Manusia Butuh Petunjuk Setiap Saat

DALAM firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala: “min nafsika” (“Berasal dari dirimu sendiri”) terdapat beberapa faedah, yaitu seorang hamba tidak akan merasa cenderung kepada hawa nafsunya dan tidak akan merasa tenteram terhadapnya. Sesungguhnya keburukan itu tidak datang kecuali berasal dari nafsunya itu.

Seseorang tidak akan bersibuk diri mencaci dan mengecam manusia jika mereka berbuat keburukan kepadanya. Karena hal itu merupakan keburukan yang menimpanya. Dan itu hanya menimpanya karena dosa-dosanya. Maka dia akan mengembalikan keburukan itu kepada dosa-dosanya dan bertobat atas dosa-dosanya tersebut.

Dia juga akan memohon perlindungan kepada Allah dari keburukan dirinya dan dari keburukan tingkah lakunya. Dia akan berdoa kepada Allah agar Allah menolongnya untuk melaksanakan ketaatan kepada-Nya. Melalui semua itu akan dihasilkan segala kebaikan baginya dan akan menghindarkannya dari segala keburukan.

Oleh karena itu, doa yang paling bermanfaat, paling agung, dan paling bijaksana adalah doa dalam Surah Al-Fatihah: “Tunjukilah kami ke jalan yang lurus, yaitu jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat. Bukan jalannya orang-orang yang dibenci dan juga bukan jalannya orang-orang yang sesat.

Jika Allah memberikan petunjuk kepada jalan yang lurus tersebut, maka berarti Allah telah menolongnya untuk melaksanakan ketaatan kepada-Nya dan meninggalkan kemaksiatan kepada-Nya. Dengan demikian, keburukan tidak akan menimpanya, baik di dunia maupun di akhirat.

Dosa-dosa tersebut merupakan tuntutan nafsu manusia sehingga dia membutuhkan petunjuk setiap saat. Kebutuhan manusia kepada petunjuk lebih besar daripada kebutuhannya kepada makanan dan minuman.

Hal itu tidaklah sebagaimana dikatakan oleh segolongan mufasir bahwa sesungguhnya Allah telah memberikan petunjuk kepada manusia, lalu mengapa manusia memohon petunjuk lagi?

Dan bahwa yang dimaksud dengan memohon petunjuk adalah keteguhan atau tambahan petunjuk.

Yang sebenarnya adalah bahwa seorang hamba membutuhkan Allah untuk mengajarkannya apa yang harus dilakukannya, secara detail. Manusia juga membutuhkan-Nya untuk mengajarkan perkara yang akan dilakukannya setiap hari, secara detail. Manusia juga membutuhkan-Nya untuk memberikan ilham kepadanya agar dia dapat menjalankan hal itu.

Semata-mata ilmu juga tidak cukup, jika tidak menjadikan Allah sebagai tujuan dari perbuatannya itu. Jika tidak demikian, maka ilmu itu hanya dijadikan argumentasi saja dan tidak menjadi petunjuk. Seorang hamba membutuhkan Allah agar Allah menjadikan dirinya mampu merealisasikan tujuan baik tersebut.

Dia tidak akan tertunjuki ke jalan yang lurus, yaitu jalannya orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, dari kalangan para Nabi, orang-orang memegang teguh kebenaran, para syuhada dan orang-orang salih, kecuali dengan adanya ilmu, serta adanya keinginan dan kemampuan untuk merealisasikan hal tersebut.

Manusia memohon perlindungan kepada Allah dari keburukan dirinya dan dari keburukan tingkah lakunya.

Termasuk ke dalam hal itu juga berbagai jenis kebutuhan yang tidak mungkin dapat dihitung.

Oleh karena itu, manusia diperintahkan untuk selalu membaca doa tersebut dalam setiap shalatnya untuk menyampaikan kebutuhan mereka kepada-Nya.

Tidak ada kebutuhan yang melebihi kebutuhan mereka kepada doa tersebut.

Allah hanya memberitahu sebagian kadar doa tersebut kepada orang-orang yang mau mengambil pelajaran. Yaitu orang yang mau mengambil pelajaran dari keadaan dirinya, dari keadaan jiwa manusia dan jin, serta dari keadaan orang-orang yang diperintahkan untuk membaca doa tersebut.

Dia akan memperhatikan apa yang terdapat dalam dirinya, yaitu kebodohan dan kezaliman yang menyebabkan kesengsaraan, baik di dunia maupun akhirat. Dia juga akan mengetahui bahwa Allah dengan karunia dan rahmat-Nya telah menjadikan doa ini sebagai sebesar-besarnya penyebab kebaikan dan pencegah keburukan.*/Syaikh Ibn Taimiyyah, dari bukunya Misteri Kebaikan & Keburukan.

 

sumber:Hidayatullah