Kurban di Masa Pandemi

Ibadah kurban merupakan napak tilas perjalanan seorang ayah dan anak yang saling mencintai.

Tak lama lagi, Hari Raya Kurban atau Idul Adha 1441 H akan tiba. Umat Islam menyambutnya penuh sukacita dengan berkurban. Ibadah kurban merupakan napak tilas perjalanan seorang ayah dan anak yang saling mencintai, yakni Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS.

Karena itu, penyembelihan hewan kurban, selain mengajarkan kerelaan berkorban harta dan sifat kebinatangan, juga mengandung nilai historis, pendidikan keluarga dan spiritualitas seorang hamba di hadapan Tuhannya.

Perayaan Idul Kurban tahun ini sangat berbeda. Tidak ada perjalanan ibadah haji ke Baitullah karena pandemi Covid-19 yang masih mengancam keselamatan jiwa. Pupus sudah harapan calon dhuyufur rahman (tamu Allah) yang telah menyiapkan diri sejak lama, bahkan menabung puluhan tahun.

Betapa pun sedihnya, kita mesti melihat kejadian ini dengan kacamata tauhid. Segala musibah terjadi karena izin atau takdir Allah SWT (QS 64: 11). Juga, mesti direnung ke lubuk hati bahwa boleh jadi sesuatu yang tak disukai terselip kebaikan di dalamnya (QS 2: 216).

Ketika calon jamaah haji batal berangkat ke Tanah Suci, mereka dapat melakukan ibadah lain yang sangat dianjurkan agama.

Syekh Sayid Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnah mengutip Hadis Nabi SAW, “Tidak ada satu amalan manusia pada Hari Raya Kurban yang lebih dicintai Allah SWT. selain menyembelih hewan kurban. Sesungguhnya hewan kurban itu kelak di Hari Kiamat akan datang beserta tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kukunya. Sebelum darahnya menyentuh tanah, pahalanya telah diterima di sisi Allah. Beruntunglah kalian dengan kurban itu.” (HR Turmudzi).

Bagi yang mampu, tetapi enggan menunaikannya dikecam oleh Nabi SAW. Imam Ibnu Hajar Al-‘Asqalani dalam Bulughul Maram mengutip sebuah riwayat, “Barang siapa mempunyai kelapangan untuk berkurban, tetapi ia tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR Ahmad).

Berkurban merupakan wujud kesyukuran atas limpahan nikmat yang tak terkira jumlahnya. “Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah” (QS 108: 1-2).

Suatu ketika seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling besar pahalanya?” Beliau menjawab, “Kamu bersedekah ketika dalam keadaan sehat dan kikir, takut menjadi fakir dan berangan-angan menjadi orang kaya. Maka, janganlah menundanya hingga nyawamu berada di tenggorokan. Lalu kamu berkata, si fulan mendapatkan ini, dan si fulan kebagian ini. Padahal, harta itu memang milik si fulan.” (HR Bukhari).

Sementara, bagi orang yang kekurangan, tetapi berupaya menunaikannya, akan diganjar pahala yang berlipat ganda. Beliau SAW pernah ditanya, “Apakah sedekah yang paling utama?” Baginda SAW menjawab, “Sedekah orang yang dalam kekurangan.” (HR an-Nasa`i).

Walhasil, berkurban selalu memberi kesan mendalam bagi pekurban dan penerimanya. Apalagi dalam masa pandemi, kita masih mampu meringankan beban sesama. Tiada lain, kecuali untuk mendekat (taqarrub) kepada Allah SWT sesuai dengan hakikat kurban (QS 22: 37). Wallahu a’lam bish-shawab.

OLEH HASAN BASRI TANJUNG

KHAZANAH REPUBLIKA