Kisah Qarun Tantang Nabi Musa Berdoa Bersama

Harta karun dalam bahasa Indonesia adalah frasa yang digunakan untuk menjelaskan harta tak bertuan dan terpendam dalam jumlah besar. Frasa tersebut tak terbentuk begitu saja, tetapi diambil dari nama seorang Yahudi, Qarun. Menurut Ibnu Ishak, Qarun adalah paman Nabi Musa.

Sementara, menurut A’masy dan lainnya, Qarun adalah sepupu Nabi Musa. Ayah Nabi Musa yang bernama Imran adalah kakak dari ayah Qarun yang bernama Yashhar. Baik Nabi Musa maupun Qarun adalah keturunan Nabi Ya’kub.

Qarun dikenal sebagai seorang yang kekayaannya sangat melimpah ruah. Namun sebelumnya, hidup Qarun sangat miskin. Dia tidak mampu menafkahi anaknya yang jumlahnya sangat banyak.

Bosan dengan keadaannya, Qarun meminta Nabi Musa untuk mendoakannya agar Allah memberikannya harta benda yang sangat banyak. Nabi Musa menyetujuinya tanpa ragu karena dia tahu bahwa Qarun adalah seorang yang sangat saleh dan pengikut ajaran Ibrahim yang sangat baik.

Allah pun mengabulkan doa Musa. Akhirnya, Qarun kemudian memiliki ribuan gudang harta yang penuh berisikan emas dan perak. Dalam surah al-Qashash ayat 76 dikisahkan bahwa Qarun pernah pamer kekayaannya. Saat itu, dia keluar dengan pakaian yang sangat mewah didampingi oleh 600 orang pelayan terdiri atas 300 laki-laki dan 300 lagi pelayan perempuan. Bukan hanya itu, ia juga dikelilingi oleh 4.000 pengawal dan diiringi 4.000 binatang ternak yang sehat, plus 60 ekor unta yang membawa kunci-kunci gudang kekayaannya.

Namun sayang, setelah keinginannya menjadi kaya raya terwujud, Qarun mempergunakan hartanya dalam kesesatan, kezaliman, dan permusuhan, sehingga membuatnya menjadi orang yang sombong. Qarun mabuk dan terlena dengan kekayaannya.

Janji Qarun untuk lebih khusyuk beribadah dan membantu sesama setelah menjadi kaya, kandas. Dia mendurhakai Allah dan memilih untuk menyembah Sobek, dewa berkepala buaya serta dewa-dewa lainnya.

Qarun tidak mengindahkan nasihat para mukmin yang memintanya untuk bersyukur kepada Allah atas segala nikmat harta kekayaan yang diberikan. Selain itu, memanfaatkan hartanya dalam hal yang bermanfaat, kebaikan, dan kegiatan lainnya yang halal karena semua itu adalah harta Allah. Namun, ia menolak dan berkata dengan pongah, seperti dikutip dari surah al-Qashash ayat 78. ”Sesungguhnya, aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku.”

Para mukmin kemudian berkata, ”Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh.” Sementara, orang fakir yang melihat kejadian tersebut mendukung ucapan Qarun. ”Semoga, kiranya kita mempunyai harta seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.”

Tak hanya durhaka pada Allah, dia pun kemudian mengkhianati Nabi Musa. Alquran menyejajarkan pengkhianatan Qarun ini dengan penolakan Firaun Ramses II atas ajaran tauhid yang dibawa Musa. Seperti disebut dalam surah al-Mukmin ayat 23-24, ”Dan sesungguhnya telah Kami utus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami dan keterangan yang nyata kepada Fir’aun, Haman, dan Qarun, maka mereka berkata, ‘(Ia) adalah seorang ahli sihir yang pendusta’.”

Suatu hari, Nabi Musa diperintahkan oleh Allah untuk mengerjakan Zakat. Nabi Musa lalu mengutus salah seorang pengikutnya untuk mengambil zakat dari Qarun. Begitu sampai, Qarun langsung marah dan tidak mau memberikan sedikit pun dari kekayaannya. Karena, menurut Qarun, kekayaannya itu adalah hasil kerja keras dan usaha sendiri, tidak ada kaitan dengan siapa pun, tidak ada kaitan dengan Allah, atau dewa mana pun.

Qarun pun berani memfitnah Nabi Musa. Dia mengupah seorang wanita agar mengaku telah berbuat serong dengan Nabi Musa. Ketika seluruh Bani Israil telah berkumpul, Qarun berkata, ”Wahai Bani Israil, ketahuilah, Musa yang kalian anggap sebagai Nabi dan orang baik itu, sebenarnya tidak demikian. Bahkan, dia telah menghamili wanita ini.”

Nabi Musa merasa sedih dan langsung berdoa agar Allah menampakkan kebenaran sesungguhnya. Bahwa semua yang dituduhkan tersebut adalah fitnah belaka. Allah menunjukkan kekuasannya. Lidah perempuan yang disuruh berbohong tersebut kelu dan dia pun akhirnya mengucapkan cerita yang sebenarnya, bukan kata-kata bohong yang sudah disiapkan sebelumnya.

”Musa tidak berbuat apa-apa dengan saya, dia orang baik, saya diupah oleh Qarun untuk mengatakan bahwa saya dihamili oleh Musa.” Mendengar itu, Nabi Musa segera sujud sebagai bentuk rasa syukurnya kepada Allah. Kisah ini menjadi sebab turun dari surah al-Ahzab ayat 69.

Tidak berhenti di sana, Qarun juga menantang Nabi Musa untuk berdoa bersama. Siapa doanya yang dikabulkan, dialah yang benar dan harus diikuti. Qarun lalu berdoa, ”Wahai dewa penguasa jagat raya, matikan Musa saat ini juga.” Namun, Nabi Musa tidak meninggal, beliau tetap hidup dan berdiri tegak. Nabi Musa kemudian berdoa, ”Wahai bumi telanlah si Qarun dan seluruh kekayaannya saat ini juga!”

Tidak lama kemudian, bumi berguncang dan seketika bumi terbelah sehingga tubuh Qarun dan seluruh kekayaannya habis ditelan bumi seperti didokumentasikan dalam Surah al-Qashash ayat 81. ”Maka, Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka, tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).” Tidak ada seorang pun yang dapat menolong dan menahannya dari bencana itu.

Alquran juga mengisahkan hal ini di dalam surah yang lain, yaitu al-Ankabut ayat 39-40. ”Dan (juga) Qarun, Firaun, dan Haman. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka Musa dengan (membawa bukti-bukti) keterangan-keterangan yang nyata. Akan tetapi, mereka berlaku sombong di (muka) bumi, dan tiadalah mereka orang-orang yang luput (dari kehancuran itu). Maka, masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, lalu di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu, kerikil, dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur. Kemudian, di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.”

Tempat di mana Qarun dan seluruh kekayaannya dibenamkan oleh Allah ke dalam bumi ini berada di sebuah tempat yang kini dikenal dengan sebutan Danau Qarun (Bahirah Qarun). Namun, tidak ada satu pun kekayaan Qarun yang tersisa, selain puing-puing istananya yang bernama Qasru el-Qarun yang sampai saat ini masih berdiri kokoh di pinggir Tasik Qarun, Kota Fayyoum, yang tidak terlalu jauh dari Kairo, Mesir.

Setelah menyaksikan kejadian yang menimpa Qarun, bertambahlah keimanan orang-orang Bani Israil kepada Allah. ”Benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa saja yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita, benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah),” ujar mereka.

Kisah Qarun ini mengajarkan kita tentang bahaya sifat kufur, cinta dunia, dan sombong. Allah mengingatkan agar kita selalu bersyukur atas limpahan nikmat kekayaan yang kita miliki. ”Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih,” demikian Surah Ibrahim ayat 7.

Islam Digest Republika