Ketika Kenikmatan Menjadi Bencana

Allah Swt Berfirman :

وَٱلَّذِينَ كَذَّبُواْ بِـَٔايَٰتِنَا سَنَسۡتَدۡرِجُهُم مِّنۡ حَيۡثُ لَا يَعۡلَمُونَ

“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, akan Kami biarkan mereka berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui.” (QS.Al-A’raf:182)

فَذَرۡنِي وَمَن يُكَذِّبُ بِهَٰذَا ٱلۡحَدِيثِۖ سَنَسۡتَدۡرِجُهُم مِّنۡ حَيۡثُ لَا يَعۡلَمُونَ

“Maka serahkanlah kepada-Ku (urusannya) dan orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Al-Qur’an). Kelak akan Kami hukum mereka berangsur-angsur dari arah yang tidak mereka ketahui.” (QS.Al-Qalam:44)

Salah satu dari Sunnatullah bagi kebanyakan manusia yang menyimpang dan menentang-Nya adalah dengan memberi siksa berupa “Istidraj”. Dan perkara ini sampai di ulang dua kali dalam Al-Qur’an.

Istidraj artinya Allah Swt mengulur “kenikmatan” kepada hamba-Nya sehingga ia semakin tenggelam dalam maksiat dan semakin lupa diri di bawah kendali hawa nafsunya, sampai pada akhirnya ia terjerumus dalam kehancuran.

Allah Swt Berfirman :

إِنَّمَا نُمۡلِي لَهُمۡ لِيَزۡدَادُوٓاْ إِثۡمٗاۖ وَلَهُمۡ عَذَابٌ مُّهِينٌ

“Sesungguhnya tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka hanyalah agar dosa mereka semakin bertambah; dan mereka akan mendapat azab yang menghinakan.” (QS.Ali ‘Imran:178)

Kenikmatan yang tak di syukuri, apalagi kenikmatan yang digunakan untuk menentang Allah dan bermaksiat kepada-Nya seringkali akan berubah menjadi bencana.

Perlakuan kita terhadap sebuah nikmat itulah yang menentukan nilai dari kenikmatan itu sendiri. Nikmat yang direspon dengan rasa syukur akan membawa seseorang menuju kenikmatan yang lebih besar, karena Allah Swt telah berjanji bahwa bila kita bersyukur maka pasti kenikmatan akan bertambah.

وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَئِن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ وَلَئِن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٞ

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS Ibrahim:7)

Dan apabila respon kita terhadap sebuah nikmat adalah respon yang “negatif” dalam arti tidak bersyukur dan malah menjadikan nikmat itu sebagai modal maksiat, maka kenikmatan itu akan menjadi bumerang yang menenggelamkan manusia dalam kehancuran dan kerugian. Seorang yang terbiasa menggunakan nikmat Allah untuk maksiat perlahan akan merasa aman dari Murka Allah Swt. Tidak ada lagi rasa takut atau penyesalan dalam hatinya ketika berbuat maksiat.

Sayyidina Ja’far As-Shodiq pernah berpesan :

“Sesungguhnya apabila Allah Swt menginginkan kebaikan bagi hamba-Nya, lalu hamba ini melakukan sebuah dosa maka Allah akan segera menyertainya dengan sebuah cobaan sehingga ia beristighfar.

Dan apabila Allah Swt tidak menginginkan kebaikan bagi hamba-Nya, lalu hamba ini melakukan sebuah dosa maka Allah akan menyertainya dengan nikmat sehingga ia lupa beristighfar dan terus menerus melakukannya. Itulah yang difirmankan oleh Allah Swt

سَنَسۡتَدۡرِجُهُم مِّنۡ حَيۡثُ لَا يَعۡلَمُونَ

“Akan Kami biarkan mereka berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui”

Yaitu dengan diulurkan nikmat ketika ia bermaksiat.

Semoga Bermanfaat..

KHAZANAH ALQURAN