Isra Mikraj dengan Jasad atau Ruh?

Isra Mikraj dengan Jasad atau Ruh?

Salah satu peritiwa penting dalam bulan Rajab ialah Isra Mikraj Nabi Muhammad. Peristiwa luar biasa yang dilakukan oleh Rasulullah dalam semalam. Adapun yang menjadi persoalan ialah, apakah Isra Mikraj dengan jasad atau ruh Nabi Muhammad saja?

Kita tahu, Allah Swt. telah memilih Nabi Muhammad Saw yang sudah terkenal akan kejujurannya sejak sebelum beliau diangkat menjadi Nabi dan Rasul. Kanjeng Nabi hidup di tengah-tengah kaumnya selama empat puluh tahun sebelum diutus (angkat) Allah sebagai Nabi dan Rasul.

Bahkan, sebelum beliau dibebani amanat membawa risalah kenabian, selama itu pula kaumnya belum pernah mendengar atau menyaksikan dan Nabi berdusta. Dengan prestasi yang luar biasa itu, tak mengherankan jikan Nabi Muhammad Saw diberi gelar oleh kaumnya dengan gelar al-amin, yaitu orang yang terpercaya.

Sebenarnya, jika kita baca dan telaah sejarah kehidupan Nabi (Sirah Nabawiyah), sebelum peristiwa itu terjadi, beliau mengalami keadaan duka cita yang sangat mendalam. Bagaimana tidak, beliau ditinggal oleh istrinya tercinta yaitu Siti Khadijah yang setia menemani dan menghiburnya di kala orang lain masih mencemohnya.

Kemudian, beliau ditinggal oleh sang paman, yaitu Abu Thalib yang walaupun kafir tetapi dia sangat melindungi aktivitasnya. Tahun itu disebut dengan amul huzni (tahun kesedihan). Sehingga orang-orang kafir Quraisy semakin leluasa untuk melancarkan intimidasinya kepada Nabi kala itu. Bahkan, sampai orang awam Quraisy pun berani melemparkan kotoran ke atas pundak Nabi.

Dalam keadaan yang duka cita dan penuh dengan rintangan yang sangat berat itu, tentu saja semakin menambah perasaan Nabi dan semakin berat dalam mengemban risalah Ilahi. Hingga akhirnya, Allah Swt. menghibur Nabi dengan memperjalankan beliau sampai kepada langit ketujuh dan menemui Allah Swt.

Peristiwa ini hingga sekarang seringkali diperingati oleh sebagian besar kaum muslimin dengan Isra Mi’raj. Yang, pada dasarnya peringatan itu hanyalah untuk memotivasi dan penyemangat, bukan dalam rangka beribadah, dalam artian ibadah ritual khusus. Artinya, dalam peringatan itu, terdapat beberapa pelajaran yang bisa kita teladani.

Syahdan, dalam al-Qur’an, dari sekian ribu ayat di dalamnya, hanya ada empat ayat yang menjelaskan tentang Isra’ Mi’raj, yaitu QS. Al-Isra’: 1, dan QS. An-Najm: 13-18. Artinya, kebesaran Islam itu bukan terletak pada peristiwa Isra’ Mi’raj ini, tapi pada konsep, sistem, dan muatannya.

Pada Surat An-Najm: 13-18 itu, menggambarkan bahwa Kanjeng Nabi menemui Jibril dalam bentuk aslinya di Sidratil Muntaha ketika Isra’ Mi’raj. Sebelumnya, Nabi juga pernah menjumpai malaikat Jibril dalam bentuk asli ketika menerima ayat pertama (Al-Alaq: 1-5) dari Allah Swt., yaitu ketika berada di gua Hira.

Peristiwa Isra’ dan Mi’raj merupakan salah satu di antara mukjizat yang diberikan Allah Swt. kepada Rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw. sebagai wujud penghormatan dan pelipur lara setelah paman dan istri beliau meninggal dunia. Pun, peristiwa ini juga sebagai penghibur setelah beliau mendapatkan perlakuan tidak bersahabat dari penduduk Thaif.

Isra Mikraj dengan Jasad atau Ruh

Masih tentang Isra’ dan Mi’raj. Peristiwa Isra’ Mi’raj adalah satu peristiwa yang tidak dapat ditangkap oleh akal manusia karena penuh dengan segala keterbatasannya. Bagi manusia yang selalu memakai kemampuan penalarannya, Isra’ Mi’raj itu sangat tidak rasional dan tidak sesuai dengan pengalaman hidup selama ini.

Sangat mustahil seseorang dapat menempuh jarak antara Makkah dan Yerusalem pulang-pergi pada waktu itu, hanya dalam waktu kurang dari semalam, pergi dari Makkah ke Madinah dengan mengendarai unta saja memerlukan waktu puluhan hari, apalagi naik dan menerobos perbatasan langit yang tujuh.

Kendati demikian, para mufassir tidak mempersoalkan apakah Kanjeng Nabi memang Isra’ Mi’raj atau tidak, mereka lebih mempersoalkan apakah Nabi ber-Isra’ dengan jasadnya atau ruhnya saja. Dalam hal ini ulama tafsir terpecah ke dalam dua golongan.

Satu golongan mengatakan bahwa Kanjeng Nabi Isra’ hanya dengan ruhnya saja, dan golongan lain mengatakan Isra’ dengan jasadnya.

Menarik, Muhammad Jarir al-Thabari dalam Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an menjelaskan tentang pendapat para ulama mengenai peristiwa Isra’ Mi’raj. Diantara riwayat-riwayat yang digunakan oleh masing-masing pendapat adalah, pertama mengatakan bahwa Nabi Isra’ dengan jasadnya. Kedua, dengan jasad dan ruhnya. Ketiga, dengan ruhnya saja dan tanpa jasad.

Kiai Moenawar Chalil dalam bukunya Peristiwa Isra’ dan Mi’raj, telah mengklasifikasikan pendapat-pendapat mengenai hal ini. Ia menulis:

“Tentang bagaimana terjadinya Isra dan Mi’raj yang dilakukan Nabi Saw., yakni apakah dengan tubuh halus (ruhani) serta tubuh kasar (jasmani) nya, ataukah hanya dengan tubuh halus (ruhani) nya saja.”

Rupanya, para ulama, para cerdik-pandai dan para sarjana sejak dari dahulu hingga sekarang pun masih banyak pertikaian pendapat dan perselisihan paham, yakni: apakah Isra’ dan Mi’raj dilakukan dengan ruh serta jasad?Apakah dilakukan dengan ruh saja? Apakah dilakukan dengan jalan mimpi?

Atau apakah dilakukan dengan badan halus, tidak dengan jasmani dan tidak dengan ruhani, ataukah Isra’ dan Mi’raj dilakukan dengan wahdatul wujud?. Tapi yang jelas, menurut penulis Isra’ dan Mi’raj itu nyata adanya.

Terlepas dari itu semua, yang penting dicatat adalah bahwa ternyata tidak ada perbedaan mendasar yang cukup mendominasi antar tafsir-tafsir bi al-Ma’tsur dan bi al-Ra’yi berkaitan dengan pembahasan mereka mengenai Isra’ dan Mi’raj. Misalnya, dalam tafsirnya Abu Laits al-Samarkandi pada Bahr al-Ulum, yang hanya menjelasakan Isra’ dan Mi’raj secara tekstual dan kemudian mengutip riwayat-riwayat berkaitan dengan peristiwa ini.

Demikian juga dengan penafsiran al-Thabari dalam Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an yang setelah menjelaskan kedudukan ayat secara tekstual, mengutip riwayat-riwayat sahabat dan para tabi’in, serta mengklasifikasi perbedaan-perbedaan riwayat tersebut.

Walaupun tentu kedua kitab tafsir di atas yang digolongkan oleh al-Dzhahabi sebagai tafsir bi al-Ma’tsur ini tidak bisa menjenalisir bahwa tafsir bi al-Ma’tsur demikian seluruhnya.

Demikian penjelasan tentang apakah Isra Mikraj dengan jasad atau ruh Nabi Muhammad saja? Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH