Larangan Memaksa Orang Sakit untuk Makan?

Larangan Memaksa Orang Sakit untuk Makan?

Terdapat riwayat yang diklaim sebagai hadis Nabi Shallalalhu ‘alaihi wasallam yang isi kandungannya adalah tidak boleh memaksa orang yang sakit untuk makan dan minum. Riwayat tersebut adalah,

لاَ تُكْرِهُوا مَرْضَاكُمْ عَلَى الطَّعَامِ؛ فَإِنَّ الله يُطْعِمُهُمْ وَيَسْقِيهِمْ

“Jangan paksakan orang sakit untuk makan, karena Allah sedang memberinya makan dan minum” (HR Tirmidzi).

Perlu ketahui bahwa ada perbedaan pendapat ulama terkait kesahihan hadis ini. Ada ulama yang menyatakan hadis ini hasan dan ada ulama yang menyatakan hadis ini lemah bahkan bathil.

Di antara ulama yang meng-hasan-kan adalah Tirmidzi, Al-Albani dan lain-lain, dalam fatwa Asy-syabakah Islamiyah asuhan Syekh Abdullah Al-Faqih dijelaskan,

فالحديث المذكور رواه الترمذي وابن ماجه والحاكم والطبراني في الكبير والأوسط والبيهقي والبزار، والحديث حسنه الترمذي، وصححه الحاكم على شرط مسلم، ووافقه الذهبي، وحسنه في الزوائد  والألباني في السلسلة الصحيحة.

“Hadis yang disebutkan tersebut diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu Majah, Al-Hakim, At-Thabraniy dalam al-Kabir,  al-AusathAl-Baihaqi dan al-Bazzar. Hadts dihasanlan oleh at-Tirmizdi dan disahihkan oleh Al-Hakim dengan syarat Muslim. Disetujui oleh adz-Dzahabi dan di-hasan-kan dalam az-Zawaid dan Al-Albani dalam as-Silsilah as-Shahihah” (Fatwa no. 58519).

Adapun ulama yang yang menyatakan dhaif sekali atau bathil di antaranya an-Nawawi, Abu Hatim ar-Razi, Syekh Muqbil, Syekh Musthafa Al-Adawi dan lain-lain.

Syekh Muqbil Rahimahullah menjelaskan,

فهذا حديث ضعيف جدًا أخرجه الترمذي وابن ماجه وغيرهما، ويذكر عن أربعة من الصحابة رضي الله عنهم وهم: (عقبه بن عامر، وعبدالله بن عمر، وعبدالرحمن بن عوف، وجابر بن عبدالله). وأسانيده كلها ضعيفة جدًا ولا يقوي بعضها بعضًا، ولذلك قال أبوحاتم الرازي: هذا حديث باطل، وأنكره أبو زرعة ، وضعفه والنووي وابن الجوزيوغيرهم.

“Hadis ini sangat dhaif diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu Majah dan lain-lain. Disebutkan dari empat sahabat Radhuallahu’anhu. Mereka adalah ‘Uqbah bin Aamir, Abdullah bin Umar, Abdurrahman bin Auf dan Jabir bin Abdillah. Semua sanadnya dhaif sekali dan tidak menguatkan satu sama lain. Oleh karena itu Abu Hatim ar-Razi berkata, hadis ini batil dan diingkari oleh Abu Zur’ah. Dilemahkan oleh an-Nawawi, Ibnul Jauzi dan lain-lain” (sumber: http://almuqbil.com/web/?action=fatwa_inner&show_id=1948).

Syekh Musthafa al-Adawi juga menjelaskan bahwa hadis ini lemah dan tidak boleh disandarkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam (sumber: https://youtu.be/gIZQF9dx8jg).

Dari perbedaan pendapat ini, kami lebih tenang dengan pendapat ulama yang menyatakan hadis ini dhaif. Sebagaimana kaidah (dan terpenuhi syaratnya),

الجرح المفسر مقدم على التعديل

Jarh (kritik) secara rinci terhadap hadis didahulukan (dimenangkan) daripada ta’dil (menguatkan).”

Rincian jarh hadis ini bisa dibaca di sumber: https://www.tasfiatarbia.org/vb/showthread.php?t=7860.

Meskipun hadis ini kita anggap lemah, tetapi kandungan hadis ini dibenarkan oleh sebagian ulama. Hukum asalnya tidak boleh memaksa orang yang sakit untuk makan dan minum karena hal ini akan membuat tidak nyaman bahkan menyiksa mereka yang membuat tambah sakit. Dalam ilmu psikologi manusia, apapun yang dipaksakan tentu tidak nyaman. Oleh karena itu, kita dapatkan beberapa penjelasan ulama bahwa orang sakit hukum asalnya tidak boleh dipaksa untuk makan dan minum.

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah menjelaskan,

وذلك أن المريض إذا عاف الطعام أو الشراب فذلك لاشتغال الطبيعة بمجاهدة المرض, أو لسقوط شهوته أو نقصانها لضعف الحرارة الغريزية أو خمودها, وكيفما كان فلا يجوز حينئذ إعطاء الغذاء في هذه الحالة

“Oleh karena itu apabila oramg sakit merasa mual/jenuh dengan makan dan minum akibat tubuh yang sedang melawan penyakit atau turunnya nafsu & berkurangnya makan atau panas alami. Kapan pun terjadi hal ini maka tidak boleh memberikan makanan dalam keadaan ini” (Zadul Ma’ad 4/83).

Adapun maksud kalimat “Allah memberinya makan dan minum“, ini bukan maksudnya memberika makan dan minum secara hakikat, akan tetapi Allah memberikan kesabaran dan kekuatan menghadapi rasa lapar dan haus.

Syekh Muhammad Abdurrahman Al-Mubarakfuri Rahimahullah menjelaskan,

أي يمدهم بما يقع موقع الطعام والشراب, ويرزقهم صبراً على ألم الجوع والعطش, فإن الحياة والقوة من الله حقيقة لا من الطعام ولا الشراب ولا من جهة الصحة.

“Maksudnya adalah Allah memberikan kekuatan yang bisa menggantikan makan dan minum.  Allah memberikan rezeki kepada mereka berupa kesabaran menghadapi perihnya lapar dan haus. Sesungguhnya kehidupan dan kekuatan dari Allah secara hakikat, bukan semata-mata dari makan, minum dan kesehatan” (Tuhfatul Ahwadzi 6/162).

Lafaz ini sebagaimana dengan hadis lainnya terkait puasa wishal yang dilakukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam (puasa ini khusus bagi beliau dan tidak untuk umatnya), beliau juga menggunakan lafaz yang sama yaitu diberi makan dan minum dalam makna yang bukan hakiki. Beliau bersabda,

لا تُوَاصِلُوا . قالوا : انك تواصل. قال : إِنِّي لَسْتُ مِثْلَكُمْ ، إِنِّي أَبِيتُ يُطْعِمُنِي رَبِّي وَيَسْقِينِي .

“Jangan menyambung (puasa wishal).” Mereka mengatakan, “Tapi engkau menyambung (puasa).” Beliau bersabda, “Aku tidak seperti kalian. Aku melalui malam dan Rabbku memberiku makan dan minum.” (HR. Bukhari & Muslim).

Perlu diketahui apabila keadaan orang sakit akan bahaya apabila tidak makan semisal kondisi menjadi drop, penurunan kesadaran, lambung akan rusak karena kosong dari makanan atau bahkan menyebabkan kematian, maka orang sakit tersebut bisa dipaksa makan & minum walaupun sedikit. Alhamdulillah di zaman ini sebagai pengganti makan dan minum tidak harus makan secara langsung. Bisa digantikan dengan cairan infus yang mengandung sari-sari makanan atau melalui selang nasogastrik dan lain-lain.

Syekh Muhammad Shalih al-Munajjid berdalil akan hal ini bahwa berobat dan makan itu tidak boleh dipaksa, tetapi apabila membahayakan memang harus dipaksa agar menghindari mudarat yang lebih besar. Beliau berkata,

, إنما كان بعد الخوف عليه من الهلاك أو تزايد المرض ، إذا لم يتناول العلاج ، أو التغذية ، وهذا لا حرج عليك فيه إن شاء الله

لكن إن خيف على المريض الهلاك إن لم يتناول الدواء فالذي يظهر – والعلم عند الله – أنه يجوز حينئذ إكراهه على ذلك

“Jika jauh dari kemungkinan pasien akan meninggal atau bertambah penyakitnya, apabila memilih tidak minum obat atau makan, maka tidak mengapa (hukumnya mubah), insyaallah, akan tetapi jika dikhawatirkan akan meninggal apabila tidak minum obat, maka pendapat terkuat adalah BOLEH MEMAKSA untuk hal tersebut (memberi obat dan makan)” (Fatwa Sual wal Jawab no. 192633).

Kesimpulan:

1. Hadits larangan memaksa orang sakit makan dan minum diperselisihkan ulama kesahihannya, kami lebih tenang dengan pendapat ulama yang men-dhaif-kannya

2. Kandungan hadis tersebut benar yaitu tidak boleh memaksa orang sakit makan dan minum karena sesuatu yang dipaksa tentu akan tidak nyaman dan bisa jadi membuat pasien lebih sakit.

3. Apabila tidak makan dan minum lalu dikhawatirkan pasien akan bertambah parah sakitnya atau meninggal, boleh dipaksa dan hal seperti ini banyak kita jumpai dalam berbagai kasus penyakit.

4. Alhamdulillah dengan teknologi kedokteran modern saat ini, pasien tidak perlu dipaksa makan yang membuat tidak nyaman. Bisa digantikan dengan pemberian cairan infus atau selang nasogastrik

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen

Sumber: https://muslim.or.id/68419-larangan-memaksa-orang-sakit-untuk-makan.html