Jihad, Syariat Agung Islam yang Ternodai Laku Ekstremis

Jihad diperuntukkan untuk melawan serangan musuh bukan kekufuran.

Jihad, merupakan salah satu syariat Islam yang agung. Namun, konsep Islam tersebut dimaknai secara keliru oleh umat Islam dan masyarakat dunia. 

Dalam buku “Jihad Melawan Teror” karya Grand Syekh al-Azhar, Mesir, Syekh  Ahmad ath-Thayyib, yang diterjemahkan Baba Salem, dan diterbitkan penerbit Lentera Hati, terungkkap para ulama dunia menjelaskan ciri-ciri hakiki ajaran Islam yang santun, memanusiakan manusia, dan syariatnya yang memiliki tujuan-tujuan luhur. 

Penjelasan dalam buku ini sekaligus untuk meluruskan kesalahpahaman terhadap konsep-konsep yang sering dijadikan sandaran oleh pelaku teror yang mengatasnamakan agama. 

Islam tidak pernah mengajarkan penganutnya untuk merusak atau menganggu kehidupan manusia, apapun agamanya. Justru, Islam hadir di dunia ink untuk memberikan kemudahan dan rasa aman.  

Buku ini berisi makalah-makalah yang disampaikan dalam Muktamar Internasional al-Azhar Mesir untuk memerangi radikalisme dan terorisme pada Desember 2014 lalu. 

Meskipun buku ini termasuk sudah lama, isu-isu tersebut masih relevan untuk disebarluaskan karena Indonesia pun saat ini tengah gencar memerangi terorisme.   

Syekh al-Azhar, Ahmad ath-Thayyib mengajak kepada para ulama dunia agar tidak menutup mata terhadap pikiran-pikiran ekstrem dan radikal yang merusak kalangan muda muslim. Pasalnya, kelompok-kelompok ekstrem telah banyak menyelewengkan ajaran Islam.  

Kaum ekstrem dan radikal itu misalnya kerap menyelewengkan konsep jihad dari makna yang sebenarnya. Karena itu, mereka tak segan membunuhi siapa saja yang mereka kehendaki dengan anggapan bahwa yang mereka lakukan itu adalah jihad, dan jika terbunuh dianggap syahid.   

“Ini adalah salah satu kesalahan terbesar dalam memahami syariat Islam,” kata ath-Thayyib.  

Dia menjelaskan bahwa dalam Islam, jihad disyariatkan untuk melindungi jiwa, agama, dan negara. Ulama-ulama Islam dulu telah jelas mengajarkan bahwa yang membolehkan pembunuhan kepada orang lain adalah aksi menyerang dari pihak lawan, bukan karena faktor kekufuran. 

Selain itu, keputusan jihad dan pelaksanaannya juga hanya boleh dilakukan pemimpin yang memiliki otoritas, bukan orang per orang atau kelompok, apapun dan bagaimanapun keadaannya. Jika tidak demikian, maka masyarakat akan kacau dan akan banyak terjadi pertumpahan darah.  

Islam mengharamkan pelanggaran terhadap setiap jiwa manusia, terlepas dari perbedaan agama dan keyakinan. Allah SWT berfiman dalam Alquran, yang artinya:   

“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israel, bahwa siapa membunuh seseorang, bukan karena itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia.” (QS al-Ma’idah [5]: 32). 

Menurut guru besar Fakuktas Dirasat Islamiyah Universitas al-Azhar Mesir, Muhammad Salim Abu ‘Ashi, jihad adalah menganugerahkan tenaga dengan berbagai bentuknya untuk meninggikan kalimat Allah dan menyebarkan agama yang benar kepada umat manusia. 

Sedangkan jihad dalam Islam adalah pohon yang dahannya dialog, ajakan secara bijaksana dan nasihat yang baik guna menyampaikan hakikat Islam yang benar kepada akal budi. Sementara, jihad perang adalah cabang dari jihad dakwah, layaknya ranting dari dahan pohon.  

Hal ini ditegaskan dalam surah al-Furqan yang diturunkan di Makkah: “Maka janganlah engkau taati orang-orang kafir, dan berjuanglah terhadap mereka dengannya (Al-quran) dengan (semangat) perjuangan yang besar,” (QS. al-Furqan [25]:52). 

Menurut Abu ‘Ashi, firman ini merupakan perintah tegas kepada Nabi SAW untuk melakukan jihad dakwah kepada orang kafir saat masih berada di Makkah sebelum perang diwajibkan. Hal serupa juga disebutkan dalam surah an-Nahl yang juga diturunkan di Makkah.  

Jadi, menurut dia, bagian Alquran yang diturunkan pada periode makkah tersebut mengandung kata jihad yang berarti dialog. Karena, sewaktu masih di Makkah umat Islam belum punya sesuatu yang harus dibela dengan perang.  

Atas dasar itu, dalam Islam tidak ada jihad perang yang bertujuan memaksa manusia untuk memeluk Islam. Hal ini sebagaimana firman Allah yang berbunyi: “Tidak ada paksaan dalam menganut agama Islam.”   

REPUBLhttps://khazanah.republika.co.id/berita/pp4740320/jihad-syariat-agung-islam-yang-ternodai-laku-ekstremisIKA