Kesataraan Pria dan Wanita dalam Pandangan Islam

Dewasa ini kesataraan pria dan wanita mulai mencuat kepermukaan dan mulai dipertanyakan kembali dan pandangan Islam. Hal ini berangkat dari munculnya suatu ajaran yang diterima umat Islam kadang memandang wanita lebih rendah dari pada pria.

Dalam Alqur’an banyak ayat yang menunjukkan kemitraan pria dan wanita dan keharusan mereka bekerja sama dalam berbagai bidang kehidupan. Bahkan, Allah Swt dalam surah Ali Imran ayat 195 menggunakan istilah ba’dhukum mim ba’dh terkait asal kejadian manusia, yang artinya sebagian kamu dari sebagian yang lain, QS Ali Imran [3]:195).

Dengan demikian, menurut ulama Indonesia M. Quraish Shihab  dalam buku ‘M Quraish Shihab Menjawab’, hal itu berarti asal kejadian lelaki dan perempuan adalah sama, yakni dari hasil pertemuan sperma lelaki dan ovum wanita. Hal ini juga ditegaskan dalam surah Al-Hujarat ayat 13.

Dalam surah At-Taubah ayat 71, Allah juga berfirman terkait peranan wanita dan pria. Yaitu, sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain. Berdasarkan ayat ini jelas bahwa masing-masing pria dan wanita memiliki keistimewaan dan kelemahan yang mengharuskan mereka bekerja sama.

Karena itu pula Allah melarang dalam Alqur’an: janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain, (QS An-Nisa’ [4]: 32).

Dalam kehidupan suami-istri pun Alqur’an menggunakan istilah:sebagian kamu telah bercampur dengan sebagian yang lain, (QS An-Nisa’ [4]:21). Kalimat tersebut untuk mengisyaratkan bahwa suami sendiri belum sempurna atau baru sebagian, dan istri sendiri pun demikian.

Kesempurnaan mereka baru terwujud jika mereka bergabung. Bahkan, dalam ayat yang lain Allah juga melukiskan bahwa suami membutuhkan istri dan istri membutuhkan suami. Bukan hanya dalam pemenuhan kebutuhan seks, melainkan banyak hal, seperti kebutuhan pakaian.

 

sumber: Republika Online