Jangan Mengejar Sukses Dunia, Lupa Akhirat

Setiap manusia pasti mendambakan kesuksesan dalam hidupnya. Kita juga sebagai orang Islam tentunya ingin sukses baik di kehidupan dunia maupun akhirat sebagaimana digambarkan dalam doa kita “Rabbana atina fiddun ‘ya hasanah wa fil akhirati hasanah waqina aza bannar“.

Islam adalah agama yang menuntun umatnya untuk menjadi orang-orang yang sukses. Untuk meraih kesuksesan dunia akhirat itu, Allah Swt juga telah memberikan petunjuk yang fenomenal yaitu Al-Qur’an.

Di dalam Al-Qur’an banyak sekali ditemukan ayat-ayat yang berbicara tentang kesuksesan dan orang-orang sukses. Ternyata sukses menurut manusia berbeda total dengan sukses menurut Allah Subhanahu Wata’ala.

Demikian disampaikan oleh  Hajarul Akbar Alhafiz, MA (Pimpinan Pesantren Darul Qur’an Mulia, Bogor)‎‎ saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak Jeulingke, Rabu (23/3/2016) malam.

‎”‎Sungguh rugi orang yang mengira dirinya telah sukses dan dianggap manusia sebagai orang sukses dalam kehidupan di dunia, tapi ternyata ia termasuk orang yang gagal total. Sukses yang sebenarnya, sejati, hakiki dan abadi adalah sukses menurut Allah Subhanahu Wata’aladalam kitab-Nya, Al-Qur’an,” ujar  Hajarul Akbar.

Pada pengajian yang dimoderatori Tgk. Badaruddin dari Badan Pembinaan Pendidikan Dayah Aceh tersebut,  az Hajarul menyebutkan, ada yang menyebut sukses ketika orang berhasil meraih apa pun yang dia inginkan, ada pula yang menyebut sukses ketika kita mampu menjadi orang yang bernilai di mata manusia.

‎Tak jarang pula yang menyebut sukses dalam hidup ketika banyak uang dan lancar dalam bisnis dan pekerjaan. Apa pun pandangan orang tentang kesuksesan patut diapresiasi, selama terarah untuk meraih kedekatan dengan Sang Pencipta.

‎Al-Quran sendiri mempunyai standar dan indikator kesuksesan seseorang dalam hidup. Sukses menurut Al-Quran tak terletak pada banyaknya properti, uang, lahan bisnis, kekuasaan atau popularitas.

“Kesuksesan di dunia bukanlah hal yang mutlak untuk diupayakan. J ru kesuksesan tersebut haruslah menjadi dasar pencapaian kehidupan sukses di akhirat. Seorang mukmin sebaiknya menjaga dirinya dari bahaya fitnah yang disebabkan harta dan kedudukan. Ia harus tetap mempertahankan agama dan keimanannya agar memperoleh kesuksesan yang sama di akhirat,” tegas  Hajarul yang sudah hafal Al-Quran 30 juz sejak usia 17 tahun.

Ditambahkannya, Rasulullah juga bersabda, “Barangsiapa yang obsesinya akhirat, tujuannya akhirat, niatnya akhirat, cita-citanya akhirat, maka dia mendapatkan tiga perkara: Allah menjadikan kecukupan di hatinya, Allah mengumpulkan urusannya, dan dunia datang kepada dia dalam keadaan dunia itu hina. Barangsiapa yang obsesinya dunia, tujuannya dunia, niatnya dunia, cita-citanya dunia, maka dia mendapatkan tiga perkara: Allah menjadikan kemelaratan ada di depan matanya, Allah mencerai-beraikan urusannya, dan dunia tidak datang kecuali yang ditakdirkan untuk dia saja.”

‎Alumni Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta ini menambahkan, untuk mendapatkan pesona dunia tersebut manusia menghabiskan demikian banyak waktu bekerja keras menumpuk harta mengejar kebahagiaan duniawi. Pencinta dunia bahkan tidak atau sedikit saja menyisakan waktunya untuk amal akhirat di sela-sela kesibukan kerjanya atau di waktu luangnya dan dikala ia sehat.

Mereka bahkan melupakan shalat atau minimal menunda shalat berjamaah karena lebih penting waktu untuk urusan dunia yang lebih jelas terlihat di depan mata mereka. Sebagian bahkan siap korupsi, merampok, mencuri, menganiaya, menipu, memperkosa, membodohi orang lain untuk mendapatkan tiket membeli pesona dunia.

Disisi lain, sebagian manusia meluangkan demikian banyak waktunya untuk menikmati pesona dunia, bahkan tanpa mau bekerja dengan keras apalagi beribadah kepada pemilik dunia ini, Allah Swt. Merekalah para pemilik harta berlebih yang menggunakannya untuk bersantai dan menikmati fasilitas dunia, termasuk para pemilik waktu yang menggunakannya untuk bermalas-malas di rumahnya yang nyaman, bermaksiat atau menikmati narkoba, termasuk juga para pemilik kekuasaan yang menggunakan kelebihannya untuk mendengar kekaguman orang lain pada dirinya atau memamerkan pengaruhnya atau fisiknya yang indah.

‎‎‎”Hari ini banyak orang yang tidak percaya lagi pada umat Islam, sampai-sampai ada anggapan lebih baik pemimpin kafir dari pada muslim. Ini musibah besar bagi umat ini. Kenapa sampai tidak dipercaya, karena sudah rendah sekali moralnya, akhlaknya, ketaatannya kepada Allah semakin berkurang dengan munculnya penyakit wahn yaitu cinta dunia takut mati,” jelasnya.

‎Para pecinta dunia hanya berpikir bahwa tak mungkin Tuhan menciptakan dunia yang sangat sempurna, luas dan lengkap ini kalau tidak untuk dinikmati. Bahkan mereka berpikir tak mungkin Tuhan akan menghancurkan dunia ciptaan-Nya sendiri yang demikian menakjubkan ini melalui suatu bencana kiamat. Pencinta dunia hanya takjub kepada dunia yang luar biasa ini dan tidak pada akhirat karena mereka tidak tahu gambaran mengenai akhirat.

‎Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam pernah bersabda: “Seandainya dunia itu ada nilainya di sisi Allah Swt bahkan seberat sayap nyamuk sekalipun, tentu Dia tidak akan sudi memberi makan dan minum pada orang kafir meskipun seteguk air.” (HR Tirmidzi, shahih).

Hadits ini juga memberi makna, rezeki dan kebahagiaan dunia juga diberikan Allah pada orang kafir maupun fasik, bahkan sering diberikan lebih banyak dibanding yang Ia berikan kepada orang-orang yang shaleh, ini karena nilai dunia yang sangat tidak ada artinya dibanding akhirat.

Karenanya, setiap muslim diingatkan harus mempertimbangkan kepentingan akhirat dalam setiap aktivitasnya. Dunia ini adalah ladang untuk bercocok tanam (tempat melakukan amal ibadah dan amal kebajikan) yang hasilnya dipanen kelak di negeri akhirat.

Pada pengajian tersebut,  az Hajarul Akbar yang mewakili Indonesia pada MTQ Internasional Cabang Hafiz dan Tafsir Quran di Yordania tahun 2015 ini juga menjelaskan, sering membacakan Al quran merupakan salah satu cara agar kehidupan berkualitas, menjadi tertata dan berkah. Namun jika jarang membaca ayat suci Al quran, maka berbagai masalah akan muncul, karena Al Quran itu sendiri obat dan solusi untuk mengatasi semua persoalan umat manusia.

Dalam mempelajari dan interaksi dengan Al Quran ada tiga tingkatan. Pertama, tingkatkan kuantitasnya baca Al Quran minimal khatam Al Quran 40 hari sekali bagi orang selemah-lemahnya iman.

“Jika Al Quran jauh dari bacaan seorang muslim, maka setan masuk. Jika sampai malas baca quran, pertanda banyak penyakit dalam tubuh. Baru lima menit saja pegang dan baca al-Quran sudah ngantuk.

Jangan seolah-olah Al Quran hanya untuk anak-anak TPA. Ketika usia anak-anak ngaji, sudah tua tidak ngaji-ngaji lagi,” ungkap Da’i asal Aceh yang kerap berceramah di Pulau Jawa‎ ini.

Kemudian juga, kualitas bacaan Al-Quran perlu jugaditingkatkan, serta intensitas atau seringnya membaca Al quran setiap saat.*/ T Zulhairi (Aceh)

 

sumber: Hidayatullah