khilafah

Jihad untuk Kebaikan

Jihad yang tepat bagi setiap mukmin sejati ialah yang melahirkan kebaikan bagi sesama.

Fadhalah bin Ubaid RA bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Setiap mayit ditutup berdasarkan amalnya, kecuali orang yang mati (saat menjaga) di jalan Allah. Maka, amalnya akan tetap mengalir hingga hari kiamat, dan ia akan aman dari fitnah Dajjal. Mujahid adalah orang yang bisa melawan dirinya sendiri.” (HR Tirmidzi).

Jihad menjadi ikhtiar setiap dari kita untuk mencapai label mukmin sejati dalam menegakkan agama Islam yang damai. Hakikat jihad adalah bersungguh-sungguh melatih diri kita dalam menjauhi nilai-nilai keburukan dalam kehidupan. Dengan jihad, tentunya rahmat dan pengampunan dari-Nya pun tidak segan untuk menyapa setiap dari kita yang melakukannya.

Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS al-Baqarah: 218).

Dewasa ini, kita dihadapkan dengan aksioma kehidupan yang beragam mengenai jihad. Namun, hendaknya kita dapat meluruskan tentang makna jihad, khususnya di dalam konteks menjadikannya solusi problematik kehidupan masyarakat saat ini.

Memaknai jihad sebagai solusi permasalahan hingga melahirkan kemaslahatan. Membuang jauh-jauh makna jihad sebagai alat untuk menegasikan kedamaian hingga melahirkan kemudharatan.

Pada masa Nabi SAW, jihad identik dengan peperangan. Menggelorakan spirit juang demi kemenangan Islam dalam melawan musuh-musuhnya. Namun, tampaknya tidak elok jika makna jihad seperti itu digunakan pada saat kini.

Islam mengajarkan kepada kita bahwa jihad tidak selalu terkait peperangan melawan musuh, akan tetapi peranannya di dalam dimensi kehidupan yang berwarna ini cukup beragam. Semisalnya dalam konteks relasi sosial.

Jihad menjadi amal positif konstruktif dalam konteks relasi sosial di dalam kehidupan saat ini. Tentunya kita tahu, banyak saudara kita saat ini yang mengalami kebuntuan dan krisis dalam menjalani hidupnya. Melesatkan nilai empati dan simpati kita kepada sesama, dengan membantu siapa saja yang sedang membutuhkan bantuan, seperti halnya berbagi kepada kaum dhuafa, janda-janda miskin, fakir miskin, dan orang-orang yang lainnya membutuhkan.

Dari Abu Hurairah RA bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang membantu para janda dan orang-orang miskin seperti orang yang berjihad di jalan Allah.” (HR Bukhari).

Sungguh, jihad yang tepat bagi setiap mukmin sejati ialah yang melahirkan kebaikan bagi sesama. Sungguh, tidak ada kebaikan sama sekali bagi amal setiap manusia jika tidak mengandung kebaikan, seperti halnya perbaikan sosial, dan hal yang mendamaikan bagi sesama.

Allah berfirman, “Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka, kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (orang) bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Barang siapa yang berbuat demikian untuk mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami akan memberinya pahala yang besar.” (QS an-Nisa’: 114).

Wallahu a’lam.

OLEH MUHAMAD YOGA FIRDAUS

KHAZANAH REPUBLIKA