آيات من القرآن يدفن بمكان طيب ، بعيد عن ممر الناس وعن مرامي القاذورات ، أو يحرق ؛ صيانة له ، ومحافظة عليه من الامتهان ؛ لفعل عثمان رضي الله عنه

“Mushaf (Al-Quran) yang robek dan lembaran yang ada tulisan Al-Quran hendaknya dikubur pada tanah yang baik dan jauh dari tempat jalannya manusia, jauh dari berbagai kotoran. Atau dibakar untuk menjaganya dan tercegah dari fitnah/ujian sebagaimana perbuatan Utsman radhiyallahu ‘anhu.” [Fatwa Al-Lajnah 4/139]

Perbuatan membakar Al-Quran agar tidak terjadi fitnah ini dilakukan di zaman Utsman bin Affan. Ketika itu, Al-Quran ditulis dengan berbagai macam dialek dan gaya bahasa sesuai suku dan kabilah masing-masing dan keadaan ini hampir menimbulkan perpecahan, maka Ustman bin Affan segera memerintahkan agar Al-Quran ditulis dengan versi sesuai dengan dialek dan gaya bahasa Quraisy sebagaimana diturunkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau memerintahkan Al-Quran yang lain dibakar dan harus memakai serta menggandakan Al-Quran standar versi Quraisy yang telah disepakati oleh para sahabat.

Mush’ab bin Sa’ad mengatakan,

أدركت الناس متوافرين حين حرق عثمان المصاحف ، فأعجبهم ذلك ، لم ينكر ذلك منهم أحد

“Aku menjumpai manusia (para sahabat) telah sepakat ketika Ustman membakar mushaf-mushaf (yang tidak sesuai standar Quraisy), hal ini membuat mereka takjub dan tidak ada seorang pun yang mengingkarinya.” [Kitabul Mashahif hal. 41]

Petunjuk sisa Al-Quran yang tidak layak itu agar dikuburkan adalah salah satu pendapat dari mazhab Hanabilah. Al-Bahuti dari mazhab Hanabilah berkata,

وَلَوْ بَلِيَ الْمُصْحَفُ أَوْ انْدَرَسَ دُفِنَ نَصًّا ، ذَكَرَ أَحْمَدُ أَنَّ أَبَا الْجَوْزَاءِ بَلِيَ لَهُ مُصْحَفٌ فَحَفَرَ لَهُ فِي مَسْجِدِهِ فَدَفَنَهُ

“Apabila Mushaf Al-Quran telah lusuh atau rusak, maka hendaknya dikubur. Ahmad menyebutkan bahwa Abul Jauzaa’ mempunyai Mushaf Al-Quran yang telah lusuh dan beliau menggali tanah di masjid kemudian menguburkannya.” [Kasyful Qannaa’ 1/137]

Perlu diperhatikan, hendaknya ketika menguburkan atau membakar dilakukan dengan prosedur yang sesuai dengan kelayakan dan sikap yang menghormati Al-Quran dan lafadz Jallallah Allah. Membakar atau menguburkan dengan tujuan ini berbeda dengan orang yang menghinakan Al-Quran. Kita dapati ada oknum yang benci Islam atau orang munafik yang membakar Al-Quran karena benci dan tidak suka, mereka membakar dengan sikap dan gaya yang menghinakan serta dilakukan di tempat yang tidak sesuai dengan kemuliaan Al-Quran.

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/43421-hukum-membakar-yang-ada-tulisan-lafadz-allah-dan-al-quran.html