Kegalauan Jemaah Haji Khusus: Antara Harapan dan Realita

Keputusan untuk mendaftar haji khusus, dulu kerap disebut Ongkos Naik Haji (ONH) Plus, masih terbayang kuat di benak Sugiyanto, warga Bantul, DIY. Pada 2013, ia dan istrinya, Endang, mendaftar melalui sebuah agen travel. Yang ada di benaknya cuma satu: ia ingin bersegera mungkin naik haji mengingat kondisi sang istri kerap sakit.

Alhasil, keberangkatan tahun ini, kendati merogoh kocek cukup dalam Rp 137 juta/orang, sungguh ia syukuri. “Jika mendaftar reguler sangat lama waiting list-nya,” ujarnya, Kamis (30/08) siang, saat ditemui di apartemen transit. Lokasi apartemen yang dihuni bersama ratusan jemaah lainnya merupakan wilayah perumahan di kawasan Khalidiyah, berjarak sekira lima kilometer dari Masjidil Haram.

Dugaan Pelanggaran

Kepada tim Media Center Haji (MCH) Daerah Kerja Makkah, Sugiyanto pun berbagi kisah. “Kami tinggal di sini (apartemen transit) sudah sepuluh hari,” katanya. Baru sampai bagian ini saja, agaknya Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang memberangkatkannya melanggar aturan main.

Berdasar Standar Pelayanan Minimal (SPM) PIHK yang diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 22 Tahun 2011, Pasal 14 ayat (2) menegaskan bahwa akomodasi berupa apartemen transit di Makkah digunakan maksimal 5 (lima) hari. Itu pun terbatas maksimal sampai tanggal 15 Dzulhijjah atau tahun ini bertepatan dengan tanggal 26 Agustus 2018. “Akomodasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan paling lama 5 (lima) hari antara tanggal 3 sampai dengan 15 Dzulhijjah,” begitu klausul lengkapnya.

Pelanggaran kedua, Pasal 14 ayat (3) menyebutkan akomodasi transit harus memiliki akses yang mudah ke Masjidil Haram. Fakta di lapangan, kawasan Khalidiyah yang digunakan untuk akomodasi transit relatif sepi. Tak ada sarana angkutan umum, bahkan taksi jarang terlihat. Berbeda misalnya dengan kawasan Syisyah—di mana 21 hotel digunakan jemaah reguler—yang selain bus salat lima waktu (salawat) juga taksi kerap berlalu lalang.

Pelanggaran ketiga, Pasal 14 ayat (4): setiap kamar diisi paling banyak 4 (empat) orang. “Kami kemarin berenam, kini tinggal 4 karena satu meninggal, satu pindah kamar,” terang Sugiyanto. Yang mengagetkan, jemaah meninggal di kamar mandi kamar tersebut. Teman sekamar Sugiyanto bahkan sempat memfoto jenazah ditemukan dalam kondisi duduk terkulai lemas. “Kami menunggu di depan kamar mandi, dan terpaksa didobrak oleh petugas apartemen,” terang Sugiyanto.

Dokter PIHK ikut tercengang saat menemukan jemaah dalam kondisi tak bernyawa. Semakin ironis, masih menurut penuturan Sugiyanto, jenazah digeletakkan begitu saja di atas lantai dengan ditutupi selimut seadanya dari pukul 14.00 hingga 20.00 WAS.

“Baru kemudian datang direktur agen travel dan membawa jenazah untuk dimakamkan,” tuturnya. Tim MCH yang mendapat Certificate of Death(COD) menyebutkan jika penyebab kematian jemaah berusia 75 tahun itu adalah Endocrine, nutritional and metabolic diseases.

Sugiyanto juga mengeluhkan hanya ada 1 dokter yang menangani seluruh jemaah. Padahal, menurut Pasal 17 ayat (3) pelayanan kesehatan haji khusus dilakukan dengan menyediakan satu orang tenaga dokter untuk paling banyak 90 jemaah.

Pelanggaraan keempat, kualitas akomodasi transit yang jauh dari level bintang 4 sebagaimana klausul Pasal 14 ayat (5). Tim MCH yang melongok ke dalam kamar, mendapati fasilitas tempat tidur yang kurang layak. “Memang springbed, tapi ya seperti ini,” ungkap Sugiyanto. Tim melihat sendiri kondisi kasur yang sudah mulai melengkung, tanda keusangan.

Pelanggaran kelima, jumlah jemaah. Menurut penuturan Sugiyanto, ia berangkat bersama sedikitnya 350 orang. Padahal, Pasal 6 ayat (1) regulasi di atas menyebutkan, “Setiap PIHK dapat memberangkatkan jemaah haji khusus paling sedikit 45 (empat puluh lima) jemaah dan paling banyak 200 (dua ratus) jemaah.” Klausul ini diperjelas pada ayat (3) pasal yang sama, “Dalam hal jumlah jemaah haji khusus yang dapat diberangkatkan lebih dari 200 (dua ratus) sebagaimana dimaksud ayat (1), PIHK dapat melimpahkan kelebihannya kepada PIHK lain.”

Mencermati Daftar Riil Jemaah PIHK yang salinannya diterima MCH dari Seksi Pengawas PIHK Daker Makkah, perusahaan yang memberangkatkan Sugiyanto membawa 359 jemaah.

Fasilitas yang Didapat

Namun di sisi lain, Sugiyanto juga mengakui, ia dan istri merasakan fasilitas haji khusus. “Makanan berlimpah termasuk buah-buahan, disajikan prasmanan,” ujarnya.

Saat tinggal di fase Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna), kata Sugiyanto, jemaah tinggal di tenda yang cukup longgar. Usai melontar jumrah tidak perlu jalan jauh seperti jemaah reguler. Sugiyanto dan jemaah haji khusus cukup ke maktab 114 yang jaraknya relatif dekat dengan Jamarat.

Begitu tiba dari Madinah, tutur Sugiyanto, ia juga tinggal di Hotel Safwa yang masuk di komplek Masjidil Haram. “Tinggal turun sudah di pelataran masjid,” kata Endang sang istri. Namun kenyamanan menginap di hotel yang tinggal turun langsung Masjidil Haram ini hanya 5 hari. Selebihnya mereka tinggal di apartemen transit tanpa pernah merasakan city tour Makkah atau semacamnya.

Pengawasan PIHK

Berdasarkan data Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag RI, jumlah PIHK yang diberangkatkan pada tahun ini sebanyak 254 PIHK, yang tergabung dalam 158 konsorsium PIHK. Sementara jumlah jemaah yang berangkat 16.840 orang.

Kepala Bidang Pengawasan PIHK Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, Mulyo Widodo, menjelaskan pihaknya telah melakukan survei langsung ke sejumlah apartemen transit haji khusus. “Dari pantauan kami mendapati ada penempatan di apartemen transit lebih dari lima hari,” terangnya.

Dari sisi jamuan makan tetap dilakukan secara prasmanan. “Kami menemukan pula satu kamar dihuni enam orang, tetapi memang ruangannya besar,” ungkapnya kepada MCH, Kamis (30/08) malam. Keluhan lain jemaah, sambungnya, adalah lift yang terbatas.

“Jika ada unsur pelanggaran yang ditemukan, kami akan melakukan klarifikasi dan tindakan, dengan dasar aduan jemaah dan fakta di lapangan,” imbuh Widodo. Minimnya pengawasan menurutnya disebabkan jumlah personil yang terbatas.

Keterbatasan ini pula yang diungkap Sholihin, pelaksana Seksi Pengawasan PIHK Daker Makkah. Menurutnya, pihaknya mesti berbagi mobil dengan Seksi Pelayanan dan Kepulangan. “Pernah kami survei apartemen transit dari pagi sampai malam hanya dapat empat lokasi,” tandasnya. Pihaknya juga mengakui tim pengawasan minim sehingga belum mampu menjangkau seluruh permasalahan yang ada.

“Jika ada jemaah haji khusus yang mendapat fasilitas tidak memadai bisa adukan ke kami di Kantor Daker Makkah, akan kami tindaklanjuti,” janji Sholihin. Namun apabila jemaah sudah kembali ke Tanah Air, pihaknya siap mengklarifikasi langsung ke PIHK bersangkutan.

Sementara Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Arfi Hatim menjelaskan, beberapa PIHK memilih apartemen transit cenderung dekat dengan Armuzna ketimbang Masjidil Haram. “Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan jemaah secara fisik menghadapi kondisi Armuzna yang berat, serta mengendalikan jemaah agar tidak bolak-balik ke Haram,” ungkap Arfi, Sabtu (01/09) sore.

“Beberapa PIHK memberikan opsi kepada jemaah, jika menghendaki beribadah di Haram misalnya salat jumat, disediakan alat transportasi meski tidak selalu standby di hotel,” ujarnya. Terkait jemaah yang wafat, pihaknya akan menanyakan ke PIHK mengapa penanganan terlalu lama.

“Ada beberapa hal yang memang menjadi penyempurnaan SPM antara lain kriteria dan masa tinggal di apartemen transit serta jumlah hunian tiap kamar,” pungkasnya.

Saat melepas jemaah haji khusus di Bandara Sekarno-Hatta akhir Juli lalu, Direktur Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah Nizar Ali mengingatkan bahwa haji khusus menjadi tanggung jawab PIHK. “Tak seperti haji reguler, penyelenggaraan ibadah haji khusus bukan menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan PIHK,” ungkapnya.

Menurut Dirjen, setiap jemaah memiliki hak untuk memperoleh pelayanan sesuai dengan kontrak yang telah dibuat dengan pihak PIHK. Oleh karena itu Nizar mengharapkan komitmen dari PIHK untuk dapat memberikan pelayanan terbaik bagi jemaah. “Kementerian Agama akan bertindak tegas kepada PIHK apabila tidak memberikan layanan sesuai dengan ketentuan dan standar pelayanan minimal,” tandas Nizar.

Klarifikasi PIHK

Berbekal nomor kontak yang diberikan Pengawas PIHK, MCH berhasil menghubungi dua petugas agen travel bersangkutan. Agus, petugas pertama yang dihubungi, malah meminta MCH untuk mengontak ke Ustadz Chudlori yang menjadi Ketua Rombongan. Pesan MCH yang dikirim sejak Jumat (31/08) hingga kini belum dibalas.

Sementara petugas kedua, Muhammad Fandi Abdillah, saat dimintai klarifikasi, Jumat (31/08) menyebut jika lamanya waktu di apartemen transit dikarenakan ketersediaan tiket kepulangan yang ada. “Untuk sekamar dihuni 6 orang karena memang komposisi kamar dapat diisi 6 orang dengan kamar mandi dalam dan di luar,” ujarnya.

Saat didesak kenapa memilih lokasi apartemen transit yang cukup jauh dari Masjidil Haram, Fandi menjelaskan hal ini merupakan wewenang kantornya. “Pihak kantor yang menentukan lokasi, silahkan menghubungi pihak kantor saja,” katanya. MCH pun menghubungi nomor yang dimaksud. Sayang, hingga berita ini ditulis belum ada konfirmasi jawaban lagi.

Dilema jemaah haji khusus tampaknya belum segera berakhir. Antara asa dan realita kadang terbentang jarak yang tak pernah diduga sebelumnya. Seperti yang dikatakan Sugiyanto, “Sebenarnya banyak yang ingin kami keluhkan tapi kami menganggap haji adalah ibadah sehingga apapun yang kami terima ya harus disyukuri.” (mch/ha)

KEMENAG RI