Kisah Teladan dari Para Ulama Hebat di Bulan Ramadan

Kisah Teladan dari Para Ulama Hebat di Bulan Ramadan (Bag. 3)

Berzikir di masjid setelah subuh sampai terbit matahari

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam apabila selesai salat subuh, beliau duduk berzikir di tempat beliau salat sampai terbit matahari. (HR. Muslim)

At-Tirmidzi menukilkan sebuah hadis, dari Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ صَلَّى الْفَجْرَ فِيْ جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللهَ تَعَالَى حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، كَانَتْ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ، تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ

Barangsiapa yang salat shubuh berjemaah, lalu duduk berzikir sampai terbit matahari, kemudian salat dua rakaat, maka pahalanya seperti pahala berhaji dan umrah secara sempurna, sempurna, sempurna.” (HR. Tirmidzi no. 591 dan dinilai hasan oleh Syekh Al-Albani)

Kegiatan semacam ini rutin beliau lakukan setiap hari selain di bulan Ramadan. Bagaimana lagi jika di saat bulan Ramadan?

Saudaraku, semoga Allah Ta’ala senantiasa menjagamu. Perjuangkan pahala besar ini dengan tidur malam lebih awal. Contohlah orang-orang saleh. Lawan hawa nafsu demi mendapat rida Allah. Dan tumbuhkan semangat yang tinggi untuk meraih derajat surga yang paling tinggi.

Iktikaf

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bila memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, beliau mengencangkan tali pinggangnya (tidak menggauli istrinya), kemudian beriktikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan. Dan pada tahun terakhir dari umur beliau, beliau beriktikaf selama dua puluh hari. (HR. Bukhari)

Dalam ibadah iktikaf, terkumpul berbagai macam ibadah. Seperti doa, membaca Al-Qur’an, berzikir, salat, dan ibadah lainnya. Iktikaf adalah khalwah syar’iyyah. Orang yang beriktikaf telah mengurung nafsunya agar tunduk dan taat kepada Allah. Dia putus segala hal yang bisa menyibukkan dirinya dari ibadah. Dia peruntukkan hatinya untuk Allah seutuhnya. Tidak ada keinginan yang tersisa, kecuali keinginan meraih rida Allah Ta’ala.

Bagi yang belum pernah mencobanya, iktikaf akan terbayang susah. Padahal sebenarnya mudah bagi orang yang mendapat kemudahan dari Allah ‘azza wajalla. Barangsiapa yang jujur niat dan tekadnya, Allah pasti menolongnya.

Iktikaf menjadi sangat dianjurkan pada sepuluh hari terakhir Ramadan agar dapat bertemu dengan malam lailatul qadar. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadan.” (HR. Bukhari no. 2020 dan Muslim no. 1169)

Umrah Ramadan

Dalam sabdanya, Nabi shallallahu ’alaihi wasallam mengabarkan,

فَإِذَا كَانَ رَمَضَانُ اعْتَمِرِى فِيهِ فَإِنَّ عُمْرَةً فِى رَمَضَانَ حَجَّةٌ

Jika Ramadan tiba, berumrahlah saat itu. Karena umrah Ramadan itu senilai dengan haji.” (HR. Bukhari no. 1782 dan Muslim no. 1256)

Dalam riwayat lain disebutkan,

فَإِنَّ عُمْرَةً فِى رَمَضَانَ تَقْضِى حَجَّةً مَعِى

Sesungguhnya umrah di bulan Ramadan itu seperti berhaji bersamaku.” (HR. Bukhari no. 1863)

Berburu malam lailatul qadar

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ

تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ

سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.

Dan tahukah kamu, apakah malam kemuliaan itu?

Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.

Pada malam itu, malaikat-malaikat dan malaikat Jibril turun dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.

Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.”  (QS. Al-Qadr: 1 -5)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan tentang lailatul qadar,

من قام ليلة القدر إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه

‘’Siapa yang salat pada malam lailatul qadar karena iman (keutamaan dan keberadaannya) dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosa yang lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Nabi shallallahu ’alaihi wasallam sangat bersemangat untuk bertemu dengan lailatul qadar. Beliau juga memotivasi para sahabat untuk memburunya. Di malam yang sepuluh hari terakhir, beliau membangunkan keluarga beliau agar dapat bertemu dengan malam lailatul qadar (yakni dengan beribadah di malam tersebut).

Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ’anha mengatakan,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَه

Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam apabila masuk pada sepuluh hari (terakhir bulan Ramadan), beliau mengencangkan kainnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya. “ (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam Musnad Imam Ahmad, dari sahabat Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, disebutkan,

من قامها ابتغاءها ثم وقعت له غفر له ما تقدم من ذنبه وما تأخر

Barangsiapa yang mengerjakan salat di malam lailatul qadar dengan berharap mendapatkan malam tersebut, lalu ia benar-benar memperolehnya, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan akan datang.” (Al-Hafizh Ibnu Hajar menilai sanad hadis ini sahih berdasarkan syarat Imam Bukhari)

Sejumlah riwayat dari salaf menceritakan bahwa para sahabat dan tabi’in ketika masuk sepuluh malam akhir bulan Ramadan, mereka mandi dan memakai minyak wangi untuk menyambut tibanya malam lailatul qadar, malam yang dimuliakan oleh Allah Ta’ala.

Hai orang-orang yang menyia-nyiakan umurnya. Tutuplah kesia-siaan umur Anda dengan beribadah di malam lailatul qadar. Karena sungguh kebaikan yang Anda lakukan di malam itu dapat menjadi tebusan. Ibadah di malam itu lebih baik daripada ibadah yang dilakukan selama 1000 bulan yang tanpa ada lailatul qadar. Sungguh benar bahwa orang yang tidak mendapat lailatul qadar itu telah terhalang dari berjuta-juta kebaikan.

Kapankah lailatul qadar?

Di malam ganjil sepuluh hari akhir Ramadan

Beberapa hadis menerangkan bahwa lailatul qadar terjadi pada malam ganjil. Di antaranya hadis berikut.

رَأَى رَجُلٌ أَنَّ لَيْلَةَ الْقَدْرِ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- أَرَى رُؤْيَاكُمْ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ فَاطْلُبُوهَا فِى الْوِتْرِ مِنْهَا

Seseorang bermimpi bahwa lailatul qadar terjadi pada malam kedua puluh tujuh. Maka, Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, “Aku melihat mimpi kalian bertemu pada sepuluh hari terakhir, maka hendaklah ia mencarinya (lailatul qadar) pada malam-malam ganjil.” (HR. Muslim)

Di malam 27 Ramadan

Lebih diharapkan lagi, lailatul qadar jatuh pada tanggal 27 Ramadan. Dasarnya adalah riwayat dari sahabat Ubai bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu berikut,

وَاللَّهِ إِنِّى لأَعْلَمُهَا وَأَكْثَرُ عِلْمِى هِىَ اللَّيْلَةُ الَّتِى أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِقِيَامِهَا هِىَ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ –

Demi Allah, sesungguhnya aku mengetahui bahwa ia adalah malam yang Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam memerintahkan untuk qiyamullail, yaitu malam ke dua puluh tujuh (Ramadan).” (HR. Muslim)

Setelah bersumpah itu, Ubai bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

بالآية والعلامة التي أخبرنا بها رسول الله أن الشمس تطلع صبيحتها لا شعاع لها

Kami tahu ini melalui tanda-tanda yang dikabarkan Rasulullah, bahwa pada pagi harinya matahari terbit dengan sinar yang tidak silau.”

Doa lailatul qadar

Ibunda Aisyah radhiyallahu ’anha, pernah bertanya hal senada kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam,

يا رسول الله إن وافقت ليلة القدر ما أقول؟

” Wahai Rasulullah, bila aku mendapati malam tersebut, doa apakah yang harus aku panjatkan?

Ucapkan, ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’annii’ (Artinya: Ya Allah, sesungguhnya Engkau Mahapemaaf lagi Mencintai pemaafan, maka maafkanlah hamba.)” (HR. Ahmad dan Tirmidzi. Dinilai sahih oleh Syekh Albani)

Memperbanyak zikir dan istigfar

Hari-hari di bulan Ramadan adalah hari istimewa. Maka, perbanyaklah zikir, istigfar, dan doa. Terlebih di waktu-waktu mustajab seperti berikut:

Pertama, saat berbuka. Karena saat-saat berbuka adalah waktu yang mustajab untuk berdoa.

Kedua, di sepertiga malam terakhir. Sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadis Qudsi, bahwa Allah ‘azza wajalla turun (sesuai kebesaran dan keagungan-Nya) ke langit dunia di setiap sepertiga malam terakhir. Lalu berfirman,

هَلْ مِنْ سَائِلٍ يُعْطَى هَلْ مِنْ دَاعٍ يُسْتَجَابُ لَهُ هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ يُغْفَرُ لَهُ

“Adakah orang yang meminta, maka akan Aku beri. Adakah orang yang berdoa, maka Aku kabulkan. Adakah orang yang memohon ampun, maka dosanya Aku ampuni.”

Ketiga, istigfar pada waktu sahur. Allah Ta’ala berfirman,

وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

“Mereka selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar.”  (QS. Az-Zariyat: 18)

Penutup

Terakhir, ingatlah selalu sebuah amalan hati yang menjadi penentu diterimanya amalan ibadah di sisi Allah, yaitu ikhlas. Berapa banyak seorang yang berpuasa sepanjang siang, namun ia tidak mendapatkan buahnya, selain lapar dan dahaga.

Dan berapa banyak orang yang menghidupkan malamnya dengan tahajud, namun tidak mendapatkan buahnya, kecuali rasa letih dan kantuk saja. Karena Allah yang Mahamulia, tidaklah menerima suatu amalan, kecuali yang dilakukan karena ikhlas, hanya mengharap keridaan-Nya. Oleh karenanya, dalam wasiat-wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kita dapati pesan mulia,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَقَامَهُ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa berpuasa dan salat malam di bulan Ramadan karena iman dan mengharap pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Ibnu Majah)

***

Penulis: Ahmad Anshori, Lc

Sumber: https://muslim.or.id/74428-kisah-teladan-dari-para-ulama-hebat-di-bulan-ramadan-bag-3.html