zuhud

Inilah Cara Mencapai Zuhud

Zuhud adalah sikap hati. Letaknya berada dalam qalbu manusia. Zuhud itu mengosongkan hati selain terhadap Allah. Tak tergantung pada materil duniawi—bukan berarti tak membutuhkan dunia.

Tak sedikit manusia yang lalai memaknai zuhud. Keliru dan tersesat dalam kejahilan. Banyak manusia salah jalan dalam menggapai zuhud. Atas nama zuhud, orang yang tersesat ini memakai pakaian yang ditambal. Makan makanan yang murah dan tak layak. Meninggalkan pekerjaan. Dan sinis, sekaligus dengki terhadap manusia yang berharta.

Padahal dalam hati mereka ingin juga berharta. Lisan menafikan harta, tapi hati sibuk ingin harta. Orang model begini, kata Syekh Abdul Qadir Isa, bak panggang jauh dari api; menyangka diri seorang zahid, padahal mereka nyatanya orang yang salah jalan.

Terkait orang yang menyangka zuhud adalah menjauhi dunia dan hidup dengan kemiskinan, Al Manawi dalam kitab Faidh Qadir Syarah al Jami ash Shagir memberikan ultimatum yang tegas;” Zuhud itu kosong hati dari dunia, bukan kosong tangan dari dunia,”.

Tak terkira orang yang salah kaparah memaknai zuhud. Golongan ini pergi mengasingkan diri. Menjauhi pergaulan dengan manusia. Memutuskan  tali silaturahmi. Tak mau bekerja. Meninggalkan pekerjaan yang halal. Lebih parah lagi, memandang sinis bagi orang kaya. Padahal bila diberikan harta, niscaya mereka akan rakus dan tamak terhadapnya.

Di sisi lain juga kata Al Manawi, ada juga manusia yang mengklaim diri zuhud. Pergi bekerja. Siang-malam mencari harta. Hatinya terpaut pada dunia. Sibuk mengumpulkan puing-puing harta benda. Sialnya, orang begini juga mengklaim diri zuhud.

Padahal kedua golongan ini bukanlah orang yang zuhud. Bila seumpamanya mereka dibawa pada dokter hati, niscaya sang dokter akan menjelaskan bahwa hati mereka sedang bermasalah. Sedang tertimpa penyakit hati kronis.

Selanjutnya, Syekh Abdul Qadir Isa dalam kitab Haqaiq ath Tashawuf,  menjelaskan ada tiga cara untuk menggapai maqam zuhud. Usaha ini akan membantu seorang zahid untuk menggapai makna zuhud sejati. Usaha ini bila berhasil akan mampu menjauhkan manusia dari tamak, rakus, korupsi, nepotisme, dan mengeksploitasi manusia lain.

Pertama, mengetahui dan menyadari bahwa dunia sejatinya hanya bayangan yang akan hilang dan pergi. Dunia ibarat bayangan yang palsu. Penuh tipu dan daya. Sekaya apapun manusia, kelak ketika ia mati, hanya akan membawa tiga lapis kain kafan. Ia akan pergi meninggalkan pelbagai kemewahan hidup.

Seorang yang berpangkat, bila mati hanya akan memperoleh titel “almarhum”. Seorang pria yang memiliki istri cantik jelita, kelak ketika mati, istri akan tinggal meyandang status janda. Anaknya menjadi yatim. Tak ia bawa menghadap ilahi.

Dalam salah satu hadis Nabi bersabda;

يقول ابن آدم مالي مالي قال وهل لك يا ابن آدم من مالك الا ما اكلت فافنيت او لبست فابليت او تصدقت فامضيت

Artinya: Anak Adam berkata; “harta ku harta ku”.  Engkau tidak memiliki sesuatau dari harta mu, wahai anak Adam, kecuali apa yang telah engkau makan lalu dia hilang, apa yang engkau pakai, lalu ia usang, dan apa yang engkau sedekahkan lalu dia berlalu,

Kedua, mengetahui kelak akan ada kehidupan akhirat. Dunia adalah ladang investasi bagi akhirat. Akhirat adalah kehidupan agung bagi manusia kelak. Dan kehidupan agung itu hanya akan diagapai dengan kebajikan. Allah berfirman dalam Q.S an Nisa ayat 77;

قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيْلٌۚ وَالْاٰخِرَةُ خَيْرٌ لِّمَنِ اتَّقٰىۗ

Artinya: Katakanlah kesenangan dunia hanyalah sebentar, dan akhirat lebih baik bagi orang orang yang bertakwa.

Untuk itu, para sufi senantiasa mengarah para pengikut untuk menggapai keridhaan Allah. Mencintai harta sekadarnya. Yang terpenting, mereka menjauhi hawa nafsu. Pasalnya, nafsu adalah pangkal kecintaan pada dunia. Bila manusia dikuasai nafsu, maka yang timbul adalah kebinasaan dan musibah.

Ketiga, seorang muslim yang baik tak boleh tamak terhadap dunia. Ia harus meyakini bahwa bagiannya di dunia telah ditetapkan ilahi. Tak dapat ditambah sedetik pun, dan tak bisa dikurangi sedikitpun. Semua sudah ada dalam ilmu Allah swt.

Syekh Abdul Qadir Isa mengutip syair sufi;

Janganlah sekali-kali engkau memandang istina yang indah

Dan ingatlah, di waktu tua, tulang mu akan menjadi rapuh

Jika engkau ingat akan perhiasan dunia, maka katankanlah

“aku menyambut panggilan Mu, bahwa kehidupan adalah kehidupan akhirat

Demikian penjelasan tentang tiga cara menggapai zuhud. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH