Isra’ Mi’raj

Isra’ Mi’raj dan Lambang Islam sebagai Agama Fitrah dari Susu

Di antara kewajiban bagi umat Islam adalah meyakini bahwa Allah SWT memberikan kemuliaan kepada Nabi Muhammad dengan memperjalannya di waktu malam yang dikenal dengan peristiwa Isra dan Mi’raj dengan tempo waktu yang sangat singkat.

Isra’ dan Mi’raj menjadi salah satu peristiwa paling bersejarah dalam Islam, khususnya dalam perjalanan risalah Nabi Muhammad. Selain sebagai awal mula diwajibkannya shalat lima waktu, juga menjadi salah satu mukjizat Rasulullah yang paling agung.

Perjalanan yang sangat jauh dan sangat sulit untuk digambarkan dengan akal, bisa ditempuh dengan tempo waktu yang sangat singkat, bahkan akal tidak bisa menerima kenyataan itu jika tidak dilandasi dengan keimanan yang matang.

Menurut salah satu ulama Nusantara, Syekh Nawawi Banten dalam kitab Nuruz Zhalam Syarah Mazumah Aqidatil Awam, ada banyak riwayat perihal durasi waktu yang dilalui oleh Rasulullah dalam peristiwa itu.

Dalam satu riwayat disebutkan, bahwa Rasulullah berangkat dari tempat tidurnya dan kembali sebelum Siti Khadijah berbalik arah, sebagian riwayat yang lain mengatakan bahwa Rasulullah kembali sebelum bantal tidurnya dingin.

Sedangkan menurut Syekh Nawawi sendiri, perjalanan itu berada dalam kisaran waktu tiga atau empat jam, bahkan bisa lebih sedikit. Namun yang pasti, peristiwa Isra dan Mi’raj adalah perjalanan malam Rasulullah yang ditempuh dengan tempo waktu yang sangat singkat.

Oleh karenanya, tidak heran jika peristiwa ini selalu diperingati oleh umat Islam dalam setiap tahunnya, khususnya pada tangal 27 Rajab mengikuti pendapat mayoritas ulama yang mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi tepat satu tahun sebelum hijrahnya nabi dari Makkah ke Madinah, pada malam Senin, tanggal 27 Rajab. (Syekh Nawawi Banten, Nuruz Zhalam Syarah Mazumah Aqidatil Awam, [Darul Hawi: 1416 H/1996 M], halaman 152).

Susu dan Lambang Islam Agama Fitrah

Diriwayatkan bahwa Rasulullah dibawa dengan Buraq, sejenis binatang yang lebih besar daripada keledai dan lebih kecil daripada bagal. Binatang ini melangkah sejauh mata memandang. Diriwayatkan pula bahwa Nabi Muhammad memasuki Masjidil Aqsha, lalu shalat dua rakaat di sana. Kemudian, Jibril membawakannya segelas arak dan segelas susu.

Pada momentum itu, Nabi Muhammad memilih susu. Jibril pun berkomentar, “Engkau memilih fitrah.”

Hikmah dari pilihan Nabi Muhammad terhadap air susu, ketika Jibril menawarkan dua jenis minuman, susu dan arak. Ini merupakan perlambang bahwa Islam adalah agama fitrah, agama yang akidah dan semua hukumnya selaras dengan dorongan fitrah manusia. Islam tidak mengandung sesuatu pun yang bertentangan dengan tabiat asli manusia. Seandainya fitrah itu berupa tubuh, tentu Islam adalah bajunya yang sangat pas.

Ini merupakan salah satu rahasia tersebar luasnya Islam dan penerimaannya oleh banyak manusia. Sebab, setinggi apa pun peradaban manusia, dan sebesar apa pun kebahagiaan materialnya, ia tetap didorong oleh fitrahnya dan cenderung untuk melepaskan diri dari segala beban dan ikatan yang jauh dari tabiatnya.

Nah, Islam merupakan satu-satunya aturan yang memenuhi semua dorongan fitrah manusia yang paling dalam.

Reaksi Kafir Quraisy Terhadap Isra Mi’raj

Sebagaimana jamak diketahui, Isra’ Mi’raj merupakah salah satu peristiwa yang sangat bersejarah dalam Islam. Di dalamnya banyak kejadian luar biasa yang tidak bisa dinalar oleh akal, misalnya, perjalanan yang sangat jauh dan panjang hanya dilalui oleh Nabi Muhammad dengan tempo waktu yang sangat singkat.

Jika tidak berdasarkan keimanan, mustahil seseorang bisa percaya dan iman kepada Rasulullah, termasuk setiap sesuatu yang disampaikannya dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Contohnya, orang-orang kafir Quraisy, mereka selalu mencemooh dan menganggap bahwa semua itu hanyalah dongeng belaka yang tidak bisa diterima oleh akal sehat.

Kaum kafir Quraisy ketika mendengar cerita itu dari Rasulullah, serta-merta mereka menyebarkan berita yang mereka anggap lucu ini sambil mengolok-olok. Ada di antara mereka yang menantang Rasulullah untuk menggambarkan pepuingan Baitul Maqdis jika benar beliau telah pergi ke sana dan shalat di sana.

Padahal, ketika ia tiba di Baitul Maqdis, tak terpikir sedikit pun untuk memperhatikan setiap sudutnya, menghafal bentuknya, apalagi menghitung pilar-pilarnya. Maka, Allah memperlihatkan bentuk Baitul Maqdis kepadanya sehingga Rasulullah dapat menjelaskannya secara rinci sesuai permintaan mereka.

Al- Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:

Saat kaum Quraisy tidak memercayaiku, ketika aku berdiri di Hijir Ismail, Allah memperlihatkan Baitul Maqdis kepadaku sehingga aku bisa menceritakan kepada mereka tentang pilar-pilarnya dengan gambaran yang jelas.

Beberapa orang musyrik sengaja menyampaikan cerita ini kepada sahabat Abu Bakar dengan maksud mencemooh dan agar dia tak lagi memercayai Rasulullah. Namun, Abu Bakar menjawab, “Jika memang beliau mengatakan itu maka beliau berkata benar. Dan, aku sungguh percaya jika beliau menceritakan sesuatu yang lebih heboh daripada itu (Mi’raj).”

Jawaban sahabat Abu Bakar di atas dijadikan gambaran oleh para ulama tafsir, bahwa iman yang benar adalah iman yang tidak mempertanyakan apa yang dilakukan oleh pembawa risalah, semua percaya dan iman padanya, sekalipun tidak masuk akal.

BINCANG SYARIAH