Ketika Sahabat Rasul Lestarikan Alam

Sejak mula, manusia diciptakan sebagai khalifah di muka bumi. Yakni, sebagai penjaga, pemelihara, dan pengambil manfaat sebaik-baiknya.

Untuk memberi kemanfaatan dan mendukung tugas kekhalifahan itu, segala sesuatunya diciptakan. “Dialah Allah yang menciptakan untuk kamu segala apa yang ada di bumi.”

Seorang Muslim dituntun untuk proporsional dalam mengambil segala sesuatu dari alam. Ketika diambil secukupnya, itu akan menjadi manfaat. Sebaliknya, ketika diambil berlebihan akan menuai kerusakan.

Firman Allah, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar.” (QS ar-Rum [30]: 41)

Kebaikan ajaran Islam tercermin dari akhlak. Akhlak ini memiliki rentang spektrum yang luas. Sebagaimana ditulis cendekiawan Muslim asal Damaskus, Suriah, almarhum Syekh Wahbah az-Zuhaili, akhlak mencakup tiga hal. Ada akhlak terhadap Sang Pencipta, akhlak terhadap sesama manusia, dan akhlak terhadap alam semesta.

Soal akhlak terhadap alam semesta, dua hal terpenting adalah bagaimana sikap manusia terhadap binatang dan tetumbuhan. Inilah dua kerajaan besar dalam sistem klasifikasi makhluk hidup, yang sering dibendakan secara sewenang-wenang oleh manusia.

Keluhuran akhlak terhadap alam semesta ini, salah satunya dicontohkan ketika Abu Bakar menjabat tampuk kekhalifahan. Abu Bakar mengirimkan pasukan ke Syams (kini Suriah).

Kepada para pasukan, dia berpesan supaya dalam melakukan peperangan sedapat mungkin tidak memotong atau menebang pohon di wilayah itu. Riwayat tentang wasiat Abu Bakar itu lantas diabadikan Imam Malik bin Anas dalam al-Muwaththa.

Dari Yahya bin Sa’id, “Saya berwasiat kepada kalian 10 macam: janganlah membunuh perempuan, jangan membunuh anak-anak, jangan membunuh orang yang sudah tua, jangan memotong pohon yang sedang berbuah, jangan meruntuhkan bangunan, jangan memotong domba dan unta kecuali untuk dimakan, jangan membakar pohon kurma dan jangan pula menenggelamkannya, jangan berlaku khianat, serta jangan menakut-nakuti rakyat.”

Empat dari 10 wasiat itu berkaitan dengan akhlak terhadap binatang dan tumbuh-tumbuhan. Domba dan unta tidak boleh semena-mena disembelih, kecuali dimakan. Abu Bakar juga mengajarkan, dalam kondisi perang sekalipun, sedapat mungkin Muslim diminta untuk tidak membabat pohon-pohon. Pohon yang sedang berbuah disebut secara khusus karena pohon itu akan sangat bermanfaat bagi manusia.

“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” Demikian firman Allah dalam surah al-Qashash ayat 77. Alih-alih merusak, tugas setiap Muslim adalah menjaga.

Rasulullah sampai berpesan, “Sekiranya kiamat datang, sedang di tanganmu ada anak pohon kurma, jika dapat terjadi untuk tidak berlangsung kiamat itu hingga selesai menanam tanaman, hendaklah dikerjakan (pekerjaan menanam itu). (HR Ahmad). Tak peduli kiamat akan segera meluluhlantakkan pohon itu, dia tetap harus ditanam. Yang menjadi penting bukan apa jadinya nanti, melainkan apa yang telah kita lakukan atas segenggam kehidupan itu.