Istiqomah, tak Ikut dalam Kezaliman

AYAT tentang istiqomah ini adalah ayat yang paling berat konsekuensinya. Yakni, penerimaan kita terhadap perintah untuk tetap beristiqomah, khususnya dalam pelaksanaannya manakala harus bersikap menghadapi orang-orang zalim, termasuk penguasa.

Allah Swt berfirman:

“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang telah kamu kerjakan” (QS. Huud 112).

“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali amu tiada mempunyai seorang penolongpun selain dari pada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan” (QS. Huud 113).

Diriwayatkan oleh at Tirmidzi dari Ibnu Abbas bahwa Abu Bakar ra berkata kepada beliau saw : Wahai Rasulullah saw kami melihat anda beruban (pertanda tua). Beliau saw menjawab : telah membuat aku beruban (tua) Surat Huud dkk. Dan dikatakan bahwa sesungguhnya yang membuat beruban (tua) Rasulullah SAW dari surat Huud adalah firmanNya : “. fastaqim kamaa umirta” Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar!

Imam Az Zamakhsyari dalam tafsir Kasysyaf Juz II/416 menyebut bahwa Ibnu Abbas mengatakan : Tidak ada ayat di seluruh Al Quran yang diturunkan kepada Rasulullah saw yang lebih berat dan lebih sulit dari pada ayat ini.

Allah SWT meminta Nabi saw agar bersikap istiqomah. Dia berfirman : fastaqim ; “Bersikaplah istiqomah”. Tuntutan Allah SWT kepada Nabi Muhammad dan umatnya agar terus menerus di jalan yang lurus tanpa menyimpang ke kiri dan ke anan. Untuk itu seorang muslim harus senantiasa waspada, selalu menilai halal-haram, mendisiplinkan perasaan yang mau melenceng sedikit atau banyak.

Menurut Imam Az Zamakhsyari (idem), lafazh waman taba maaka mengandung pengertian bahwa seruan bersikap istiqomah itu juga ditujukan kepada orang-orang yang telah bertaubat dari kekufuran dan beriman kepadamu (wahai Muhammad saw).

Diriwayatkan di dalam Shahih Muslim bahwa Sufyan bin Abdullah as Tsaqafi berkata : Aku berkata wahai Rasulullah saw : Katakanlah kepadaku dalam Islam, suatu ucapan yang aku tak akan bertanya lagi tentang hal itu sesudahmu. Rasulullah saw menjawab : “Katakanlah : Aku beriman kepada Allah, lalu tetapilah”

Istiqomah Bukan Berlebihan

Bersikap istiqomah bukan berarti bersikap berlebihan. Allah SWT berfirman : Walaa tathghau janganlah kalian melampaui batas. Artinya janganlah kalian melampaui batas-batas hukum Allah SWT. Larangan ini diberikan setelah perintah untuk istiqomah adalah sebagai antisipasi agar manusia tidak berlebihan, sehingga mempersulit pelaksanaan aturan agama Allah (diinullah). Dalam ayat lain Allah SWT berfirman :

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (QS. Al Baqarah 185).

Tidak Boleh Berpihak Kepada Orang Zalim

Salah satu tanda sikap istiqomah seseorang adalah manakala dirinya diminta untuk mendukung atau paling tidak menyetujui dan diam atas tindakan kezaliman yang dilakukan seseorang. Allah SWT berfirman walaa tarkanuu ila janganlah cenderung. Lafazh Walaa tarkanuu berasal dari kata ar rukun yang artinya bersandar dan diam pada sesuatu serta ridha kepadanya.

Ibnu Juraij mengatakan janan cenderung kepadanya, Qathadah mengatakan : Jangan bermesraan dan jangan mentaatinya, Abu Aliyah mengatakan : Jangan meridai perbuatan-perbuatannya.

Larangan cenderung tersebut ditujukan kepada orang-orang mukmin agar tidak cenderung terhadap orang-orang yang melakukan tindakan kezaliman. Allah SWT berfirman alladziina dzolamu orang-orang yang berbuat zalim yakni, ahli perbuatan syirik dan maksiat, orang-orang kasar yang melampaui batas, orang-orang yang puna kekuatan dan kekuasaan mereka.

Allah melarang cenderung kepada mereka karena dalam kecenderungan itu terkandung pengakuan atas kekufuran, kedzaliman dan kefasikan mereka. Pengakuan itu dipandang sebagai peran serta dalam dosa dan siksa.

Imam Sufyan at Tsuari berkata : Di neraka Jahanam nanti ada satu lembah yang tidak dihuni oleh orang kecuali para pembaca Al Quran yang suka berkunjung kepada raja. Imam Auzai mengatakan : Termasuk yang dibenci oleh Allah adalah ulama yang suka berkunjung kepada penguasa.

Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi Rasulullah saw bersabda : Siapa yang berdoa atau mengajak orang zalim tetap berkuasa, maka dia telah menyukai orang itu bermaksiat kepada Allah di bumiNya.

Imam Az Zamakhsyari (idem) mengutip riwayat yang menyebut bahwa ketika Imam Az Zuhri bergaul dengan para penguasa yang terkenal tidak memenuhi hak-hak masyarakat dan tidak meninggalkan kebatilan, maka ada seseorang mengirimi surat nasihat kepadanya agar menjauhi fitnah.

Dalam suratnya itu antara lain dia menyebut bahwa tindakan bergaul rapat dengan penguasa zalaim itu akan menimbulkan konsekwensi akan dijadikan oleh para penguasa itu sebagai poros (legitimasi) beredarnya kebatilan yang mereka lakukan, jembatan (pengakuan) atas bencana yang mereka timbulkan, dan sebagai tangga (pembenaran) atas kesesatan mereka, juga akan menimbulkan keraguan para ulama, dan akan menjadi tambatan atau ikutan orang-orang bodoh.

Orang itu menutup surat dengan kalimat : “Betapa banyak (keuntungan) yang mereka ambil dari anda disamping kerusakan yang mereka timbulkan kepada anda”. []

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2290229/istiqomah-tak-ikut-dalam-kezaliman#sthash.1NT2AXVy.dpuf