Hukum Mengenakan Tas dan Jaket Berbahan Kulit

Hukum Mengenakan Tas dan Jaket Berbahan Kulit

Bahan kulit untuk pembuatan tas, jaket, sepatu, dan aksesoris, serta berbagai perlengkapan banyak ditemui di sekitar kita. Secara umum, bahan kulit hewan berdasarkan dari mana asalnya terbagi menjadi tiga macam:

  1. Kulit hewan yang halal dimakan dan bukan bangkai (mati dengan cara tidak disembelih).
  2. Kulit hewan halal dimakan dan sudah menjadi bangkai.
  3. Kulit hewan yang haram dimakan.

Boleh dan tidaknya digunakan tergantung dari mana asalnya. Mari kita ulas satu persatu-satu.

Kulit hewan yang halal dimakan dan bukan bangkai (mati dengan cara disembelih)

Contohnya, seperti kulit kambing, sapi, dan binatang halal lainnya.

Kulit hewan jenis ini, tidak membutuhkan kajian panjang, ia halal dan suci dipergunakan. Sebagaimana daging hewannya halal, maka kulit yang menjadi bagian dari hewan tersebut pun menjadi halal dan suci.

Dalilnya hadis Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam,

دباغها ذكاتها

“Samaknya kulit hewan yang halal dimakan adalah proses sembelihnya’’ (HR. Ahmad, dinilai sahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Ghoyatul Murom).

Proses samak adalah syarat agar kulit hewan yang najis menjadi suci. Khusus hewan yang mati tidak sebagai bangkai dan tergolong yang halal dimakan, maka samak ini sudah terganti dengan proses meyembelih yang sesuai syariat. Sehingga begitu hewan disembelih, kulitnya otomatis menjadi halal dan suci. Tanpa harus melalui proses samak yang kita kenal.

Kulit hewan halal dimakan dan sudah menjadi bangkai

Suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang menyeret kambingnya yang sudah mati, lalu bertanya kepada Sang Tuan,

هلا أخذتم إهابها

“Alangkah baik jika Anda manfaatkan kulitnya.”

إنها ميتة

“Ini kulit bangkai, ya Rasulullah.” Jawab tuan sang pemilik kambing.

يطهره الماء والقرض

“Bisa disucikan dengan air dan dedaunan untuk menyamak” (HR. Abu Dawud, dinilai sahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Shilshilah As-Ashahihah no. 2163).

Hadis ini menunjukkan bahwa kulit bangkai yang awalnya najis, bisa menjadi suci jika disamak. Sehingga boleh dijadikan jaket, tas, sepatu, dompet, dan lain sebagainya. Begitu pun suci dipakai ketika salat.

Sebagaimana keterangan dalam kitab Bidayatul Faqih (ringkasan Syarah Al-Mumti’ karya Syaikh Ibnu ‘Utsaimin Rahimahullah) berikut,

فإذا دبغ الجلد فصار طاهرا وأبيح استعماله في الرطب واليابس

“Jika kulit bangkai telah disamak, maka ia berubah menjadi suci dan halal dipergunakan baik saat basah maupun kering” (Bidayatul Faqih hal. 17).

Kulit hewan yang haram dimakan

Seperti kulit babi, anjing, ular dan binatang buas lainnya, maka tidak suci digunakan meskipun sudah disamak. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah kami sebut di atas,

دباغها ذكاتها

“Samaknya kulit hewan yang halal dimakan adalah proses sembelihnya” (HR. Ahmad, dinilai sahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Ghoyatul Murom).

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam mennyebut hewan yang kulitnya halal dan suci dipergunakan, dengan sebutan ذكاة dzakaah, yang artinya sembelihan. Kita ketahui bersama bahwa dzakaah hanya dapat menjadikan halal dan suci hewan-hewan yang dagingnya halal, seperti kambing, sapi, dan lain sebagainya. Tidak dapat menghalalkan hewan yang haram, seperti babi dan anjing. Ini menunjukkan bahwa kulit hewan yang haram dimakan, tidak halal dan suci meskipun telah disembelih atau disamak.

Wallahu a’lam bis showab.

Ditulis oleh: Ahmad Anshori

Artikel: Muslim.or.id