Hukum Swab Test Saat Puasa

Hukum Swab Test Saat Puasa

Berikut ini hukum Swab test saat puasa. Pasalnya, di Bulan Ramadhan, banyak aktivitas yang mewajibkan swab atau PCR. Berikut penjelasan lengkapnya. 

Salah satu upaya yang sangat intens dilakukan pemerintah untuk menekan angka penyebaran Covid-19 adalah dengan melakukan pengecekan massal dan berkala kepada masyarakat secara menyeluruh baik dengan Rapid Test Antigen ataupun PCR. 

Prosedur dua metode Swab lendir ini dilakukan dengan cara memasukkan alat ke rongga hidung sampai nasofaring (dinding paling belakang hidung) atau ke rongga mulut sampai orofaring (bagian atas tenggorokan).

Lantas, bagaimana respon fikih terkait pelaksanaan Swab saat berpuasa? Apakah memasukkan alat ke rongga mulut atau rongga hidung termasuk hal-hal yang dapat membatalkan puasa?

Dalam literatur kitab fikih, benda yang masuk melalui lubang atau rongga tubuh, seperti hidung, telinga, dan dubur dapat membatalkan puasa apabila sampai masuk kepada rongga dalam (jauf).

Sedangkan apabila tidak sampai masuk ke bagian dalam maka puasanya tidak batal. Hal ini sebagaimana dalam keterangan kitab Badaius Shanai’, juz 2, halaman 93 berikut,

وَمَا وَصَلَ إلَى الْجَوْفِ أَوْ إلَى الدِّمَاغِ عَنْ الْمَخَارِقِ الْأَصْلِيَّةِ كَالْأَنْفِ وَالْأُذُنِ وَالدُّبُرِ بِأَنْ اسْتَعَطَ أَوْ احْتتَقَنَ أَوْ أَقْطَرَ فِي أُذُنِهِ فَوَصَلَ إلَى الْجَوْفِ أَوْ إلَى الدِّمَاغِ فَسَدَ صَوْمُهُ وَكَذَا إذَا وَصَلَ إلَى الدِّمَاغِ لِأَنَّهُ لَهُ مَنْفَذٌ إلَى الْجَوْفِ فَكَانَ بِمَنْزِلَةِ زَاوِيَةٍ مِنْ زَوَايَا الْجَوْفِ .وَلَوْ وَصَلَ إلَى الرَّأْسِ ثُمَّ خَرَجَ لَا يُفْسِدُ بِأَنْ اسْتَعَطَ بِاللَّيْلِ ثُمَّ  خَرَجَ بِالنَّهَارِ لِأَنَّهُ لَمَّا خَرَجَ عَلِمَ أَنَّهُ لم ييَصِلْ إلَى الْجَوْفِ أو لم يَسْتَقِرَّ فيه وَأَمَّا ما وَصَلَ إلَى الْجَوْفِ أو إلَى الدِّمَاغِ عن غَيْرِ الْمَخَارِقِ الْأَصْلِيَّةِ بِأَنْ دَاوَى الْجَائِفَةَ وَالْآمَةَ فَإِنْ دَاوَاهَا بِدَوَاءٍ يَابِسٍ لَا يُفْسِدُ لِأَنَّهُ لم يَصِلْ إلَى الْجَوْفِ وَلَا إلَى الدِّمَاغِ

Artinya : “Apapun yang bisa sampai ke rongga dalam (jauf) atau ke otak yang nanti juga berujung ke rongga dalam (jauf) melalui lubang atau rongga tubuh, seperti hidung, telinga, dubur, dll, maka puasanya batal.

Namun, seandainya hanya sampai pada kepala kemudian keluar lagi, dalam arti tidak sampai ke jauf atau sampai tapi tidak menetap di dalam jauf maka tidak batal. 

Sedangkan bila melalui selain rongga tubuh, semisal obat maka jika obatnya kering maka puasanya tidak batal. Apabila obatnya basah maka batal.”

Dalam proses pelaksanaan Swab Test, pemeriksaan dilakukan dengan dua metode, yaitu dengan memasukkan alat ke rongga hidung sampai nasofaring (dinding paling belakang hidung) atau ke rongga mulut sampai orofaring (bagian atas tenggorokan).

Memasukan sesuatu pada kedua organ ini tidak dapat membatalkan puasa karena tidak sampai pada rongga bagian dalam (jauf). 

Kalaupun pemeriksaan Swab ini sampai melewati rongga dalam, tidak lantas dapat dikatakan membatalkan puasa, karena Swab tidak sesuai dengan ‘illat (alasan) penentuan batasan tersebut yakni sampai dan menetapnya sesuatu di jauf sehingga ia memberi efek kenyang (ghida), berbeda dengan Swab.

Apabila ‘illat tersebut tidak dijumpai, maka puasanya tidak dapat dihukumi batal. Sebagaimana dijelaskan dalam kaidah fikih, 

الْحُكْم يَدُور مَعَ عِلَّته وُجُودًا وَعَدَمًا

Artinya: “Hukum didasarkan pada ada atau tidak adanya sebuah ‘illat (alasan).”

Demikian penjelasan mengenai hukum swab test saat puasa. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH