Jepretan Hidayah Peter Sanders

Fotografer profesional asal Inggris ini memutuskan menjadi Muslim saat ia berusia 24 tahun. Pria kelahiran 1946 ini memulai kariernya sebagai fotografer internasional sekitar 1960-an.

Saat itu, ia menjadi fotografer untuk orang-orang terkenal dalam bidang musik, seperti Bob Dylan, Jimi Hendrix, The Doors, The Who, dan The Rolling Stones.

Menjelang akhir 1970-an, Sanders mulai merasa bosan dengan aktivitas yang ia jalani. Ia akhirnya memutuskan untuk melakukan perjalanan spiritual ke India. Sanders langsung mengemas barangnya dan melakukan perjalanan ke India. Di sana, ia memutuskan untuk mencari seorang guru spiritual.

Sesampainya di India, Sanders akhirnya menemukan seorang guru spiritual yang ia cari.  Guru tersebut beragama Hindu. Namun, menurutnya, kualitas ajaran yang dimiliki guru itu sama dengan seorang Muslim.

 

Belajar ke Saudi

Ia  belajar di India sekitar enam bulan. Dan, ketika ia memutuskan untuk kembali lagi ke Inggris, beberapa temannya telah menjadi Muslim.

Namun, ada juga beberapa teman dekatnya yang justru semakin bergantung pada narkoba dan alkohol. “Seolah-olah Tuhan berkata kepada saya, arah mana yang akan saya pilih?” ujarnya.

Pria kelahiran London ini dulunya tidak mengenal Islam sama sekali. Keputusannya menjadi Muslim ia ambil tanpa banyak mengetahui tentang hal itu.

Akhirnya, Sanders memutuskan untuk pergi ke Arab Saudi. Di pusat kelahiran Islam itu, ia menemukan keindahan spiritual Islam dan meninggalkan kesan yang tak terhapuskan kepadanya.

Naik Haji

Perkenalannya dengan Islam terbilang singkat. Sanders hanya perlu waktu tiga bulan untuk berikrar syahadat. Setelah kembali ke Inggris, ia memeluk Islam dan Abdul-Adheem merupakan nama Muslimnya.

Berada di bawah naungan Islam, Sanders benar-benar tertarik menunaikan haji, meski ia tak cukup memiliki biaya. Guru spiritualnya mengetahui niatan Sanders, lalu memberinya tiket pergi haji. Sayangnya, sang guru wafat dalam perjalanan menuju tanah suci, Makkah.

Niat mulia itu terlaksana pada 1971. Kesempatan ini ia manfaatkan untuk diabadikannya melalui jepretan foto. Ia sempat mendapat kesulitan izin mengambil gambar, apalagi ia seorang mualaf dan orang bule.

Sanders tak berhenti bersyukur saat seseorang menjaminkan diri kepadanya dan siap bertanggung jawab.

 

Jepretan Dakwah

Dalam proses usaha memperoleh izin ini, ia teringat pernyataan penyair yang menjadi penyemangatnya, yaitu: “Untuk melihat realitas Madinah, yang kita butuhkan lebih dari lensa kamera, tetapi juga memerlukan visi.” Seakan ingin memiliki visi ini, Sanders berusaha menyampaikannya kepada orang lain melalui hasil jepretannya.

Iktikadnya itu membuahkan hasil. Gambar-gambar yang ia ambil muncul di berbagai media internasional, seperti Sunday Times Magazine, The Observer, dan jurnal utama lainnya.

Bagi Peter Sanders, iman dan fotografi menjadi bagian penting dalam perkembangan spiritualnya. Dulu, ia memotret orang-orang terkenal di industri musik.

Namun, sekarang dengan kamera yang ia miliki, ia juga memotret situs-situs suci umat Islam di dunia. Baginya, perjalanan hidupnya lebih dari perubahan fokus untuk lensa kameranya.

Fotografi pada dasarnya, menurut Sanders, adalah sarana untuk menumbuhkan semangat Islam. Semenjak memeluk Islam, ia telah menghabiskan 30 tahun mendokumentasikan tradisi Islam tradisional yang kian menghilang dari bumi.

Sanders sempat menjalani satu proyek yang merupakan kompilasi dari album fotografi dan ulama besar. Ia berharap dapat mengumpulkan dana untuk memublikasikan hasil karyanya ini.

 

Karya Sanders dalam bidang fotografi sudah tidak diragukan lagi. Beberapa karyanya mendapat penghargaan di tingkat internasional. Bahkan, fotografer dunia juga memuji hasil karya fotografer Muslim ini.

Pakar seni asal Jepang, Tsuyoshi Kawasoe, menyebut hasil karya Sanders menciptakan rekor dan berbeda. Ia mampu menghasilkan karya yang menggambarkan tradisi Muslim tradisional.

Komitmen dan cinta Sanders terhadap budaya Islam tradisional telah membawanya ke tempat yang diimpikan banyak fotografer.

Menurut Kawasoe, Sanders selalu menganut prinsip bahwa fotografi adalah perpanjangan dari hidupnya.

Fotografi adalah proses yang indah dan karunia dari Allah yang telah memungkinkan ia untuk belajar banyak tentang diri sendiri dan dunia sekitar. “Foto-fotonya sangat luar biasa indah,” katanya.

Penulis asal Amerika Michael Sugich menilai, Sanders adalah satu-satunya fotografer yang saat ini memiliki rencana sistematis dan pengabdian yang besar, khususnya di dunia Islam, karena ia adalah seorang Muslim. Berkat pemahaman mendalam tentang budaya dan kesopanan spiritual, ia mampu menjangkau lokasi yang sulit disentuh fotografer Barat lainnya.

Ia telah meninggalkan catatan yang tak terhapuskan, puitis, dan menggairahkan dari waktu yang luar biasa dan budaya yang kaya serta menarik. “Ia menangkap keindahan spiritual ciptaan sendiri,” katanya. Sanders menerbitkan buku fotografi pertamanya yang berjudul, In The Shade of The Tree.

 

sumber: Republika Online