Kasus Tolikara dan Peran Syariah

Syariah Islam memerlukan sebuah negara yang menerapkan syariah tersebut

Oleh: Kholila Ulin Ni’ma  

HARI ini kita patut bersyukur kepada Allah Yang telah memberi kita kesempatan untuk menikmati Idul Fitri yang penuh bahagia setelah sebulan berpuasa, agar kita menjadi insan-insan yang bertaqwa. Namun, di tengah rasa bahagia itu, kita tidak boleh melupakan kondisi umat Islam terkini, baik di dalam maupun luar negeri. Pasalnya, masih banyak persoalan silih berganti seolah tak mau berhenti.

Di dalam negeri kebijakan-kebijakan neoliberalisme terus menggila. Harga-harga barang dan jasa terus naik. Harga BBM naik akibat subsidi dicabut. Harga gas elpiji naik. Tarif listrik naik. Bahkan tahun 2016 subsidi listrik untuk pelanggan Rumah Tangga 450 watt dan 900 watt akan dicabut pula. Artinya pelanggan nantinya harus membayar hampir dua kali lipat dari tarif listrik saat ini. Kita juga melihat nilai tukar dolar AS semakin kuat, sementara nilai rupiah makin melema. PHK mulai merajalela akibat lesunya perekonomian di negeri ini.

Anehnya, dalam situasi seperti ini, sikap penguasa terhadap perusahaan asing justru sebaliknya. Contohnya terhadap PT Freeport yang menguasai tambang emas, perak, dan tembaga di Papua. Tambang yang dalam syariah Islam seharusnya menjadi milik bersama itu justru dieksploitasi secara rakus oleh PT Freeport yang banyak melanggar aturan yang ada. Namun pemerintah membiarkannya. Pemerintah malah memperpanjang izin operasi PT Freeport selama 20 tahun tali di Papua.

Kekerasan Tolikara

Saat ini umat Islam di Indonesia semakin terdiskriminasi. Tepat di hari pertama Idul Fitri umat Islam di Kabupaten Tolikara Papua diserang oleh oknum umat Kristen, disusul dengan pembakaran masjid ketika mereka sedang khusyu’ melaksanakan sholat Ied.

Aksi brutal ini menunjukkan kegagalan negara sekuler melindungi umat Islam. Di saat pelaku kriminalnya nonMuslim, pemerintah terkesan kurang tanggap. Giliran “diduga” pelakunya Muslim dan korbannya non Muslim semua angkat bicara. Dan sanksipun segera dijatuhkan. Bahkan “terduga” pelaku tersebut seringkali dieksekusi tanpa ada proses persidangan.

Kondisi umat Islam di luar negeri juga sangat memprihatinkan. Kita tidak boleh melupakan saudara-saudara kita para pejuang syariah khilafah yang ditindas diktator brutal Uzbekistan. Jangan lupakan juga saudara-saudara kita Muslim Rohingya yang sengsara terombang-ambing di tengah lautan!

Juga saudara-saudara kita diMesir yang ditindas oleh Presiden Jenderal As-Sisi yang telah menjadi tiran! Jangan lupakan pula saudara kita di Suriah yang dibunuh dan diperangi oleh pemimpinnya sendiri, Bashar Assad. Semuanya mendapat dukungan penuh dari gembong kekufuran, yakni AS dan komplotannya.

Sungguh kita tidak boleh mengabaikan kondisi umat yang demikian. Kita adalah umat yang satu. Penderitaan saudara-saudara di muka bumi manapun hakikatnya adalah penderitaan kita juga.

“Kaum Muslim itu laksana seorang laki-laki. Jika sakit matanya, maka seluruh tubuhnya akan merasa sakit. Jika sakit kepalanya, maka seluruh tubuhnya akan merasa sakit pula.” (HR Muslim)

Kondisi umat saat ini ibarat orang sakit. Obat yang pas dan mujarab adalah syariah Islam saja. Syariah Islam telah mengharamkan kebijakan-kebijakan neoliberalisme yang menimbulkan derita. Kebijakan ini lahir dari negara-negar kafir penjajah, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga mereka seperti IMF, WTO, ADB, dan bank Dunia. Adanya dominasi asing atas kita ini sebenarnya diharamkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala, sesuai firman-Nya:

وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلا

“Allah sekali-kali tidak akan pernah memberikan jalan bagi kaum kafir untuk menguasai kaum mukmin.” (QS An-Nisa’: 141)

Syariah Islam juga telah mewajibkan kita mengelola tambang-tambang besar, seperti di Papua, sebagai milik kita bersama (milkiyah ‘ammah), bukan sebagai milik pribadi yang dapat dieksploitasi oleh korporasi swasta. Hal ini pernah terjadi pada masa Nabi Shallallahu ‘Aalaihi Wassalalam. Beliau pernah membatalkan pemberian tambang kepada pribadi yang depositnya sangat besar.

Islam juga telah mewajibkan kita untuk memberikan pertolongan kepada saudara sesama Muslim yang menderita, seperti Muslim Rohingya yang sampai saat ini masih berada dalam derita. Allah berfirman:

وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ

“jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan.” (QS al-Anfal: 72)

Lalu bagaimana agar syariah Islam dapat efektif mengatasi masalah-masalah umat yang ada? Di sinilah diperlukan adanya Negara. Syariah Islam memerlukan sebuah negara yang menerapkan syariah tersebut. Wallahu a’lam bish-shawaab.*

Alumnus Pascasarjana IAIN Tulungagung, pendidik di Sekolah Alam Mutiara Umat Tulungagung

Rep: Admin Hidcom

Editor: Cholis Akbar

sumber: Hidayatullah.com