Konsultasi Syariah: Sale and Leaseback

Rukun yang ada dalam akad ijarah muntahiya bitamlik berlaku dalam pembiayaan ulang.

Diasuh oleh Ustaz Dr Oni Sahroni, anggota Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI.

Assalamualaikum wr wb.

 

Ustaz, saya pernah membaca skema sale and lease back. Bagaimana pandangan dan rambu-rambu fikih terkait skema skema sale and lease back dan produk skema sale and lease back? Mohon penjelasan ustaz!

Sulaiman – Jakarta

Waalaikumussalam wr wb.

Produk dengan skema skema sale and lease back ini biasanya diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan nasabah akan dana tunai dengan kombinasi dua tahapan atau transaksi.

Pertama, nasabah menjual aset senilai dana tunai yang diinginkan, sehingga dengan penjualan tersebut, nasabah mendapatkan dana tunai. Kedua, agar bank syariah mendapatkan margin atau keuntungan atas produk ini, nasabah mendapatkan kembali barang yang dijualnya pada tahap awal, dilakukan transaksi ijarah muntahiya bitamlik (IMBT).

Pada kedua tahapan transaksi tersebut, khususnya di penjualan tahap pertama, barang beserta manfaatnya tidak harus di tangan bank sebagai pembeli/pemilik, tetapi boleh dalam penguasaan nasabah (pembeli). Kesimpulan tersebut bisa dijelaskan lebih detail bahwa salah satu produk bank syariah yang bisa digunakan nasabah untuk mendapatkan dana tunai adalah skema sale and lease back.

Dalam fatwa DSN, produk ini dikenal dengan pembiayaan ulang (refinancing) syariah. Produk tersebut adalah pemberian fasilitas pembiayaan baru bagi nasabah baru atau nasabah yang belum melunasi pembiayaan sebelumnya berdasarkan prinsip syariah.

Produk ini diperuntukkan bagi nasabah yang ingin mendapatkan dana tunai, tetapi memiliki barang atau aset, baik aset tersebut adalah objek yang dibelinya dan dalam proses pembiayaan maupun bukan. Konsumen yang ingin mendapatkan dana tunai difasilitasi dengan produk skema sale and lease back dengan konstruksi akad sebagai berikut.

Pertama, calon nasabah yang memiliki barang (‘urudh) mengajukan pembiayaan kepada lembaga keuangan syariah (LKS) dalam rangka pembiayaan ulang (refinancing). Oleh karena itu, calon nasabah tersebut harus memiliki barang atau aset yang dijual dalam produk skema sale and lease back kepada bank syariah untuk mendapatkan dana tunai. Oleh karena itu, kepemilikan akan barang tersebut menjadi kemestian.

Kedua, LKS membeli barang (‘urudh) milik nasabah dengan akad bai‘. Maksudnya calon nasabah menjual asetnya kepada LKS. Dengan penjualan ini, nasabah mendapatkan dana tunai sesuai tujuan utama kontrak skema sale and lease back. LKS sebagai pembeli yang telah memiliki barang nasabah tersebut mendapatkan keuntungan dari produk ini. Oleh karena itu, selanjutnya nasabah menyelesaikan kewajiban dan/atau utang atas pembiayaan sebelumnya jika ada.

Ketiga, LKS dan nasabah melakukan akad IMBT dengan tahapan berikut. (a) LKS berjanji akan menghibahkan barang kepada konsumen saat masa sewa berakhir. (b) Barang tersebut disewakan kepada nasabah dengan angsuran dan tenor sesuai kesepakatan dengan total angsuran melebihi harga beli sehingga LKS mendapatkan keuntungan dari penyewaan barang tersebut. (c) Setelah masa sewa selesai, LKS memberikan barang tersebut dengan akad hibah kepada konsumen.

Hal ini sebagaimana Fatwa DSN MUI No. 89/DSN-MUI/XII/2013 tentang Pembiayaan Ulang (Refinancing) Syariah menjelaskan bahwa skema sale and lease back refinancing diperbolehkan dengan ketentuan di bawah ini.

(1) Semua rukun, syarat, dan ketentuan yang terdapat dalam akad al-bai’ ma’a al-isti’jar (fatwa Nomor 71/DSN-MUI/VI/2008 tentang Sale and Lease Back) berlaku dalam pembiayaan ulang.

(2) Semua rukun, syarat, dan ketentuan yang terdapat dalam akad IMBT (fatwa Nomor 27/DSN-MUI/III/2002 tentang al-ijarah al-muntahiyah bi al-tamlik) berlaku dalam hal al-isti’jar yang digunakan adalah akad IMBT.

(3) Pengalihan kepemilikan objek sewa (intiqal milkiyyah al-ma’jur) setelah akad ijarah selesai harus menggunakan akad hibah dan tidak boleh menggunakan akad al-bai‘.

Dengan konstruksi ini, nasabah mendapatkan dana tunai, LKS mendapat keuntungan yang halal karena bukan bunga, dan konsumen mendapatkan kembali barang tersebut karena dihibahkan. Wallahu a’lam.

REPUBLIKA