Makanan Yang Membuat Tidak Miskin

Nah pertanyaannya adalah makanan seperti apa yang baik untuk kita yang bukan hanya sekedar menghilangkan rasa lapar tetapi juga menghilangkan kemiskinan.

HILANGNYA kemiskinan dan nihilnya kelaparan (No Poverty and Zero Hunger) adalah goals pertama dan kedua dari 17 goals yang disepakati oleh negara-negara di dunia dengan apa yang disebut Sustainable Development Goals atau SDGs. Target pencapian SDGs ini semula adalah 2030, namun  banyak kalangan meragukan pencapaian ini lebih-lebih setelah adanya pandemi global Covid-19 yang dialami oleh hampir seluruh negara di dunia tahun ini.

Saya melihat justru sebaliknya, pandemi covid-19 bisa menjadi momentum global untuk mempercepat program pengentasan kemiskinan dan pengatasan problem kelaparan – yaitu apabila masyarakat di dunia mau berubah – itu saja syaratnya. Dan peluang masyarakat untuk­­­ berubah ini menjadi semakin besar ketika masyarakat kepepet – seperti dilanda pandemi, hilangnya pekerjaan, tekanan ekonomi dan lain sebagainya yang kini terjadi secara massif di seluruh dunia.

Mengapa saya sangat yakin dengan pendapat saya ini? Karena ada dasar hukum yang sangat kuat untuk masalah makanan dan kemiskinan ini baik yang berasal dari Al-Qur’an maupun hadits. Kita tahu bahwa kemiskinan dan kelaparan itu amat erat dan keduanya beririsan di masalah makanan, ketika makanan kita benar maka akan hilang dengan sendirinya kelaparan dan kemiskinan itu.

Nah pertanyaannya adalah makanan seperti apa yang baik untuk kita yang bukan hanya sekedar menghilangkan rasa lapar tetapi juga menghilangkan kemiskinan. Jangan tanyakan masalah ini ke mbah Google karena kalau Anda bertanya kepadanya tentang makanan yang baik, hasilnya Anda akan bingung sendiri. Satu pihak mengatakan ini makanan yang baik, yang lain dengan kompetensi yang sama akan mengatakan makanan ini buruk dst.

Bertanyalah pada Al-Qur’an, maka Al-Qur’an akan memberikan jawaban yang sangat rinci yang kebenarannya hakiki sepanjang zaman. Tentang makanan kita misalnya, ada rincian detail yang merenceng susunan makanan kita dari biji-bijian, buah, sayur, rempah dan hasil ternak di Surat ‘Abasa dari ayat 23 sampai 32.

Contohlah sebaik-baik contoh –uswatun hasanah– yang memberikan rincian yang sangat detil tentang apa-apa yang beliau makan, bahkan termasuk bagaimana cara memperoleh atau memproduksi bahan makanan tersebut. Maka dalam konteks mencari makanan yang paling unggul inilah, sebaik-baik search engine yang kita gunakan adalah pencarian di dalam Al-Qur’an dan Hadits.

Setelah Al-Qur’an merenceng makanan terbaik kita di surat ‘Abasa tersebut misalnya, Allah juga memberi tahu kita cara mengkonsumsinya di Surat  Al-Mu’minun ayat 23 “…wa sibghil lil akilin” yaitu dengan mencelup/mengolesi makanan kita dengan minyak zaitun. Lebih jauh ada contoh yang sangat indah dari Rasulullah SAW ketika menghibur istrinya dengan mengungkapkan cuka adalah sebaik-baik lauk pauk dalam hadits berikut:

Dari Jabir bin Abdullah meriwayatkan bahwa: “Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memegang tanganku (dan menuntunku) ke rumahnya, disajikan ke beliau sejumlah roti, kemudian beliau bertanya: adakah lauknya? yang di rumah menjawab: Tidak, yang ada hanya cuka. Keemudian beliau membalas: cuka adalah lauk yang baik. Jabir berkata: saya selalu mencintai cuka ini setelah mendengarnya dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Talha mengatakan: Saya selalu mencintai cuka ini sejak saya mendengar tentangnya dari Jabir.” (Sahih Muslim).

Tentang lauk terbaik ini Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bahkan mengajarkan sendiri kepada para sahabatnya cara membuatnya, agar tidak keliru dengan alkohol atau khamr yang dilarang. Keduanya adalah produk fermentasi dari buah atau biji-bijian, tetapi khamr haram dan dilarang untuk dikonsumsi sedangkan cuka justru dicontohkan dan dikatakan sebaik lauk terbaik. Bagaimana membedakannya? Perhatikan salah satu mukjizat Nabi yang ditunjukkannya melalui hadits berikut :

Dari Ibnu Al-dailami dari ayahnya berkata: “Kami bertanya kepada Rasulullah, Wahai Rasulullah, kami memiliki anggur, apa yang harus kami lakukan dengannya? Beliau menjawa: ‘Buat kismis”, Kami bertanya:”Apa yang harus kami lakukan dengan kismis?”, Beliau menjawab : “Rendam (dengan air) pagi hari dan  minum di sore hari, rendam di sore hari dan minum di pagi hari “, Saya bertanya : “Bolehkan saya rendam lebih lama agar lebih kuat?” beliau menjawab :”Jangah ditaruh dalam wadah yang terbuat dari tanah (keramik) tetapi taruhlah dalam wadah dari kulit,dia akan bertahan lama, dan berubah menjadi cuka” (Sunan An-Nasai, dan Sunan Abu Dawud dengan redaksi yang berbeda).

Apa mukjizat yang tersimpan dalam petunjuk Nabi tentang tata cara membuat cuka tersebut? perhatikan wadah yang digunakan. Lebih dari seribu tahun setelah hadits tersebut, manusia baru bisa membedakan apa itu ragi dan apa itu bakteri. Ragi melakukan fermentasi tanpa udara (anaerob)  dan menghasilkan Alkohol plus CO2, sementara bakteri melakukan fermentasi dengan udara (aerob) dan hasilnya adalah cuka.

Anggur bila direndam di tempat tanpa udara seperti pada wadah yang terbuat dari tanah liat atau keramik yang dihasilkan adalah alkohol yang haram. Bila disimpan dalam wadah dari kulit (Qirbah), bakteri yang ada di dalamnya tetap berespirasi dengan udara, fermentasinya dengan cara aerob dan hasilnya cuka yang menjadi lauk terbaik di atas.

Dari mana Nabi tahu cara kerja jazat renik yang sangat berbeda satu sama lain tersebut sedangkan mikroskop-pun baru ditemukan berabad-abad kemudian? Itulah mukjizat, Nabi memperoleh ilmunya langsung dari Allah tanpa perlu eksperimen maupun uji laboratorium, kita tinggal mengikutinya saja.

Di jaman modern ini alat yang kita gunakan bisa saja berbeda, tetapi harus mengikuti cara kerja yang sama. Proses pembuatan cuka yang halal tidak boleh mengikuti cara kaum non muslim yang membuatnya dari alkohol, harus dari awal dibuat dengan yang dijelaskan dalam hadits tersebut di atas. Kalau tidak punya wadah dari kulit, bisa diganti dengan wadah dari kaca yang ditutup kain, sehingga fermentasinya tetap aerob. Tidak boleh dipercepat dengan dibuat alkohol dahulu baru dijadikan cuka, karena hal inipun pernah ditanyakan ke beliau dan dijawab tidak boleh.

Dari Anas bin Malik berkata: “Abu Thalhah bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tentang beberapa anak yatim yang mewarisi khamr dari anggur. Jawab Nabi: Tuang (buang ke tanah). Dia bertanya :”Bolehkah aku buat cuka darinya?” Nabi Menjawab: Tidak” (Sunan Abu Daud)

Dari rangkaian hadits ini satu sisi umat Islam harus ekstra hati-hati ketika membeli cuka organic sekalipun, karena kalau prosesnya melalui khamar dahulu – jatuhnya tidsk boleh seperti dalam hadits tersebut. Di sisi lain, inilah peluang untuk membuat cuka yang bener-bener halal sesuai panduan dalam hadits sebelumnya.

Lantas apa hubungan antara cuka sebagai lauk terbaik dengan pengentasan kemiskinan ? perhatikan hadits berikut :

Dari Ummu Sa’d berkata : ” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memasuki rumah Aisyah ketika saya sedang bersamanya, dan bertanya : ” Adakah makanan?”, dia menjawab: “kami punya roti, kurma dan cuka”, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam berkata ” Betapa berkahinya lauk dari cuka, Ya Allah berkahilah cuka karena dia adalah lauk-pauk para Nabi sebelumku, dan tidak akan pernah  ada rumah yang menjadi miskin yang di dalamnya ada cuka” (Sunan Ibnu Majah)

Kuncinya adalah keberkahan cuka yang bukan hanya didoakan khusus oleh Nabi, tetapi juga dia merupakan lauk para nabi sebelumnya. dan secara spesifik sekali Nabi menyebut rumah yang tidak akan pernah miskin selama di dalamnya ada cuka. Apa Maknanya?

Cuka sangat mudah dibuat sendiri dari aneka buah-buahan yang ada di sekitar kita, dan karena dia adalah lauk terbaik – maka bisa kita gunakan untuk makan apa saja. Kita tidak akan pernah kelaparan asal mau saja sedikit berusaha untuk membuat cuka sendiri. Kalau kita tidak kelaparan, maka otomatis kita juga tidak miskin karena kebutuhan kita yang paling mendasar yaitu makan telah terpenuhi.

Manusia modern menggunakan cuka untuk makan salad, roti dan lain sebagainya. Dari sejumlah penelitian diketahuilah bahwa cuka dalam makanan ternyata membantu menstabilkan gula darah, mencegah penggumpalan darah, mencegah penyakit jantung, membuat kita awet kenyang dan karenanya merupakan instrumen yang ideal untuk weight management.

Nah sekarang kalau kita bisa makan cukup, dan kesehatan terkelola dengan baik – bukankah kebutuhan paling mendasar kita terpenuhi? Bukankah masalah kemiskinan dan kelaparan teratasi? Lebih dari itu segala macam buah, sayur dan rempah yang mudah tumbuh di sekitar kita akan terasa lezat bila dimakan bersama minyak (petunjuk Allah di QS 23:20 tersebut di atas) yang dicampur cuka  – yang juga dicontohkan dalam menu harian Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

Lebih dari 1000 tahun kemudian, di Eropa khususnya Perancis orang mulai mengenal lauk pauk yang disebut Vinegar – bahasa Perancis yang artinya anggur asem – yaitu cuka,kemudian mencampur Vinegar ini dengan minyak zaitun yang kemudian disebutnya Vinaigrette (bila emulsinya bersifat sementara) atau Mayonnaise (bila emulsinya bersifat permanen). Sejatinya Vinaigrette maupun Mayonnaise adalah campuran minyak dengan cuka dan bumbu-bumbu sesuai kesukaan, bedanya kalau Mayonnaise diberi juga emulsifier sehingga membentuk emulsi yang bersifat permanen – menjadi seperti cream. Vinaigrette dan Mayonnaise adalah versi kekinian dari lauk pauk yang digunakan oleh Rasulullah tersebut di atas. Kemungkinan besarnya Perancis belajar dari negeri tetangganya Spanyol yang menyerap peradaban Islam selama berabad-abad lamanya.

Bila manusia modern makan salad dengan lauk vinaigrette atau mayonnaise agar sehat, mengapa kita tidak mau lebih maju dari itu – kembali ke petunjuk dan sebaik-baik contohnya langsung – yang sudah diformulasikan dan digunakan sehari-hari seribu tahun sebelumnya, dan bahkan dijamin tidak miskin bila kita mengikutinya?

Mengapa kita tidak miskin kalau makanan kita berbasis cuka, minyak, aneka buah, sayur dan rempah atau yang dikenal sebagai salad? Karena seluruh unsurnya bisa kita produksi sendiri  dari segala jenis sumber daya yang ada di sekitar kita. Lihat formula dasar ekonomi suatu negara yang menghitung GDP = Konsumsi + Investasi+Pengeluaran Pemerintah+(Ekspor-Impor). Ketika kita tidak mengimpor makanan atau mendatangkan dari tempat lain, maka GDP kita akan tinggi dan kita akan menjadi rakyat yang makmur. InsyaAllah*

Oleh: Muhaimin Iqbal , Penulis adalah pendiri Geraidinar.com