Kisah Maling Kotak Kas Masjid

KASIHAN sekali takmir masjid yang satu ini. Semangatnya untuk menggelar pengajian akbar tahun ini terancam gagal karena kotak kas masjid dibongkar maling, uangnya dicuri semua sampai recehan-recehannya.

Kasihannya adalah karena hampir semua komentator menyalahkan ketua takmir dengan tuduhan kurang hati-hati menyimpan dan menjaga kotak kas itu. Tak ada satupun komentar yang menyalahkan si pencuri yang tega-teganya mencuri amal kaum muslimin yang disimpan di masjid.

Betapa dosa pencuri itu berlipat ganda: mencuri uang shadaqah bersama, pencuriannya di dalam masjid, dan menggagalkan acara pengajian umum sebagai sekolah terbuka masyarakat muslim desa. Betapa malangnya nasib ketua takmir yang tidak menduga bahwa ada tugas takmir yang tak tertulis, yakni menjadi satpam, petugas keamanan yang berkaitan dengan masjid.

Tak adanya komentar menyalahkan maling itu bukanlah sesuatu masalah kecil. Ini masalah besar karena menunjukkan bahwa pencurian di masyarakat dianggap hal yang lumrah alias biasa-biasa saja, dianggap sebagai bagian hidup. Perbuatan kriminal sudah dianggap biasa.

Pertanyaannya adalah “bagaimana proses penganggapan biasa perbuatan tak elok itu?” Jawaban para psikolog mengejutkan sekali. Di antara jawabannya adalah karena banyaknya tayangan-tayangan tak benar yang disuguhkan sejak kecil, walaupun ada pesan “jangan ditiru.”.

Mulai saat ini kita harus membiasakan “mengiklankan” kebaikan. Perlu diceritakan kepada banyak orang tentang betapa bahagianya orang-orang baik, orang-orang yang berjalan di atas nilai-nilai agama. Sampaikan bahwa baik dari awal sampai akhir adalah lebih baik ketimbang baiknya hanya di akhir saja. Saya sampaikan kesimpulan ini karena begitu banyak yang memilih nakal masa muda untuk menjadi baik masa tua. Bagaimanah kalau akhirnya tak baik-baik? Bagaimanakah kalau kematian hadir sebelum tua?

Barusan mendapat kabar bahwa si pencuri kotak kas masjid itu tertangkap. Lalu ditanya motif pencuriannya itu. Dengan lugu pencuri itu berkata: “untuk mengadakan pengajian akbar di rumah mertuanya, untuk mengangkat namanya di mata mertuanya. Salam, AIM. [*]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2348028/kisah-maling-kotak-kas-masjid#sthash.IiXNd1vO.dpuf