Hukum Penyebar Hoax

Kami ingin menanyakan, bagaimana hukum orang yang menyebarkan berita hoax di media sosial? Bagaimana juga hukum orang yang menyebar luaskannya padahal ia tidak mengetahui berita itu sejatinya adalah bohong. Terima kasih (Astrid, 085790226xxx).

Jawaban:

Hoax adalah kebohongan yang dibuat dengan sengaja untuk berpura-pura menjadi sebuah kebenaran. Dalam Islam terdapat istilah “khabar, qila wa qala”. Bahkan dalam Ilmu Hadis terdapat istilah “hadis mawdlu’ (hadis palsu)”.

Di antara ciri-ciri berita hoax adalah semua kata-katanya sama pada semua situs. Karena hanya copy paste dari situs satu ke situs lainnya. Selain itu semua hoax sumbernya tidak jelas dan isinya terkesan mengada-ada atau dibesar-besarkan dan beritanya tidak jelas.

Dalam Islam, khabar (berita) mengandung dua kemungkinan. Yaitu benar (shidq) dan salah (kidzb). Istilah “qila wa qala : katanya” dimaksudkan untuk menggambarkan berita yang tidak jelas sumbernya. Dalam Ilmu Hadis, sumber berita yang tidak jelas sumbernya itu diungkapkan dengan kata “an : dari”. Sebagai sebuah ungkapan yang menunjukkan sumber yang tidak jelas. Atau bahkan terputus persambungan sumber beritanya. Sehingga dalam hal itu, berita tidak boleh diterima sebagai berita yang benar (sahih). Oleh sebab itu, terhadap setiap berita, terutama persoalan agama, dihadapi dengan sikap yang sangat ketat dan selektif dalam menerima berita. Bahkan harus dilakukan klarifikasi (tabayun).

Menyebarkan hoax di medsos merupakan tindakan gegabah. Karena tanpa klarifikasi terlebih dahulu. Alquran surat al-Hujurat ayat 6 menyebutkan : “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.

Menyebarkan berita hoax  berdampak negatif. Di antaranya adalah saling mencaci-maki, menggunjing, terpecahnya suatu kelompok, dan tersebarnya fitnah. Allah melarang mencaci maki sebagaimana pada QS. Al-Hujurat, 11: “hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.

Larangan pada ayat itu sebagaimana dalam hadis riwayat Imam Muslim dari ‘Abd Allah ibn Mas’ud sebagaimana pada bab tahrim al-kibr wa bayanih, Rasul Allah SAW bersabda : “…. kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia”. Jika merendahkan sesama manusia adalah kesombongan, dan kesombongan sekecil apapun menghalangi masuk surge, sebagaimana pada awal hadis itu, maka hal ini dihukumi haram sebab terdapat ancaman tidak masuk surga.

Perbuatan saling ghibah (menggunjing atau menceritakan kejelekan orang lain) juga dilarang Allah Ta’ala, sebagaimana pada QS. al-Hujurat, 12 : “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”.

Menyebarkan berita hoax dalam kajian hukum Islam merupakan perantara (wasilah) seseorang melakukan perbuatan dosa. Sedangkan wasilah dihukumi sebagaimana tujuan (maqasid) dilakukannya. Yaitu munculnya dampak negatif, yang jelas diharamkan, sebagaimana uraian di atas, di antaranya saling mengolok-olok atau mencaci maki, menggunjing, terpecahnya suatu kelompok dan tersebarnya fitnah. Keterangan itu menunjukan, bahwa semua  perantara, dalam hal ini menyebarkan berita hoax, dihukumi sama dengan tujuan, yaitu larangan menggunjing dan yang lainnya. Dari kaedah ini dapat kita ketahui, bahwa hukum menyebarkan berita hoax adalah haram, seperti keharaman menggunjing dan keharaman yang lainnya. Karena itu, kita harus berhati-hati dalam menerima berita, dengan melakukan pelacakan sumber berita dan klarifikasi terlebih dahulu. Baru berita boleh dan tidak harus diinformasikan kepada orang lain, setelah melakukan klarifikasi. (Khamim dosen pengajar IAIN Kediri).

RADAR KEDIRI