Memberi Zakat Fitrah kepada Keluarga Lebih Afdal

MEMBAYAR zakat fitrah adalah salah satu kewajiban umat Islam di penghujung Ramadan–memasuki hari raya Idul Fitri. Saat ini masjid-masjid dan musala, misalnya, membentuk panita zakat fitrah. Melalui panitia inilah zakat fitrah nantinya disalurkan kepada yang berhak yaitu fakir miskin.

ADA pertanyaan bolehkah memberikan zakat fitrah ke saudara atau paman, atau bibi, atau keluarga lainnya?

Menurut Ustaz Ammi Nur Baits, golongan yang berhak menerima zakat fitri adalah fakir miskin. Selain itu, tidak berhak menerima zakat fitrah. Karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah menjelaskan fungsi disyariatkannya kewajiban zakat fitrah, sebagaimana disebutkan dalam riwayat dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma,

“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri sebagai makanan bagi orang miskin.” (HR. Abu Daud; dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani)

Asy-Syaukani mengatakan, “Dalam hadis ini, terdapat dalil bahwa zakat fitri hanya (boleh) diberikan kepada fakir miskin, bukan enam golongan penerima zakat lainnya.” (Nailul Authar, 2:7)

Hadis di atas secara tegas menunjukkan bahwa fungsi zakat fitri adalah untuk mencukupi kebutuhan orang miskin ketika hari raya. Sebagian ulama mengatakan bahwa salah satu kemungkinan tujuan perintah untuk mencukupi kebutuhan orang miskin di hari raya adalah agar mereka tidak disibukkan dengan memikirkan kebutuhan makanan di hari tersebut, sehingga mereka bisa bergembira bersama kaum muslimin yang lainnya.

Kemudian, ketika ada salah satu anggota keluarga kita yang kurang mampu, baik itu saudara atau paman atau bibi atau kerabat lainnya, bolehkah zakat fitrah kita berikan kepada mereka?

Jawabannya boleh dan bahkan lebih afdal. Seseorang akan mendapatkan pahala lebih ketika dia salurkan zakatnya kepada kerabatnya daripada dia salurkan kepada orang lain. Karena menyalurkan zakat ke keluarga nilainya ganda: zakat dan mempererat silaturahim. Hanya saja ada syaratnya.

Syaratnya adalah kerabat tersebut bukan termasuk orang yang wajib kita nafkahi. Jika kerabat tersebut termasuk orang yang wajib kita nafkahi, maka tidak boleh menerima zakat dari kita.

Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya tentang zakat kepada kerabat, beliau menjawab:

Boleh memberikan zakat fitrah atau zakat mal kepada kerabat yang miskin. Bahkan memberikan zakat kepada kerabat, lebih diutamakan daripada memberikannya kepada orang lain. Karena memberikan zakat kepada kerabat statusnya sebagai zakat dan mempererat silaturahim.

Namun dengan syarat, dalam penyerahan zakat ini tidak menyebabkan terlindungi kewajiban hartanya. Semacam orang miskin tersebut termasuk orang yang wajib dia nafkahi. Dalam kondisi ini, dia tidak boleh memenuhi kebutuhan orang miskin tersebut yang diambilkan dari zakatnya. Jika dia lakukan hal ini, berarti dia telah memperkaya hartanya dengan harta zakatnya. Tentu ini tidak boleh dan tidak halal. Namun jika dia bukan orang yang wajib dia nafkahi, maka dia boleh menyerahkan zakatnya kepada orang miskin itu. Bahkan menyerahkan zakat ke orang miskin yang masih kerabat, lebih afdal daripada diberikan kepada orang lain, berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:

“Sesungguhnya zakat kepada orang miskin nilainya zakat (saja). Sedangkan zakat kepada kerabat, nilainya dua: zakat dan silaturahim.” (HR. Nasai, Dariri, turmudzi, Ibnu Majah dan dishahihkan al-Albani). (Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin 18. no. 301)

 

MOZAIK