Hukum Mencium Jenazah

Hukum Mencium Jenazah

Berkaitan dengan hukum apakah diperbolehkan mencium seseorang ketika sudah meninggal dunia, terdapat kisah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu di hari wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dari Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan,

أَقْبَلَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى فَرَسِهِ مِنْ مَسْكَنِهِ بِالسُّنْحِ حَتَّى نَزَلَ، فَدَخَلَ المَسْجِدَ، فَلَمْ يُكَلِّمِ النَّاسَ حَتَّى دَخَلَ عَلَى عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، فَتَيَمَّمَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُسَجًّى بِبُرْدِ حِبَرَةٍ، فَكَشَفَ عَنْ وَجْهِهِ، ثُمَّ أَكَبَّ عَلَيْهِ، فَقَبَّلَهُ، ثُمَّ بَكَى

Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menunggang kudanya dari suatu tempat bernama Sunih hingga sampai dan masuk ke dalam masjid. Dia tidak berbicara dengan orang-orang, lalu dia menemui ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dan langsung mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang sudah ditutupi (jasadnya) dengan kain terbuat dari katun. Kemudian dia membuka tutup wajah beliau, lalu Abu Bakar bersimpuh di depan jasad Nabi, dan menciumnya. Kemudian Abu Bakar pun menangis … “ (HR. Bukhari no. 1241)

Hadis ini merupakan dalil bolehnya mencium orang yang sudah meninggal dunia (jenazah), yaitu bagi orang-orang yang memang boleh mencium orang tersebut ketika masih hidup dan melihat wajahnya.

Syekh Dr. Shalih Al-Fauzan hafizhahullah mengatakan, “Dalam hadis ini terdapat dalil bolehnya mencium seseorang ketika meninggal dunia karena Abu Bakar mencium (jenazah) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Jika kerabat atau orang-orang yang mencintai si mayit tersebut ingin menciumnya, maka hal itu diperbolehkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga mencium jenazah ‘Utsman bin Madh’un radhiyallahu ‘anhu ketika meninggal dunia. Hal ini menunjukkan bolehnya mencium jenazah.” (Tashiilul Ilmaam, 3: 20)

Maksud yang lebih jelas jika melihat dari konteks hadis ini adalah bahwa Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu mencium Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam karena rasa cinta kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini adalah dalil yang sangat tegas tentang besarnya rasa cinta Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan Abu Bakar tidaklah melakukan hal itu karena mencari keberkahan (tabarruk), sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian pensyarah hadis ini. Sehingga mereka pun berdalil akan bolehnya mencium jenazah dalam rangka tabarruk.

Hal tersebut adalah keliru, karena konteks hadis menunjukkan bahwa Abu Bakar mencium jenazah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam karena kecintaan, bukan karena tabarruk. Seandainya karena tabarruk, tentu tindakan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu akan diikuti oleh para sahabat yang lainnya.

Selain itu, seandainya kita terima argumentasi mereka bahwa tindakan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu itu adalah dalam rangka tabarruk, maka itu pun seharusnya hanya berlaku khusus bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak berlaku untuk selain beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Referensi:

Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Buluughil Maraam (4: 249) dan Tashiilul Ilmaam bi Fiqhi Al-Ahaadits min Buluughil Maraam (3: 20).

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/81725-hukum-mencium-jenazah.html