Jangan Malu Mengatakan “Saya Tidak Tahu”

Seorang mukmin atau pendidik sebaiknya memiliki sikap mulia dan menjauhi dari berkata tanpa didasari ilmu yang benar. Ketika ia ditanya sesuatu yang sebenarnya ia tidak mengetahuinya, maka jangan ragu untuk mengatakan tidak tahu. Hal ini menunjukkan sikap tawadhu’ dan bahwasanya pengetahuan manusia terbatas. Justru dengan berbesar hati, berterus terang akan membuat ita lebih bersemangat dalam mencari ilmu dan lebih intens belajar.
Al-Mawardi dalam Adab Ad-Din wa Ad-Dunya hal. 123, berkata, “Jika tidak ada jalan untuk menguasai seluruh ilmu maka tidak ada cela untuk jahil pada sebagiannya. Dan jika tidak ada cela pada sebagiannya maka tidak boleh dihina untuk mengatakan “saya tidak tahu” pada apa yang tidak diketahuinya”.
Allah sangat mencela orang yang berbicara tanpa dasar ilmu karena bisa menyesatkan manusia. Ilmu Allah sangatlah luas, tidak ada makhluk yang menandinginya. Allah Dzat yang ilmunya menguasai segala sesuatu. Maha suci Allah dengan segala kebesaran kekuasaan dan pengetahuan-Nya.

وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا

“ … dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit“(Q.S. Al-Isra: 85)
Ada kisah menarik betapa sikap tawadhu’ sangat dibutuhkan pendidik agar terhindar dari kesombongan.
Dahulu, ada seorang ulama ditanya suatu masalah lalu dia menjawab, “Saya tidak tahu”. Lantas ada seorang muridnya berkata, “Saya mengetahui jawaban masalah tersebut.” Mendengar hal tersebut, sang ulama langsung memerah wajahnya dan memarahi murid tersebut.
Sang murid lalu berkata, “Wahai ustadz, setinggi apa pun ilmu Anda, tetapi Anda tak sepandai Nabi Sulaiman. Saya juga tak lebih bodoh dari burung hud-hud. Namun burung hud-hud pernah berkata kepada Nabi Sulaiman,

فَمَكَثَ غَيْرَ بَعِيدٍ فَقَالَ أَحَطْتُ بِمَا لَمْ تُحِطْ بِهِ وَجِئْتُكَ مِنْ سَبَإٍ بِنَبَإٍ يَقِينٍ

Maka tidak lama kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia berkata: “Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya; dan kubawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini” (Q.S. An-Naml: 22)
Setelah itu, sang guru tak lagi memarahi murid cerdas tersebut” (Miftah Dar As-Sa’adah, Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, I/521).
Perkataan “saya tidak tahu” bukanlah aib atau cela bagi orang yang memang tidak tahu. Bahkan berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya sangat diharamkan Allah. Mengada-ada bukanlah akhlak seorang mukmin. Apalagi hanya demi gengsi pada manusia agar tidak digelari orang bodoh. Para malaikat yang mulia dan juga Rasul serta para Anbiya juga mengatakan saya tidak tahu ketika mereka benar-benar belum mengetahui hakikat ilmu yang sebenarnya. Terlebih lagi untuk perkara-perkara ghaib, yang tahu ilmunya hanyalah Allah Ta’ala.
Karakter jujur perlu ditanamkan kepada anak didik agar mereka menjadi insan yang kuat kepribadiannya. Menjauhkan anak dari sikap dusta karena ia karakter sejati orang-orang munafik. Tentu semua ini perlu keteladanan dan contoh nyata dari para orang tua dan pendidik. Tanpa diawali dengan keteladanan sangat sulit dipraktikkan oleh peserta didik.
Betapa agung ucapan sahabat Abu Darda, “Ucapan ‘saya tidak tahu’ adalah setengah dari ilmu.” (Mukhtashar Jami’ Bayan al-Ilmi wa Fadhih, Ibnu Abdil Bar, hal 225)
Semoga Allah mengokohkan kita di dalam kebenaran Islam sebagaimana jalan yang pernah ditempuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan salafuna saleh. Amin.

Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa
Referensi:
Begini Seharusnya Menjadi Guru (terjemah), Fuad bin Abdul Aziz Asy-Syaihub, Darul Haq, Jakarta, 2014
Majalah Al-Furqan, edisi 12 tahun ke-13

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/10876-jangan-malu-mengatakan-saya-tidak-tahu.html