Jangan Menari di Atas Luka Orang Lain

ISLAM adalah agama yang lengkap, tidak bicara hanya tentang hukum mrlainkan juga tentang etika dan estetika. Salah satu ajaran Islam yang kini mulai pupus pelaksanaannya adalah kemampuan diri membahagiakan hati orang lain dan kehendak diri untuk ikut bahagia akan kebahagiaan orang lain. Yang banyak terlihat kini terutama di TV dan media sosial adalah saling hina dan saling caci, saling menyakiti dan membongkar aib orang lain.

Hari ini mari kita renungkan firman Allah dalam surat Al-Isra’ ayat 53 yang artinya “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sungguh, setan itu (selalu) menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sungguh, setan adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS. Al-Isra’ 17: Ayat 53)

Kalau kita sempatkan baca uraian tafsirnya, maka kita simpulkan bahwa hamba Allah yang beriman harus merespon orang lain dengan respon terbaik, respon yang menyenangkan dan membahagiakan. Jangan pernah bangga jika mampu membuat orang lain sedih dan kecewa. Dunia ini berputar, wahai saudaraku dan sahabatku. Jangan suka menari di atas luka orang lain.

Bagaimana praktek nyatanya? Tampillah dengan sikap yang tak membuat orang lain sakit hati. Di hadapan anak yatim, jangan pamer kebanggaan karena orang tua kita hebat. Di depan orang fakir jangan pamer kekayaan dan gaya hidup mewah kita. Singkat uraian, lakukan apa yang membuat orang lain bersyukur akan hidupnya.

Dalam berkata-kata, pilihlah kata-kata yang tepat dengan intonasi yang sopan. Sertai dengan senyuman dan kalam motivasi. Antarkan orang lain untuk bahagia dan merasa beruntung. Jangan jadikan mereka merasa menderita dan bernasib buntung.

Kaidah harian dari nenek moyang kita adalah: “Kalau dicubit sakit, janganlah mencubit.” Pekakan rasa dan naluri kita, jangan hidup seenaknya sendiri. Dunia berputar, saudaraku dan sahabatku. Salam, AIM. [*]

Oleh KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK